Oleh: Robertus N. Take Lemaking, M.Pd
Mantan Kepala Sekolah SMP-SMA Timpolmas – Direktur CV. Gasrem Surya Perdana
Pada dasarnya Pendidikan itu adalah hal yang murni, baik dan luhur. Ia menjadi rusak dan hancur apabila telah direcoki oleh urusan politik.
Hal ini terjadi di NTT saat ini. Sebuah kebijakan kontroversial muncul oleh Gubernur yang hemat saya hanya untuk tujuan politis semata. Tidak lebih. Mengapa demikian?
Alasannya jelas, kebijakan diambil sesaat tanpa ada pertimbangan akademis. Cara trial dan eror ini sangat berbahaya apabila diterapkan kepada manusia dalam hal ini anak didik dan berimbas pada keluarga. Apabila terjadi sesuatu yang membahayakan jiwa dan raga akibat penerapan kebijakan ini, apakah pemerintah mau bertanggungjawab?
Urgensi pendidikan bagi manusia adalah dimana manusia akan memiliki daya saing yang tinggi dalam kehidupan di dunia.
Selain itu, pendidikan yang tepat akan melahirkan pola pikir yang baik pada seseorang, yang nantinya berdampak pada peningkatan kreativitas. Dan, hal ini tidak hanya dilakukan dengan masuk sekolah jam 05.00 pagi. Hal ini sudah di luar dari batas kemanusiaan.
Pertanyaannya, Apakah Bapak Gubernur pernah masuk sekolah jam 05.00 pagi waktu sekolah dulu ? Jawabannya tentu tidak. Toh saat ini bisa menjabat gubernur dengan segudang prestasi. Jadi sistem jam pelajaran saat ini tidak ada masalah, namun yang menjadi masalah adalah mutu guru, sarana prasarana, akses dan kesejahteraan keluarga.
Setiap orang punya karakteristik masing-masing, termasuk dari gaya belajarnya, respon penerimaan pelajaran dan waktu terbaik untuk belajar.
Oleh sebab itu, merdeka belajar harus diterjemahkan secara baik di masing-masing sekolah. Pengalaman mengelola sekolah selama kurang lebih 8 tahun, saya menemukan bahwa untuk membuat anak disiplin tidak harus ke sekolah jam 05.00 pagi. Hal utama yang diperhatikan adalah ketepatan waktu, konsistensi dan ketegasan pengelola sekolah. Ada banyak hal yang perlu dibenahi, dibuat lebih baik, seperti SDM tenaga pengajar hingga isi kurikulum. Soal waktu belajar adalah kebebasan merdeka dari anak-anak itu sendiri.
Belajar seharusnya menjadi proses yang sukarela bukan sesuatu yang dipaksakan. Hal ini akan menjadi kontraproduktif dan mengakibatkan kehilangan minat dan motivasi dalam proses belajar itu sendiri.
Oleh sebab itu, mari jangan paksakan idealisme kita untuk sesuatu yang sudah tentu tidak memberikan hasil yang baik.
Percayalah saat ini dunia sedang menertawakan kita. Jangan marah apabila ada pihak mengatakan ini merupakan kebijakan dungu karena demikianlah risiko dalam politik.
Kepada para pejabat negara, terutama para guru yang berjiwa mulia, janganlah melacurkan diri dengan mengikuti kebijakan politik seperti ini. Lebih baik kehilangan jabatan daripada kehilangan integritas sebagai guru yang sejatinya.
Ingat, kita mengajar dengan hati, penuh perasaan dan rasa kemanusiaan. Yang kita didik adalah manusia berjiwa bukan robot tanpa hati. Sebagai guru tentu kita tahu dan paham hakikat pertumbuhan dan perkembangan psikologi anak dan remaja.
Mari kita berikan mereka waktu yang terbaik untuk bertumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan mereka. Ingat sekali lagi, dalam dunia Pendidikan yang kita ajarkan adalah kebenaran yang hakiki bukan indahnya program untuk sebuah nama besar penuh kepalsuan.
Anak-anak didik kita adalah manusia bukan hewan coba. Dan kita para guru harus bahagia, jika tidak maka semua akan sia-sia. Satu kata “Lawan”. Semoga. ***
Ulasan yang berpihak pada Merdeka Belajar..
Karena Belajar tidak harus masuk sekolah subuh sekali. Apakah ada korelasi? Namun dilihat dari dilema etika dan manajemen persekolahan resiko apapun kalau tidak berpihak kepada murid. Jangan dipaksakan. … Terima kasih pencerahannya melalui tulisan.. bermanfaat untuk di refleksi kan
Sangat setuju kak….. Kebijakan harus berdasarkan hasil kajian akademis bukan atas pemikiran dibangun sendiri sehingga tidak merugi banyak orang
saya sangat setuju dengan tulisan ini. yang membuat kebijakan ingat bagaimana membangun lembaga pendidikan dengan mengedepankan sekolah dan pendidikan ramah anak bukan krn paksaan. sekolah harus menjadi wadah bermain, belajar dan berproses. bukan dengan tekanan dan paksaan. anak akan datang dr rumah dengan senang jika d sekolah ada suatu hal kesenangan yg menjadi daya tarik yg menarik, maka anak tanpa d paksa akan datang sendiri dengan penuh semangat belajar.
logikanya jika sekolah mulai pukul 05:00 wita Maka tentu orang tua dan anak harus bangun lebih awal sekitar satu jam sebelumnya. ini sangat mengganggu kesehatan anak dan orang tua tentunya.. apakah anak harus d paksakan untuk tidur jam 7 malam krn jam 4 harus bangun untuk siap k sekolah.. sy rasa kebijakan yg sangat keliruh.. jangan menjadi manusia yg ego dalam membuat kebijakan. salam dan bahagia.
Tulisan diatas mewakili perasaan kita semua
Pendidikan yang berorientasi pada persaingan merupakan pendidikan zaman kolonial. Pendidikan sesuai kebutuhan pengguna jasa atau perusahaan industri tertentu. Pendidikan juga bukan dimaksudkan untuk gagah-gagahan jadi harus masuk 200 sekolah terbaik didunia baru disebut pendidikannya maju.
Pendidikan merupakan proses transformasi manusia, yaitu memanusiakan manusia. Waktu masuk sekolah yang aneh ini tentu menjauhkan manusia dari harkat luhurnya sebagai manusia. Ia tidak bebas, tertekan, dan menderita. Itu sngt menyedihkan.
Target kita adalah menyesuaikan perkembangan anak pada zamannya dgn mengedepankan karakter dan pengetahuan anak yg memadai. Membentuk karakter anak TDK seharusnya dgn mulai sekolah lebih awal yg ! mengakibatkan kesehatan n mental anak bisa drop Krn sekolah dipaksakan. Namun,karakter anak itu kita amati bersama mereka n merasakan bersama mereka dlm setiap proses belajar di mana,n kapan saja.
Saya sepakat dgn tulisan Kanda yg membuka wawasan kita utk membentuk karakter anak bangsa.