Oleh: Laksamana Sukardi
DPP Partai Kebangkitan Nusantara
Dua puluh lima (25) tahun lalu ketika saya mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama Megawati dkk, kebanyakan orang menyebutnya partai gurem pada masa Orde Baru dan bertanya: “Bagaimana dapat melawan kekuatan Orde Baru yang didukung oleh uang konglomerat, tentara, Birokrat dan supra struktur pemerintah?
Pada intinya tidak ada gunanya bergabung dengan partai politik kecil yang dianggap tidak akan mampu memenangkan pemilu melawan kekuatan politik orde baru yang mapan dan kuat pada waktu itu. Ringkas kata, tidak mungkin dan akan sia sia.
Pada waktu itu orde baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto dianggap memiliki kekuatan besar yang tidak mungkin bisa dikalahkan.
Kebanyakan orang menganggap Soeharto akan abadi, walaupun rezim yang dipimpinnya sangat korup, dan otoriter. Apalagi memiliki kekuatan yang sangat besar karena didukung para kroni konglomerat, kekuatan militer dan birokrasi.
Ternyata ketika Pemilu dilaksanakan tahun 1999 kekuatan orde baru runtuh dan PDIP sebagai partai hasil sempalan PDI yang diberi label sebagai partai gurem memenangkan pemilu mengalahkan kekuatan orde baru (uang dan kekuasaan) yang sangat luar biasa.
Apakah para pendukung orde baru semudah itu meninggalkan Soeharto dan mengalihkan dukungannya kepada PDIP? Jawabannya tidak! Lalu kenapa bisa kalah?
Karena dalam kurun waktu 25 tahun telah muncul arus besar generasi pemilih baru yang memiliki kedaulatan dan hak menentukan nasib masa depan mereka. Arus besar aspirasi baru tersebut telah memberikan vonis dengan menggunakan kedaulatannya.
Kemenangan tersebut tidak akan pernah terjadi jika tidak ada generasi pemilih baru atau jika hanya ada orang-orang tua yang takut dan telah menerima kenyamanan ekonomis sebagai penikmat rente.
Pertanyaan tetap sama dan jawabannya juga sama
Saat ini, dengan siklus waktu yang sama, yaitu 25 tahun setelah reformasi, saya bergabung dengan partai politik baru yaitu Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) untuk ikut bertarung dalam pemilu tahun 2024, kebanyakan orang juga bertanya kepada saya dengan pertanyaan yang serupa tapi tak sama;
“Mana mungkin PKN akan menang melawan kekuatan Partai politik lama, yang memiliki dana besar dan rata-rata telah berkuasa 25 tahun lebih. Apalagi para oligarki telah nyaman dengan partai politik lama?”
Jawaban saya juga sama dengan jawaban 25 tahun lalu. Yaitu, dalam kurun waktu 25 tahun telah muncul arus besar generasi pemilih baru yang memiliki kedaulatan dan hak menentukan nasib masa depan mereka!
Pada pemilu tahun 2024 akan ada 105 juta generasi milenial dan generasi Z yang akan ikut memilih. Mereka akan mewakili 55% dari total pemilih.
Walaupun tidak ada jaminan mereka untuk memilih dan memenangkan partai baru, akan tetapi yang pasti adalah adanya arus perubahan generasi rakyat pemilih yang menjadi faktor penentu perubahan. Mereka memiliki kedaulatan untuk menentukan nasib masa depannya.
Fakta kunci adalah, aspirasi generasi muda yang baru akan muncul secara dominan. Pilihan mereka sangat tergantung kepada kekhawatiran terhadap kondisi dan ancaman masa depan mereka.
Sejarah telah memberikan fakta bahwa perubahan generasi akan membawa perubahan aspirasi dan pilihan. Oleh karena itu, kekuatan tersebut akan mencari partai politik baru yang dapat mengikuti perubahan aspirasi tersebut. Generasi baru yang dominan akan membuat perubahan menjadi sebuah keniscayaan atau kepastian yang tidak dapat dihindari tanpa kita harus berkoar-koar menjual diri sebagai agen perubahan.
Selain itu, para pemilih juga akan memiliki rasa kebosanan dan membutuhkan alternatif baru yang merupakan kodrat dari manusia. Misalnya, seseorang akan mengalami kebosanan dengan mobil yang telah dipakainya bertahun-tahun dan menginginkan mobil baru, apalagi jika mobil lama yang dimilikinya sering mogok dan banyak kerusakan yang sulit diperbaiki.
30 tahun lalu, saya memilih bergabung kedalam partai baru PDIP demi masa depan anak anak saya yang masih balita. Saya tanggalkan semua fasilitas dan karier saya sebagai seorang eksekutif perbankan pada usia paling produktif bagi seorang manusia yaitu umur 36 tahun! Dengan berbagai resiko dan tantangan yang besar, saya hadapi hanya berbekal keyakinan terhadap keniscayaan akan terjadi perubahan.
Oleh karena pengalaman dan fakta sejarah tersebut, maka saya haqul yakin bahwa Partai Kebangkitan Nusantara, akan menyambut generasi baru yang menginginkan perubahan.
Selama sepuluh tahun (2005-2015) saya tidak dapat berbuat apa-apa karena harus menghadapi politisasi hukum yang mengkriminalisasi diri saya. Politik telah dipakai merekayasa hukum untuk memenjarakan saya walaupun saya tidak bersalah. Saya harus menghadapi Pansus DPR RI yang menekan KPK dan Kejaksaan Agung untuk secepatnya memenjarai saya.
Pengalaman serupa dan bahkan lebih menyengsarakan, telah dialami saudara saya Anas Urbaningrum yang menjadi korban pendzaliman rekayasa hukum oleh kekuasaan yang telah memenjarakannya. Banyak kejanggalan dan fakta yang akan terbuka pada saat beliau keluar dari penjara. Bahwa telah terjadi pendzaliman kriminalisasi anak bangsa yang tidak bersalah yang dilakukan oleh birahi terhadap kekuasaan.
Saya berdua sebagai anak bangsa yang telah mengabdi dengan profesional bagi bangsa dan negara Insya Allah akan memperkuat Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dengan bekal pengalaman dan profesionalisme yang menjunjung tinggi hukum, menolak politisasi hukum. Mendukung pemberantasan korupsi dengan menegakkan keadilan.
Dalam kurun 25 tahun kebelakang, kehidupan elit politisi tanpa disadari sudah menjadi hedonistic (suka kemewahan). Tetapi sebagian besar muted (diam) ketika kasus hukum mencuat kepermukaan dan tidak ada otoritas, pejabat dan pengawas yang harusnya bertanggung jawab ikut terseret kemeja pengadilan. Misalnya kasus Jiwas Raya, Asabri, AJB Bumi Putera, KSP Indosurya, Jenderal Sambo dll.
Apakah mungkin kejahatan tersebut bisa terjadi tanpa melibatkan para pejabat tinggi? Para elit politik diam seribu basa.
Penanganan hukum dipilah-pilih siapa yang akan dikorbankan tanpa menyentuh “Don Corleone” atau tuan besar yang melindungi. Mereka menjadi angkuh dan merasa ‘untouchable” atau tidak dapat disentuh. Sementara kriminalisasi hukum kepada orang orang yang tidak bersalah masih sering terjadi. Walaupun pemberantasan korupsi sudah cukup lumayan, tetapi masih belum berani menyentuh Don Corleone dan tidak disertai dengan penegakkan keadilan.
Para oligarki sudah sangat nyaman denga para elit politik yang ada dan mereka merasa tidak perlu ada perubahan. Tetapi munculnya perubahan generasi merupakan keniscayaan yang harus mereka terima. Oleh karena itu para diktator atau rezim politik diseluruh dunia umurnya jarang yang melebihi 25 tahun. Karena adanya perubahan generasi tersebut.
Dengan demikian, setiap pemilihan umum pada siklus 25 tahunan, pemenangnya sudah dapat ditentukan, yaitu generasi baru yang menggunakan kedaulatannya memilih masa depan mereka.
Pertanyaan yang tidak relevan dan masih dipertanyakan oleh generasi penikmat rente ekonomi korup sudah tidak menjadi relevanlagi;
“Mana mungkin PKN akan menang melawan kekuatan Partai politik lama, yang memiliki dana besar dan rata-rata telah berkuasa 25 tahun lebih. Apalagi para oligarki telah nyaman dengan partai politik lama?”
Saya menganggap ini adalah sebuah tantangan besar dan tidak mudah, namun demikian harus ada generasi baru yang berani melakukan walaupun resiko cukup besar. (Its an uphill battle, but someone has to do it!)
Generasi baru tersebut adalah Generasi Kebangkitan Nusantara yang bergabung dalam Partai Kebangkitan Nusantara!
Selamat berjuang! ***