Oleh : Murtadlo
Kepala Seksi Pencairan Dana KPPN Kupang
Di zaman modern ini, kemajuan teknologi kian berkembang pesat meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pemanfaatan teknologi pada sektor keuangan. Pembayaran secara tunai sudah mulai dianggap ketinggalan zaman. Saat ini, evolusi metode pembayaran telah berjalan menuju transaksi non tunai atau cashless transaction. Metode non tunai ini juga diadaptasi pemerintah, melalui penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) yang merupakan bentuk modernisasi pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagai upaya pelaksanaan Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Tranformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan khususnya terkait pengelolaan likuiditas keuangan negara dengan memanfaatkan instrumen keuangan modern serta untuk mendukung insklusi keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menginisiasi penerbitan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, yang menjadi landasan hukum atas implementasi KKP sebagai metode pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) yang dikelola Bendahara Pengeluaran atas beban APBN bagi seluruh Satuan Kerja (satker) kementerian/lembaga, yang secara resmi berlaku mulai tanggal 1 Juli 2019.
KKP yang digunakan didesain khusus untuk kementerian/lembaga merupakan Kartu Kredit Corporate (Corporate Card). KKP adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit KKP, dan satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.
Penggunaan KKP bertujuan untuk membantu pengelolaan pengeluaran berkaitan dengan kegiatan kementerian/lembaga melalui penggunaan UP agar belanja pemerintah lebih transparan dan aman dengan memperhatikan prinsip-prinsip, yaitu mudah penggunaannya dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat digunakan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/media daring, aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai, efektif dalam mengurangi UP yang menganggur (idle cash) maupun biaya dana (cost of fund) pemerintah dari transaksi UP, serta akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP KKP.
Penggunaan KKP sebagai bagian dari mekanisme pembayaran belanja negara mempunyai nilai positif, penggunaan KKP merupakan model baru pengelolaan keuangan negara yang dapat memberikan manfaat bagi satker maupun pemerintah dalam hal ini Bendahara Umum Negara dalam mengoptimalkan kas negara. Penggunaan KKP ini merupakan salah satu metode alternatif dalam transaksi belanja APBN, khususnya dalam penggunaan UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran yang dapat memberikan kemudahan bagi satker untuk bertransaksi sekaligus meminimalisir penggunaan uang tunai (cashless) dalam belanja APBN. Selain itu penggunaan KKP dapat meningkatkan efesiensi antara lain mengurangi/mempercepat waktu transaksi sekaligus juga meningkatkan pengawasan. Efesiensi juga terjadi dalam ketersediaan uang tunai pemerintah, karena uang tunai yang akan ditarik Bendahara Pengeluaran untuk membayar belanja yang menggunakan KKP akan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan riil yang telah dibelanjakan. Selama ini, ditengarai Bendahara Pengeluaran sering kali menarik uang persediaan yang dikelolanya dalam bentuk tunai secara berlebihan karena tidak dihitung secara cermat kebutuhannya. Kelebihan lainnya dalam penggunaan KKP adalah bahwa pengawasan atas belanja satker akan menjadi lebih baik dan paperless karena semua transaksi, kapan, untuk apa dan dimana akan tercatat secara elektronik di sistem perbankan, sehingga bila sewaktu-waktu diperlukan datanya bisa disajikan secara cepat dan akurat serta mengurangi resiko penyelewengan dan penyalahgunaan.
Berdasarkan data dari hasil monitoring yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan, perkembangan transaksi KKP masih belum optimal. Data secara nasional, pada tahun 2019 jumlah transaksi mencapai Rp340 miliar, meningkat menjadi Rp434 miliar pada tahun 2020, namun mengalami penurunan pada tahun 2021 yang mencapai sebesar Rp398 miliar.
Dalam lingkup regional di Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya di wilayah pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kupang yang meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Alor, dan Kabupaten Sabu Raijua, perkembangan transaksi KKP juga belum optimal. Berdasarkan data OMSPAN transaksi KKP pada tahun 2019 jumlah transaksi mencapai Rp3,9 miliar, meningkat menjadi Rp6,7 miliar pada tahun 2020, dan mengalami penurunan pada tahun 2021 yang mencapai Rp5.3 miliar.
Belum optimalnya penggunaan KKP karena adanya beberapa permasalahan dalam implementasinya, antara lain tidak terdapat penyedia barang/jasa yang mempunyai mesin EDC untuk menerima pembayaran dengan KKP di daerah terutama diluar kota provinsi, serta masih adanya supplier/merchant yang mengenakan tambahan biaya atas transaksi pembelanjaan (surcharge) terhadap transaksi KKP melalui mesin EDC sehingga satker enggan untuk melakukan belanja dengan KKP meskipun Bank Indonesia telah melarang pengenaan biaya tambahan karena merugikan konsumen. Selain itu permasalahn juga timbul pada satker, dimana masih ada satker yang beranggapan bahwa penggunaan KKP membuat pekerjaan menjadi bertambah karena satker harus mengawasi penggunaan KKP agar tidak digunakan untuk keperluan pribadi pemegang KKP dan satker juga harus melakukan pembayaran tagihan KKP sebelum jatuh tempo,
Kebijakan KKP melibatkan berbagai pihak, yaitu Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perbendaharaan sebagai pembuat kebijakan KKP, Perbankan selaku penerbit KKP dan penyedia mesin EDC, Satker kementerian/lembaga selaku pengguna KKP, dan Supplier/Merchant sebagai penyedia barang/jasa pengguna mesin EDC. Penggunaan KKP dapat optimal tentunya memerlukan dukungan dari semua pihak yang terkait dalam melakukan upaya optimalisasi penggunaan KKP. Ditjen Perbendaharaan bersama dengan kantor vertikal di daerah (Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN) agar terus melakukan sosialisasi sehingga manfaat penggunaan KKP dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama oleh satker sebagai pengguna KKP, perbankan agar memperluas cakupan wilayah transaksi KKP dengan memperbanyak penyediaan mesin EDC di daerah terutama di luar kota provinsi yang masih sedikit bahkan tidak ada supplier/merchant yang memiliki mesin EDC, penyedia barang dan jasa (supplier/merchant) agar tidak mengenakan biaya surcharge terhadap transaksi KKP, dan yang terpenting satker agar konsisten setiap bulan melakukan transaksi KKP sesuai besaran proporsi UP KKP.
Upaya optimalisasi penggunaan KKP saat ini yang sedang dilakukan pemerintah adalah pengembangan Sistem Marketplace dan Digital Payment dengan menyatukan sistem marketplace yang selama ini tersedia secara terpisah-pisah berdasarkan masing-masing bank menjadi satu sistem marketplace yang terpadu. Melalui system ini satker dapat melakukan pemesanan/pengadaan barang/jasa secara elektronik dan melakukan pembayaran dengan pendebetan KKP tanpa melalui mesin EDC. Hal ini dapat menjembatani penggunaan KKP di daerah yang tidak tersedia mesin EDC.
Optimalisasi penggunaan KKP masih dapat dilakukan melalui upaya ektensifikasi, penggunaan KKP yang selama ini hanya diberlakukan untuk belanja yang sumber dananya berasal dari Rupiah Murni, hendaknya dapat juga diberlakukan untuk belanja yang sumber dananya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) mengingat potensi belanja dari PNBP cukup besar. Selain itu, optimalisasi KKP juga dapat dilakukan dengan memberlakukan kewajiban satker dalam mempertanggungjawabkan UP KKP minimal satu kali dalam satu bulan dan mengenakan sanksi terhadap satker yang tidak/terlambat menyampaikan pertanggunjawaban UP KKP setiap bulannya karena selama ini ditengarai masih ada satker yang wajib KKP namun tidak pernah melakukan transaki KKP, Kepemilikan KKP hanya digunakan sebagai formalitas untuk memenuhi kewajiban terhadap peraturan yang berlaku.
Diharapkan dengan semakin optimalnya penggunaan KKP yang ditandai dengan dengan meningkatnya transaksi KKP, baik dari sisi jumlah penggunaan KKP maupun dari sisi nilai nominal transaksi KKP dapat berdampak pada terwujudnya pengelolaan APBN yang lebih transparan dan aman.***