Aksinews.id/Larantuka – Ini sikap tegas Komisi C DPRD Flores Timur setelah melakukan konsultasi ke Kementerian terkait hak para Nakes RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka atas dana klaim pelayanan rumah sakit sebesar Rp 14,1 miliar. Nakes berhak atas 40 % dari dana tersebut atau senilai Rp 5,6 miliar.
Rabu (9/11/2022), Komisi C yang dipimpin ketuanya, Ignas Uran menggelar rapat gabungan komisi di aula gedung Gewayan Tanah Larantuka. Rapat ini digelar khusus untuk membahas uang jasa Nakes RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka sebesar Rp 5,6 miliar yang belum dibayar Pemda Flores Timur. Padahal, klaim jasa Nakes itu untuk belanja tahun anggaran 2021 silam, yang baru dikucurkan pemerintah pusat pada bulan April 2022 melalui klaim BPJS.
Ignas Uran membuka rapat dengan membeberkan beberapa fakta. Ia mengatakan tidak ada argumentasi untuk mengeliminasi hak nakes.
Ya, “Semua rumah sakit di NTT yang melakukan pelayanan berhak menerima sejumlah anggaran. Pendapatan rumah sakit itu akibat pelayanan yang diberikan di rumah sakit, mengajukan klaim lalu dibayar oleh Kementerian Kesehatan. Dengan konsultasi, terbantahkan sudah, tidak ada argumentasi untuk mengeliminasi hak tenaga kesehatan. Wajib hukumnya, DPRD meminta pemerintah untuk menganggarkan di dalam APBD di tahun 2023,” tegas Ignas Uran.
Rapat gabungan komisi DPRD Flores Timur itu juga melibatkan LKPK Flores Timur. Ini dilakukan guna membahas polemik jasa Nakes di Rumah Sakit Daerah Flores Timur. Hal itu dianggap penting untuk mengarahkan pemahaman yang lebih holistik.
“Terkait bagaimana sikap DPRD secara kelembagaan, saya ingin menjelaskan kronologi persoalan secara singkat. Pertama, sebelum pengajuan perubahan APBD tahun 2022, karena Pemda tidak mengakui jasa dalam anggaran Rp 14,1 Miliar, RSUD melakukan pengajuan ke komisi. Pada saat itu terjadi pertemuan di ruang komisi,” jelas dia.
Ketika itu, sambung Ignas Uran, “Direktur Rumah Sakit bersama jajaran menjelaskan pendasaran untuk penuhi hak. Pendasaran itu menjadi kekuatan komisi untuk dibawa ke fraksi-fraksi untuk menunjukkan sikap politiknya. Dalam pandangan umum fraksi-fraksi keenam fraksi menyatakan sikap berbeda dengan cara pandang mereka sesuai dengan penjelasan teknis sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rumah Sakit Umum Daerah”.
Selanjutnya, papar dia, pandangan fraksi-fraksi dibawa ke ruang rapat pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “Laporan DPRD tentang konsisten anggaran dengan pemerintah, (tapi) pemerintah menilai rumah sakit tidak mempunyai hak, dan (DPRD) tetap berpegang bahwa rumah sakit mempunyai hak sebesar 40 prosen dalam Rp 14,1 Miliar,” urai Ignas Uran.
DPRD Flotim menuntut agar pemerintah melakukan rasionalisasi. “Tetapi pemerintah beralasan tidak mungkin lagi dilakukan rasionalisasi. Di dalam evaluasi dengan pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, pemerintah daerah Flores Timur berbeda pandangan perubahan,” jelas dia.
“Dengan konsultasi yang kami sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri, mereka berpendapat pendapatan rumah sakit termasuk ke akun pendapatan lain-lain. Meski di luar komisi tapi terjadi perdebatan. Atas dasar itu, kita pulang untuk melakukan penyempurnaan APBD,” papar dia.
Sikap DPRD, menurut Ignas Uran, tetap berada bersama para Nakes RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Ya, “Sekali lagi sikap DPRD tanpa tekanan tidak pernah berubah. Kita berpihak pada rumah sakit karena hak mereka. Sikap DPRD secara kelembagaan tetap diakui sebagai hak, tetapi pemerintah beralibi atas dasar kehati-hatian untuk tidak menganggarkan di tahun 2022. Meski sudah diputuskan, DPRD secara kelembagaan tetap berbeda secara pandang terkait hak tenaga kesehatan. Karena yang benar adalah tidak ada pengaruh status rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan,” tegas Ignas Uran.
Informasi yang dihimpun aksinews.id menyebutkan, pihak Nakes RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tetap bersikeras agar hak-haknya atas layanan tahun 2021 harus dibayar tahun 2022 ini. Sebab, anggaran sudah ditransfer ke rekening rumah sakit sejak April 2022.
Inilah yang bakal bikin Pemkab Flores Timur kalang kabut. Pasalnya, dana sebesar Rp 5,6 miliar tidak dianggarkan dalam APBD 2022 maupun APBD Perubahan 2022. Lagi pula, dana sebesar itu sudah diplot untuk membiayai sejumlah kegiatan pembangunan, termasuk perjalanan dinas para pejabat setempat.
Dikabarkan bahwa pejabat Pemkab Flotim sedang melakukan koordinasi dengan BPK RI Perwakilan NTT. Tidak jelas, apakah koordinasi ini terkait pemanfaatan anggaran pendapat daerah tahun 2022 untuk membayar jasa para Nakes atau mencarikan solusi lain. Pihak DPRD Flores Timur sendiri sudah memberi signal untuk dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2023 mendatang.
Anggota Komisi C DPRD Flores Timur, Muhidin Demon Sabon menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekannya di DPRD yang telah melakukan dukungan LKPK. “Bahwa sudah terbayar itu Rp 1 Miliar dari 6,5 Miliar. Kami berkesimpulan bahwa tinggal Rp 5,6 itu adalah utang dan wajib dibayar. Kami berkomitmen bahwa hak rumah sakit itu wajib hukumnya dibayar oleh pemerintah. Jadi, cukup sudalah Pemerintah untuk mengakal-akali rakyatnya,” ujarnya, sinis. (AN-02/AN-01)