Aksinews.id/Lewoleba – Boleh jadi, kesimpulan hingga penyidik Polres Lembata sempat menyatakan, Agustinus Leyong Tolok meninggal bunuh diri, sudah diskenariokan. Bagaimana tidak? Saat pertama kali ditemukan, sudah ada orang yang menggerutu, menyatakan kesediahannya karena Gusto bunuh diri.
“Aduh om ee… Kenapa Gusto bisa bisa bunuh diri begini?”, ungkap saksi Blasius Yoseph Labi Tolok, kakak kandung almarhum Gusto Tolok.
Informasi itu pun sudah disampaikan dalam pemeriksaan polisi hari Kamis, tanggal 27 Januari 2022. Dia diperiksa sekitar 6 jam oleh penyidik Polres Lembata.
Menurut Blasius, orang yang mengucapkan bunuh diri itu berdiri di sebelah kiri dirinya saat berada di lokasi mayat terbaring di kali mati, belakang SMKN Atadei. “Di samping sebelah kiri saya berdiri, dekat sekali dengan bahu kiri saya”, ucap saksi Blasius.
Karena malam gelap, sehingga wajah orang yang berujar soal bunuh diri itu tak terlihat jelas. Dia baru tahu identitas orangnya secara persis, saat yang bersangkutan memperkenalkan dirinya.
Menariknya, Blasius menjelaskan bahwa yang bersangkutan cukup agresif mendampingi Tim dari Reskrim Polres Lembata untuk melakukan olah lapangan. Oknum itu pula yang mendampingi Tim Reskrim memeriksa ruang laboratorium, tempat almarhum Gusto bekerja. Mereka menemukan sebuah botol racun pertanian dalam keadaan terbuka, dan isinya tinggal setengah.
Menurut Blasius, saat dirinya tiba di depan sekolah, masyarakat sudah berkerumun untuk melihat mayat. Dari pintu pagar sekolah, dia sudah mencium aroma bau bangkai yang menyengat. Padahal, jarak pintu pagar dengan tempat mayat ditemukan sekitar 100 meter lebih.
Dia merasa aneh, karena sebelum diketemukan tidak seorangpun yang merasa terganggu dengan bau yang menyengat itu. Bisa saja, mayat Gusto baru dipindahkan ke lokasi beberapa saat sebelum ditemukan. Sehingga bau menyengat baru tercium.
Blasius mengaku sempat melihat cairan merah di atas dedaunan kering di sekitar mayat. Dia menunjukannya kepada polisi. Tapi, mereka menyebut cairan merah itu bukan darah tapi ludah sirih pinang. Polisi tampak tidak mempedulikannya. Padahal, dari mulut jenazah keluar darah segar.
Blasius mengaku kalau dirinya mengamati secara saksama kondisi jenazah. “Saya mencoba mendekatkan penglihatan saya di bagian leher dan dada, karena ada genangan darah di sana. Awalnya saya berpikir jangan-jangan ada luka bukaan di leher. Ternyata tidak. Darah itu berasal dari mulut, dan karena dagu dan pelipis kirinya bersentuhan dengan bahu kirinya, sehingga darah mengalir melewati cela leher sampai ke bagian dadanya. Posisi jenazah saat itu tidur telentang, kepala miring kiri. Kedua kakinya lurus nyaris sejajar dengan ujung tumit”, jelasnya.
“Kedua kaki masih di atas sandal jepitnya, dan jari kaki kirinya masih sedikit menjepit jepitan sandal. Posisi jenazah di antara tiga batu. Batu sebelah selatan itu menjadi tumpuan kepala, batu sebelah barat menjadi tumpuan tangan kirinya, dan batu sebelah timur tempat kunci motornya berada. Sedangkan tangan kanannya berada di atas perutnya. dan ketika saya arahkan lagi pandangan ke bagian kepalanya, ada hal yang menarik perhatian saya. Di area kepala bagian kanan yang tidak tersentuh batu tumpuan kepalanya saat itu, ada bekas seperti tanah berwarna abu dapur yang lembab dan cukup besar yang menempel”, jelasnya lagi.
Dia menambahkan, lidah korban sedikit menjulur keluar dengan posisi tergigit. “Muka, wajah korban menghitam seperti gosong. Sedangkan bagian tubuh lainnya ada yang kulitnya terkelupas dan ada bagian-bagian yang mengelembung, lepuhan di area paha”, urai Blasius.
Dikatakan, setelah polisi melakukan olah TKP, jenazah Gusto dievakuasi ke Puskesmas Waiknuit untuk divisum oleh dokter. “Proses itu saya ikuti dan saksikan langsung”, tandasnya.
Tiba-tiba dokter yang melakukan visum meminta dipanggilkan petugas laboratorium sekolah. Entah kepala atau penjaga lab. Dokter menyeka cairan di mulut korban dengan kapas, lalu meminta petugas lab itu mencium. Namun petugas lab itu mengaku hanya mencium bau jenazah, tidak mencium bau lain.
“Saat saya bertanya kepada dokter soal hasil visumnya, dokter mengatakan tidak ada luka bekas kekerasan baik tajam atau tumpul di tubuh jenazah. Saya bertanya lanjut, dengan melihat kondisi jenazah adik saya tadi kira-kira seperti apa dokter, dan dokter menjawab, terindikasi racun”, jelas Blasius, penuh tanda tanya.
Saat dia minta dokter buatkan keterangan hasil visumnya, dokter menolak. “Dia tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan terindikasi racun, karena beliau adalah dokter umum”, tandas Blasius, sedih.
Jenazah Gusto kemudian dibawa ke RSUD Lewoleba untuk dimandikan, karena di Puskesmas tidak tersedia kamar khusus pemulasaran jenazah. Saat pakaiannya ditanggalkan, Blasius melihat penis adik bungsunya itu berdiri. “Kematian macam apa sampai alat kelaminnya berdiri? Biasanya yang begitu terjadi pada orang yang mati tenggelam, gantung diri atau dicekik”, ungkapnya.
Blasius pun mengaku heran terhadap sikap pihak sekolah. Pasalnya, sehari sebelum jenazah Gusto ditemukan sudah tak bernyawa, sekolah menggelar rapat guru sebagai persiapan menerima tim pemeriksa dari Kupang. Gusto sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum dan Keuangan, tidak hadir. Tapi, tak ada yang mencaritahu keberadaannya. “Kalau pihak sekolah tdk mencari, apa jangan-jangan saat itu mereka sudah tahu keberadaan guru Gusto?” ucap Blasius, bertanya-tanya.(AN-01)