Kupang – Penahanan atas advokat Ali Antonius, SH, MH menuai protes berbagai pihak. Advokat Ali Antonius yang beracara sebagai advokat sejak tahun 1988 ini ditahan oleh Kejaksaan Tinggi NTT pada tanggal 18 Februari 2021 dalam perkara korupsi pengalihan aset tanah Pemda Manggarai Barat di Labuan Bajo seluas 30 hektar.
Akhmad Bumi, SH selaku salah satu kuasa hukum advokat Ali Antonius, SH, MH di Kupang, Sabtu (20/2/2021), mempertanyakan kewenangan Kejaksaan melakukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) terkait kasus tindak pidana korupsi.
“Kita minta dijelaskan dipasal berapa Undang-undang kejaksaan atau pasal berapa di KUHAP yang mengatur dan memberi wewenang kepada Kejaksaan melakukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) terkait kasus korupsi?”, ucap Akhmad Bumi, SH.
Menurutnya, kejaksaan hanya berwewenang untuk melakukan penuntutan. Ya, “Kalau Kejaksaan itu melakukan penuntutan, bukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik). Lidik dan sidik itu wewenang pada Polri dan KPK. Jaksa berwenang menuntut (penuntutan),” tandasnya.
Pada UU Kejaksaan Bab III pasal 30 tentang tugas dan wewenang, papar Akhmad Bumi, disitu kejaksaan tidak diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan soal korupsi oleh Kejaksaan. “Kalau pasal 30 huruf d mengatur jaksa melakukan penyidikan terhadap kasus pidana tertentu berdasar undang-undang. Lihat di UU Nomor 31 tahun 2009 dan perubahannya, wewenang lidik dan sidik itu tidak diberikan ke Jaksa,” tegasnya.
“Kalau pasal 30 huruf e UU Kejaksaan itu terkait pemeriksaan tambahan saat pemberkasan, bukan lidik dan sidik,” ujarnya.
“Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam KUHAP berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dalam perkara korupsi. Ini yang kami tanya, pada pasal berapa di KUHAP yang mengatur Jaksa sebagai penyelidik dan penyidik? Kecuali sebagai penuntut umum,” ungkap Akhmad Bumi.
Dikatakan, KUHAP mengatur sisi formil dalam beracara dan mempertahankan UU materil, khusus terkait penyelidikan dan penyidikan tidak diatur wewenang kejaksaan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dalam pidana materil UU tindak pidana korupsi tidak diatur kewenangan soal itu untuk kejaksaan.
“Terus tata cara kejaksaan menerima pengaduan atau laporan soal korupsi, tata cara meneruskan laporan korupsi itu ke bagian tindak pidana khusus untuk dilakukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) korupsi diatur dihukum acara yang mana? Diatur dimana soal misalnya dikeluarkan surat perintah lidik dan sidik oleh Jaksa? Karena KUHAP dan UU Tipikor tidak mengatur, demikian juga UU Kejaksaan”, ungkap Akhmad Bumi, bertanya-tanya.
Dia menjelaskan bahwa terkait kasus korupsi materilnya di UU Tipikor dan formil ada di KUHAP. “Ada penambahan sisi formilnya di UU Tipikor itu terkait tambahan alat bukti. Kalau KUHAP ada lima alat bukti tapi UU Tipikor jadi 6 alat bukti. Karena ada penambahan rekaman. Itu sisi formilnya”, ujar Akhmad Bumi.
“Kalau tidak ada dasar hukumnya maka segala penangkapan, penahanan para tersangka sepanjang masih dalam penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) korupsi adalah perbuatan melawan hukum, melanggar UU.”
“Kejaksaan itu melakukan penuntutan, bukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik). Penyelidikan dan penyidikan soal korupsi ada di Kepolisian dan KPK. Kejaksaan jangan mengambil alih kewenangan Polri dan KPK”, tandasnya.
Sama dengan advokat yang hanya melakukan pembelaan pada klien berdasar kuasa yang sah. Advokat tidak ada wewenang lidik dan sidik. “Soal pajak dan imigrasi misalnya Polri tidak lagi berwenang untuk lidik dan sidik, kembali pada penyidik di lembaga yang berwenang sesuai UU”, papar Akhmad Bumi.
Olehnya, sambung dia, penahanan advokat Ali Antonius, SH, MH tanpa ada wewenang, karena tidak ada dasar hukum. “Kalau tanpa kewenangan lalu menangkap dan menahan orang itu perbuatan melawan hukum.”
“Kami minta Kejaksaan menunjuk di pasal mana pada UU Kejaksaan dan KUHAP yang memberi wewenang pada Kejaksaan dapat melakukan penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) terkait kasus korupsi”, sergah Akhmad Bumi.
Karena tak ada kewenangan Jaksa dalam menyelidik dan menyidik korupsi, maka UU Pemberantasan Korupsi tidak boleh dijadikan sandaran Jaksa dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi. Jaksa tidak berwenang, yang berwenang adalah Polisi dan KPK terkait lidik dan sidik. Jaksa berwenang melakukan penuntutan, bukan lidik dan sidik.
“Tidak ada kewenangan untuk Lidik dan Sidik tapi melakukan itu ya melanggar hukum, tindakan itu melampaui batas kewenangan. Itu perbuatan melawan hukum, melanggar UU Kejaksaan dan melanggar KUHAP”, jelas Akhmad Bumi.(*/fre)