Aksinews.id/Larantuka – Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Flores Timur, dr. Simon Nani melaporkan, sebanyak 35 ribu ekor ternak babi di Kabupaten Flores Timur tewas terserang virus ASF.
“Virus ASF di Flotim sejak bulan Juli tahun 2020 telah terjadi kematian pada ternak babi, tetapi pada periode Juli-Agustus kematian babi tidak banyak sekitar 500 ekor yang mati, kemudian di akhir Desember 2020 sampai awal tahun 2021 kematian babi karena ASF cukup tinggi, penyebaran sangat meluas di seluruh kabupaten Flores Timur”, paparnya dalam bimtek peningkatan kapasitas petani dan Penyuluh di Kabupaten Flores Timur, di Hotel Asa, Jumat pekan lalu.
Dari data yang ada, jelas Simon Nani, ternak babi yang mati akibat ASF mencapai 35-40 persen. Sehingga dari populasi ternak babi yang ada di Flores Timur, masyarakat mengalami kerugian cukup tinggi.
“Upaya kami, karena ASF ini belum ada obat atau vaksin maka upaya kami adalah mengutamakan biosecurity dimana kami meminta para peternak agar menjaga kebersihan kandang, sanitasi kandang, kemudian juga perilaku peternak untuk tidak membuang bangkai, juga tidak memakan daging dari babi yang tidak sehat”, ujar Simon Nani.
Dijelaskan, upaya lain adalah meminta para peternak untuk melakukan desinfektan di kandang, menyemprot kadang supaya kandang terbebas dari virus ASF dan bibit penyakit lainnya.
“Kami senang sekali dengan kegiatan Bimtek hari ini dimana para peserta sebagi besar adalah peternak dan petani, kemudian penyuluh pertanian dan peternakan, kita berharap kita ada dalam sinergi yang cukup baik, sehingga peternak kita juga mengetahui upaya apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit ini, kemudian teman-teman penyuluh semoga mereka lebih diperkaya dengan pengetahuan, informasi dalam bimtek ini agar informasi ini bisa sampai ke masyarakat”, tandasnya.
Sementara itu, drh. Mutya Fadhila dari Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang menegaskan bahwa African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi dan bertahan hidup di lingkungan yang dapat ditangani dengan desinfektan yang tepat.
Mutya Fadhila juga menjelaskan, selain desinfektan yang tepat juga perlu biosecurity yang ketat. Biosecurity bertujuan agar virus ASF tidak masuk ke ternak babi.
“Biosecurity itu seperti lalu lintas orang, mobil seperti keluar masuk kandang, karena manusia berperan besar dalam penularan ASF, misalnya kita datang ke kandang dan ke kandang berikutnya dengan tidak mencuci tangan, tidak mengganti baju dan melepas sepatu, maka kita berpotensi menularkan virus ASF ke ternak kita yang ada di kandang lainnya”, ungkapnya.
Menurutnya, ASF ini memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan penyakit kolera, bedanya dia punya kemampuan untuk menginfeksi itu 100 persen, ketika satu babi terkena virus ASF otomatis semua babi di kandang terkena ASF, kalau kolera dia butuh waktu yang agak panjang untuk sampai hewannya mati, tetapi kalau ASF itu cepat. Ia juga berharap, setelah adanya bimtek, para peserta bisa memperketat bio security pada ternak babi, juga peserta menjaga lalu lintas dari daerah wabah, serta para peserta bimtek memulai untuk berternak babi dengan tetap memperhatikan kebersihan kandang agar kasus ASF tidak kembali terjadi. (Yurgo Purab)