Aksinews.id/Kupang – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTT yang kini menjadi Dekan Fakultas Tehnik Universitas Citra Bangsa (UCB), Dr. Ir. Andre W. Koreh, ST, IPM, ASEAN Eng., mengingatkan agar para pemimpin negeri ini tidak mengambil dari rakyat. Apalagi, kalau sampai merampok.
Hal itu disampaikan Andre Koreh ketika memberikan kuliah umum bertajuk “Praktek Korupsi dalam Proyek Konstruksi dan Strategi Ideal Pemberantasannya di NTT” di Aula UCB Kota Kupang, Sabtu (27/5/2023).
Andre yang malang melintang di birokrasi, sejak di Kabupaten Kupang hingga Pemerintah Provinsi NTT, ini cukup memahami seluk beluk pelaksanaan proyek konstruksi. Dia berharap agar para pelaku jasa konstruksi dapat memberikan jasa konstruksi yang profesional dan handal.
Ya, “Pelaku jasa konstruksi harus bisa memberi jasa konstruksi yang profesional dan handal. Kalau Anda diberi kekuasaan, konsep kekuasaan itu adalah memberi. Anda memberi apa? Kalau Anda pemimpin, Anda beri apa untuk rakyat yang memilih Anda? Bukan Anda pakai rakyat untuk pilih Anda kemudian Anda punya kuasa, lalu ambil dari rakyat atas nama rakyat. Itulah yang saya bilang secara ekstrim, mind set-nya harus memberi bukan mengambil. Bahkan merampok,” kritik Andre Koreh.
Andre Koreh kemudian menyoroti dugaan korupsi dalam kasus proyek BTS Kemenkominfo yang mencapai 80 persen dari total dana proyek. Ia mengaku prihatin jika dugaan sebesar itu bisa dibuktikan dalam persidangan.
Ya, “Kalau itu betul, 80 persen (dari dana yang dicairkan, red) itu gila. Asli merampok. Kalau itu disidangkan dan terbukti 80 persen itu dikorupsi secara sah dan meyakinkan, maka saya bilang bangsa kita dalam kondisi sakit parah. Sangat memprihatinkan,” tandasnya.
Perilaku korupsi, lanjut mantan Kabid Cipta Karya DPU NTT ini, sudah terjadi secara sistimatis, terstruktur, dan masiv (STM) di segala lini. “Saat rezim orde baru, korupsi dilakukan oleh Soeharto dan kroninya. Tapi di Orde Reformasi dengan semangat otonomi daerah, korupsi justru dilakukan hampir di semua lini usaha dan birokrasi. Ini yang memprihatinkan,” ungkapnya.
Menurut Andre Koreh, ada 9 (sembilan) Strategi Ideal Pemberantasan Korupsi yang dapat diaplikasikan di dunia Jasa Konstruksi, antara lain:
Pertama, Komitmen Pimpinan untuk Memberantas Korupsi. “Bapak/Ibu, kalau pimpinan ada tidak komit, anda kerja untuk tunggu waktu kapan anda ‘ditendang’ saja. Kalau pimpinan punya komitmen memberantas korupsi, anda kerja enak. Tapi yang terjadi, istilah saya, omong lain bikin lain. Saya anti korupsi, dimulut … tapi di kaki dan tangan siapa yang tahu?” kritiknya lagi.
Kedua, Ciptakan Budaya Anti Korupsi. “Kita harus lawan korupsi dengan budaya anti korupsi. Korupsi itu kejahatan bukan budaya karena itu harus kita lawan dengan budaya anti korupsi,” tandasnya.
Ketiga, Mindset masyarakat/pelaku jasa konstruksi adalah memberi dan bukan mengambil.
Dia menegaskan bahwa konsepnya dalam pengembangan jasa konstruksi di NTT, siapapun pelaku jasa konstruksinya, harus memulai dari konsep dasarnya adalah memberi jasa konstruksi yang baik.
“Kalau dia pimpinan maka dia harus datang dengan konsep memberi, bukan mengambil. Apalagi dia merampok. Itu tentunya bukan sesuatu yang dicita-citakan di negeri ini untuk bisa melahirkan jasa konstruksi yang handal dan dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif,” paparnya.
Hal tersebut, lanjut Andre Koreh, tidak dapat biarkan karena akan menjadi titik lemah bagi pembangunan di NTT. “Bukan tidak mungkin jasa konstruksi akan menjadi titik lemah dari pembangunan di daerah ini. Proyek dikerjakan asal-asalan oleh para pelaku jasa kontruksi yang tidak profesional. Orientasinya hanya sekedar membangun proyek, bukan untuk memberikan pertumbuhan/perkembangan kepada masyarakat. Tentu ini perlu dikoreksi,” tegasnya.
Andre Koreh menjelaskan, jika fenomena jasa konstruksi di NTT tidak tumbuh sebagai jasa kontruksi yang profesional, maka sektor jasa konstruksi tidak hanya akan bertumbuh sebagai sektor yang punya peran dominan dalam pembangunan tapi juga berkontribusi terhadap perilaku tindak pidana korupsi di daerah ini.
Dimintai tanggapannya tentang kasus-kasus korupsi di NTT, Andre mengatakan, ia tidak dapat memberikan tanggapannya secara kasuistik sebagai suatu fenomena. “Jadi saya tidak masuk di kasus, ada banyak kasus seperti disebutkan tadi di Kupang, di Lembata dan di setiap daerah, tapi ujung-ujungnya hanya kolusi, suap, curang, lalai. Ada niat untuk melakukan upaya-upaya korupsi. Kalau ada niat dan merugikan keuangan negara maka harus ditindak,” tegasnya.
Andre Koreh menjelaskan, terselenggaranya Kuliah Umum tersebut datang dari keprihatinan bahwa sektor jasa konstruksi rawan Tipikor. “Karena korupsi merupakan persoalan yang kompleks sekali bukan hanya jasa konstruksi tapi di semua sektor dan menjadi persoalan bangsa. Pemahaman saya, persoalan bangsa ini ada 2, yakni KKN harus kita lawan bersama. Kedua yakni intoleransi yang mengancam keberadaan bangsa ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, Fakultas Teknik UCB Kupang berusaha mengajak mahasiswa/i yang saat ini sedang belajar jasa konstruksi untuk membangun budaya anti korupsi sejak dini. “Kita mulai dari pendidikan sebagai bagian dari pencegahan dini. Jadi mahasiswa tidak saja belajar konstruksi tapi sejak awal sudah ditanamkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan kebenaran. Nilai-nilai ini tidak sekedar teori tapi harus bisa mereka praktekan dalam kehidupan keseharian,” harap Andre Koreh.
Oleh karena itu, papar dia, pihaknya sebagai akademisi, baik para dosen maupun mahasiswa berupaya melakukan pencegahan. “Kita juga harapkan adanya penindakan-penindakan dari aparat penegak hukum tanpa tebang pilih untuk memberikan efek jera kepada pelaku. Di situ masyarakat juga kita harapkan punya budaya inklusi. Kalau hanya dikerjakan oleh sekelompok masyarakat saja maka sulit untuk memberantas korupsi. Itulah sebabnya mengapa kami mulai mengedukasi,” jelasnya, seperti dilansir Citra Nusa Online.Com. (*/AN-01)