Anselmus Dore Woho Atasoge
Alumnus SMA Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng
Keuskupan Larantuka kembali ‘berduka’ setelah salah seorang imamnya. RD Siprianus Sande menghembuskan nafas terakhirnya di RS Kewapante Maumere, Senin, 15 Mei 2023, pukul 01.30 WITA.
Pasca kepergiannya, sejumlah teman memberi kabar, serentak pula menyisihkan kesan tentang masa-masa pembinaan dan pendidikan bersama dan dalam asuhan beliau, baik saat berada di Seminari Tinggi Santu Petrus Ritapiret, Seminari San Dominggo Hokeng maupun di Istana Keuskupan Larantuka, San Dominggo.
“Orang baik. Kotbahnya praktis. Model pembinaannya kepada para frater juga praktis. Beri ruang kebebasan bagi para frater untuk mengekspresikan diri dalam ranah pembentukan diri calon imam. Tidak biasa menyusahkan orang lain. Kalaupun Romo harus marah, Beliau akan gunakan cara yang paling humanis. Beliau sangat sederhana,” tegas Alvares Keupung, salah seorang alumni Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret.
Jelang Tri Hari Suci 2023 lalu, RD Sipri Sande menulis sebuah renungan singkat yang beliau teruskan melalui whatsapp kepada para kenalanannya. Berikut petikan renungan tersebut.
“Injil menampilkan perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Ini perjamuan yang sangat istimewa. Siapa menduga ini adalah perjamuan terakhir? Orang tidak sangka ini perjamuan terakhir antara Yesus dengan para murid.
……Setelah itu Yesus ditangkap karena kerja sama licik dan jahat antara Yudas Iskariot dengan para pembenci dan musuhNya: orang Farisi dan Ahli Taurat. Sungguh suatu komplotan yang komplit dan kompleks sampai tak terduga oleh para murid. Yudas dipercaya penuh urus ekonomi, pegang pundi-pundi. Yesus dan para murid tidak kelaparan. Relasinya dengan para wanita kaya sudah jelas sangat membantu……
Namun percakapan dalam perjamuan tampak cukup jelas siapa pengkhianat. Namun, Yesus tak buka rahasia. Para murid pun tidak sembarang menuduh. Pada waktunya semua terbuka dengan segala akibatnya. Biar begitu, Gereja tetap ada….
Tuhan pimpin Gereja kita. Dia sayang dan jaga kita selamanya”.
Bahasa tulisannya sederhana, membuat siapa saja mudah memahaminya. RD Sipri, sejauh yang saya kenal, selalu menyederhakan yang sulit-sulit. Beliau tahu siapa yang beliau sedang hadapi, siapa yang mendengarkan pembicaraannya, siapa yang membaca tulisannya.
Meski begitu, bahasanya amat komunikatif, membuat siapa saja merasa tersentuh, masuk kedalam isi permenungannya, memahaminya dan berbalik arah jika apa yang beliau minta berisi ajakan untuk mengubah diri, kembali ke jalan yang benar, berbaik sangka, berpikiran positif dan lain sebagainya.
Saat paskah 2023 kemarin, beliau mengirim pesan kepada seorang pastor yang sedang bertugas di Keuskupan Padang, Sumatera Barat. Begini isi pesannya:
“Selamat pesta paskah saudara-saudari. Ini hal manusiawi sekali bahwa pada tiap perayaan besar Gereja (paskah dan natal), ada di antara para imam, suster, bruder, frater yang meninggal dunia. Kadang pikiran ini datang juga pada diriku. Saya serahkan diriku kepada Tuhan apa rencanaNya atas diriku dan para imam, bruder, frater yang sakit. Akhirnya, saya menghayati pesan Paus St Yohanes Paulus II: Totus Tuus, semua diriku milikmu Bunda. Mohon doa dan berkat.”
Ini memang bukan ramalan beliau tentang dirinya. Lebih dari itu, pernyataannya merupakan sebuah keyakinan beliau tentang apa yang diimaninya. Beliau studi di Roma, Italia, dengan spesifikasi spiritualitas. Tentang dunia spiritualitas, beliau adalah pakarnya. Namun, kepakaran beliau tidak ‘tinggal diam dalam otaknya’. Beliau tahu banyak tentang pelbagai hal spiritualitas dan beliau juga dengan sangat tekun menghayati dalam hidup apa yang beliau tahu dan ajarkan kepada kami.
Semua mereka yang kenal baik beliau dan terutama yang pernah alami secara langsung hidup bersama beliau, mendapat sentuhan tangan dan kasih sayangnya, tentu sepakat dengan apa yang saya katakan ini. Tak ada jurang antara apa yang diketahuinya sebagai kebenaran imannya dengan apa yang dilakukannya. Selalu ada persesuaian antara isi intelek, isi iman dan praksis hidupnya.
Kata-kata “semua diriku milikmu Bunda”, bagi saya menjadi sebuah rangkuman eksistensi spritualitas yang dihidupinya. Di setiap perjumpaan dengan beliau, Rosario dan Brevir tak pernah tak ‘digendongnya’. Keduanya selalu mengapitinya.
Pada perjumpaan di ruang kerjanya pun, keduanya selalu tampak. Saat beberapa kali saya menemui beliau di Istana Keuskupan di San Dominggo, pesan yang selalu beliau tuturkan: “Jangan lupa dengan hidup doa!”
Refleksi dan permenungan yang beliau tulis dan atau sampaikan via channel youtube Komsos Keuskupan Larantuka menyiratkan kecintaannya kepada Sang Bunda Maria, Ibunda Yesus. Misalnya, dalam laman www.kitakatolik.com, edisi 8 Oktober 2022, beliau menulis:
“Maria telah mendengarkan dan memelihara Firman Allah. Maria telah mendengarkan firman Allah dan mentaati kehendak dan rencana Allah. Dia bahkan menyatakan diri sebagai hamba Allah yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah. Maria merasa Bahagia karena taat kepada kehendak Allah. Firman Allah terlaksana dalam diri Maria. Karya Allah terpenuhi. Dan, Maria merasa bahagia. Maria juga merasakan bahwa orang banyak, dari generasi ke generasi mengakui dia berbahagia. Kita memohon kepada Maria membantu kita untuk meniru teladannya dengan menjadi pendengar dan pelaksana firman Tuhan. Firman Tuhan menuntun hidup kita dan menjadi pedoman tingkah langkah kita agar melakukan hal-hal yang baik dan mengelakkan hal-hal yang jahat.”
Sapaan beliau melalui pesan WA di atas tentu bukan ‘pesan terakhir’ yang menyudahi relasi RD Sipri dengan siapa saja yang mengenalnya. Pesan itu sekiranya menjadi titian baru bagi kita untuk melanjutkan spiritualitas yang telah dihidupkannya hingga ajal menjemputnya.
Demikian pun ajakan terakhir dari permenungannya tentang Sang Bunda: “melakukan hal-hal yang baik dan mengelakkan hal-hal yang jahat”. Kata-kata ini seakan meneguhkan salah satu idealisme dari pilar moderasi beragama di Indonesia, yakni ‘moderasi gerakan’.
Moderasi beragama mengandung makna sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Gagasan ini berikhtiar untuk menghindarkan seseorang dan sekelompok orang dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama.
Sementara itu, moderasi gerakan bertujuan untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan; melakukan kebaikan, dan dengan cara yang baik pula, bukan sebaliknya, mencegah kemunkaran dengan cara melakukan kemunkaran baru dalam bentuk kekerasan.
Selamat jalan Tuan Sipri, Bapak yang rendah hati, Bapak yang empunya hati yang mendengarkan keluh-kesah siapa saja yang pernah mendatangimu. Bantulah kami untuk menekuni lorong-lorong spiritualitas kami dengan berkatmu dari surga kekal! ***