Aksinews.id/Lewoleba – Upaya aparat Polres Lembata mengungkap kasus pengeroyokan dan penganiayaan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Yosep Kefaso Bala Lata Lejap alias Balbo masih juga menampakkan kejanggalan. Saksi kunci yang telah ‘membantu’ penyidik menemukan pelaku pengeroyokan malah ditetapkan jadi tersangka.
Anehnya lagi, warga sipil berinisial PD, yang menjadi saksi dan telah membantu penyidik itu malah dijaring dengan pasal yang sama dengan enam tersangka lainnya, yang adalah anggota Polres Lembata. Semua ditetapkan jadi tersangka dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Padahal, PD tidak datang bersama ‘gerombolan’ oknum polisi yang mencari dan menganiaya Balbo.
Ia justeru membantu polisi untuk ‘mengamankan’ Balbo. PD mengira Balbo adalah buronan yang hendak diciduk aparat kepolisian. Sehingga ia pun menampar Balbo. Boleh jadi, tamparan itulah yang dijadikan alasan untuk menetapkan PD sebagai tersangka.
Inilah yang bikin keluarga korban kecewa dengan tindakan aparat Polres Lembata. Apalagi, sampai saat ini baru enam orang anggota Polres Lembata yang ditetapkan sebagai tersangka. Pelaku lainnya sama sekali tak tersentuh. Bahkan, yang sudah dijadikan tersangka pun tidak ditahan.
Alhasil, Selasa (21/2/2023) malam, saat aparat polisi hendak menjemput paksa PD di rumah barunya, di kawasan Wangatoa Atas, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, keluarga korban rame-rame berusaha ‘melindungi’ PD. Mereka sama sekali tak mengerti atas dasar apa, PD dijadikan sebagai tersangka, yang seolah-olah ia menjadi bagian dari gerombolan yang mengeroyok dan menganiaya Balbo.
Keluarga korban, Blasius Yosep Labi Tolok, SH.,M.Si yang hadir di rumah baru PD seusai beberapa anggota Polres Lembata mendatanginya, mengecam upaya polisi menjemput paksa PD. Dikatakan, PD hadir dalam peristiwa pengeroyokan Balbo karena terjadi persis di depan rumah lamanya, depan Koperasi Pintu Air. Justeru PD yang berusaha melerai aksi pengeroyokan dan penganiayaan itu. PD sempat menampar korban, sebab ia berpikir korban adalah buronan polisi.
Blasius Tolok mengutuk keras upaya paksa Polres Lembata yang ingin menjemput paksa PD. Sebab menurut dia, sebagian pelaku sebagaimana keterangan para saksi, belum ada upaya yang baik untuk diamankan bahkan diproses.
“Mereka saja belum tetapkan sebagai tersangka, yang tersangka juga belum diamankan, tapi kenapa mereka datang mau tangkap Bapa (PD),” ujar Blasius.
“Kami merasa diremehkan bahkan dilecehkan. Sebab dari awal, PD sudah membantu membongkar kasus ini. Namun tiba-tiba, PD ikut ditersangkakan dengan pasal 170 KUHP, yakni pengeroyokan. Penerapan pasal ini seolah PD merupakan bagian dari gerombolan polisi itu, yang jelas-jelas berniat mengeroyok korban. Padahal niat mereka berbeda. PD ada malam itu karena kejadiannya tepat di rumah PD. Sedangkan gerombolan itu datang ke rumah PD dan mengeroyok korban,” ungkap Blasius Tolok, kesal.
Sebagaimana yang disampaikan oleh PD saat bertemu Wakapolda NTT, bahwa saat itu, ada polisi senior yang ada di TKP. Mereka juga harus ditetapkan sebagai tersangka karena mereka ikut dalam rombongan itu.
“Mereka itu senior, bila mereka tidak memiliki niat yang sama, maka mereka seharusnya melarang juniornya untuk tidak bertindak brutal. Masalahnya pengeroyokan itu terjadi dan mereka membiarkan itu. Artinya mereka punya niat jahat dan mereka harus dikenai dengan pasal 55 KUHP yakni ikut serta,” ungkap Blasisus.
Sebagai keluarga, imbuh dia, “Kami berharap agar penyidik fokus dan serius untuk mengungkap siapa-siapa yang berperan dalam kasus pengeroyokan ini”.
Koordinator Bentara Kemanusian untuk Keadilan (Bekuk), Yosep Ladjar mengutuk keras tindak Polres Lembata yang sejak awal selalu menciptakan rasa ketidakadilan bagi masyarakat.
Untuk itu, Bekuk meminta agar Kapolda NTT segera mencopot Kapolres Lembata dari jabatanya. Beberapa tahun terakhir, Lembata sudah cukup damai dengan gejolak politik hukum yang terjadi sebelumnya.
“Kasus ini telah mengusik kembali kedamaian kami di Lembata. Sebab kami seperti melawan sebuah institusi yang seharusnya melindungi kami dan memberikan rasa aman dan nyaman,” tandasnya.
Di tempat lain, masyarakat umumnya takut dengan aksi perampokan, pembegalan, di Lembata masyarakat jadi sangat takut dengan polisi.
“Untuk mengembalikan rasa aman dan nyaman di masyarakat maka kami meminta kepada Kapolda NTT untuk mencopot Kapolres Lembata,” ujarnya.
“Agar tidak mengkriminalisasi saksi yang sudah berupaya membongkar kasus ini. Jika tidak, kedepannya masyarakat merasa takut menjadi saksi dalam sebuah peristiwa hukum,” tambahnya.
Lanjut Yosep, Bekuk mengajak masyarakat Lembata untuk aktif menyuarakan kasus ini agar dapat ditindak dengan jujur sehingga dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Bekuk pun berharap untuk masyarakat Lembata terlibat dalam aksi yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Masyarakat mesti menyadari, bahwa tindakan yang dilakukan terhadap PD merupakan tindakan kriminalisasi terhadap warga sipil. “Artinya kita sebenarnya pada posisi tidak bersalah, tapi untuk kepentingan lain, dipaksakan jadi bersalah. Ini harus disadari, dan dilawan agar jangan dijadikan kebiasaan buruk para APH,” tutup Yosep.(*/AN-01)