Aksinews.id/Lewoleba – Korupsi di Indonesia menjadi catatan kritis lembaga-lembaga donor internasional. Begitu juga, dengan persoalan transparansi pengelolaan anggaran. Dua hal itu menjadi perhatian serius lembaga donor internasional.
Perwakilan Global Youth Panel asal Indonesia Yoris Wutun menemukan hal itu ketika menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Pendanaan Pendidikan Pada Situasi Darurat oleh Education Cannot Wait (ECW) di Kota Jenewa, Swiss, Jumat, 17 Februari 2023.
Putra desa Paubokol, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata ini menjadi salah satu pembicara dalam forum yang dihadiri 600 orang dari berbagai negara di Jenewa, Swiss. Dia menemukan bagaimana pandangan lembaga donor internasional terhadap Indonesia.
Indonesia, kata Yoris, rupanya mendapat catatan kritis dari lembaga donor internasional karena korupsi dan tidak transparan dalam mengelola dana dari lembaga donor internasional
Ya, “Seringkali terjadi situasi krisis dana dana dikorupsi. Jadi kita juga bicarakan transparansi karena Indonesia jadi catatan kritis karena pertanggungjawaban kepada lembaga donor tidak transparan akibat korupsi,” ungkap Yoris Wutun saat dihubungi dari Indonesia, Sabtu, 18 Februari 2023.
Pada kesempatan itu, Yoris dan beberapa perwakilan kaum muda dari negara lain menyuarakan pentingnya pelibatan kaum muda dalam proses perancangan kebijakan negara tentang perubahan iklim.
Di Indonesia, hampir tidak ada pelibatan kaum muda dalam proses perancangan kebijakan negara tentang isu perubahan iklim.
Jadi, pada kesempatan itu, Yoris dan Global Youth Panel dari negara lain mendesak secara internasional negara negara melibatkan kaum muda dalam perancangan kebijakan tersebut.
“Jadi dalam forum ini, negara-negara donor juga berbicara soal kerja sama pemerintah dan NGO (Non Government Organization) termasuk NGO lokal,” katanya.
Yoris dan perwakilan kaum muda dalam forum itu juga sudah melakukan deklarasi (call to action) investasi di bidang pendidikan yang resilien; membangun komunitas anak muda/komunitas akar rumput yang tangguh terhadap perubahan iklim, paham pendidikan berperspektif gender dan kelompok rentan.
“Kita pastikan dana funding itu tepat sasaran kepada mereka yang membutuhkan termasuk akuntabel dan transparan,” tambah Yoris yang dalam forum tersebut juga mengungkap pengalamannya di Kabupaten Lembata saat bencana badai siklon Seroja.
Menurut dia, dalam forum tersebut, total dana yang dikumpulkan untuk kepentingan pendidikan darurat secara global mencapai 826.360.000 USD atau setara 14 triliun rupiah. Dana tersebut berasal dari lembaga donor internasional, privat sektor dan kementerian-kementerian pembangunan negara-negara Eropa Barat, AS dan Kanada.
Untuk diketahui, Education Cannot Wait (ECW) merupakan Lembaga Pendanaan PBB untuk Pendidikan Pada Situasi Darurat dan Krisis Berkepanjangan (education in emergencies and protracted crises). (*AN-01)