Kupang – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang menyatakan duka cita mendalam atas penahanan Advokat Senior di Kota Kupang, Ali Antonius, SH, MH oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Pasalnya, Advokasi Ali Antonius sedang menjalankan tugas profesi sebagai advokat berdasar surat kuasa yang sah dari kliennya.
Ya, “Atas nama LKBH Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang turut berduka cita atas kasus yang menimpa advokat Ali Antonius, SH, MH berupa penahanan karena telah menciderai UU advokat dan hukum dalam arti yang seluas-luasnya”, ungkap Ketua LKBH Fakultas Hukum Undana Kupang, Husni Kusuma Dinata, SH., M.H. dalam press releasenya yang diterima aksinews.id, Kamis (18/2/2021) malam.
“Lain hal jika Ali Antonius, S.H., M.H secara personal atau pribadi tapi dalam hal ini advokat Ali Antonius sedang menjalankan tugas profesi sesuai kuasa yang sah, olehnya melekat dalam diri Ali Antonius, S.H., M.H adalah profesi advokat yang sedang menjalankan kuasa yang sah dari klien berdasar UU. Penahanan advokat berbeda makna dengan penahanan pada diri pribadi Ali Antonius, S.H., M.H”, tandasnya.
Advokat Ali Antonius, S.H., M.H. resmi ditahan Kejaksaan Tinggi NTT dengan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Nomor: PRINT-HAN-21/N.3.5/Fd.1/022021 tanggal 18 Februari 2021 yang ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus M. Ilham Samuda, SH, MH selama 20 hari terhitung sejak tanggal 18 Februari 2021 sampai dengan 9 Maret 2021.
Ali Antonius ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam Pengelolaan Aset Tanah Pemerintah Daerah kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektar yang terletak di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, kecamatan Komodo, kabupaten Manggarai Barat sebagaimana diatur dalam Pertama: Pasal 21 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi atau Kedua: dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-undang RI Nomor; 31 Tahun 1999 junto Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi berdasar Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Nomor; Print-20/N.3/Fd.1/02/2021 tanggal 11 Februari 2021 atas nama tersangka ZULKARNAIN DJUDJE dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Nomor: Print-21/N.3/Fd.1/02/2021 tanggal 11 Februari 2021 atas nama tersangka Harum Fransiskus.
Menurut Husni, advokat Ali Antonius ditahan saat sedang menjalankan tugas profesi advokat berdasar surat kuasa yang sah dari kliennya. “Berdasar Pasal 16 UU Nomor; 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan; Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang Pengadilan. Syarat dari pasal 16 ini adalah harus adanya surat kuasa yang dijalankan secara sah oleh advokat. Sepanjang sedang menjalankan kuasa yang sah maka berlaku Pasal 16 UU Advokat, yakni advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana”, tegas pakar hukum Undana Kupang ini.
Advokat Ali Antonius diduga mempengaruhi saksi dalam memberikan keterangan palsu terkait perkara pengalihan asset tanah Pemda di Labuan Bajo. “Sesuai Pasal 17 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan: Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika advokat menggali dan atau menghimpun informasi dari saksi-saksi dan atau mengumpulkan data dan atau dokumen berupa surat-surat dari para saksi adalah bahagian dalam menjalankan tugas profesi advokat sesuai Pasal 17 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Profesi advokat tunduk pada UU Advokat, sama dengan Jaksa tunduk pada UU Kejaksaan RI, Hakim tunduk pada UU Kehakiman, Polisi tunduk pada UU Kepolisian RI”, tegas Husni.
Dia menilai penahanan advokat Ali Antonius dalam menjalankan kuasa yang sah menurut UU sebagai pukulan bagi para advokat. “UU advokat yang diundangkan dalam lembaran Negara RI tidak menjadi acuan dalam melihat perbuatan seorang advokat. Karena tindakan berupa penahanan yang dilakukan pada advokat Ali Antonius adalah disaat ia sedang menjalankan kuasa yang sah dari klien yang dilindungi UU”, ungkap Husni.
Dia menegaskan bahwa advokat adalah penegak hukum yang sejajar dengan penegak hukum lainnya berdasar ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. “Olehnya antar penegak hukum, idealnya saling menghargai, saling melengkapi, saling menguatkan antar satu dengan yang lain; Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat yang bertugas sesuai fungsi masing-masing.”
“Hal yang dialami advokat Ali Antonius, S.H., M.H di saat sedang menjalankan tugas profesi yang sah perlu disikapi secara sungguh-sungguh oleh semua pihak, karena tidak menutup kemungkinan penegak hukum lain diperlakukan sama disaat ia sedang menjalankan perintah jabatan. Advokat di saat menjalankan kuasa yang sah dari klien adalah sama dengan penegak hukum lain yang sedang menjalankan perintah jabatan atau tugas. Dalam profesi advokat, klien adalah atasannya,” tandas Husni Kusuma Dinata.
Ditegaskan bahwa Profesi Advokat adalah profesi bebas dan mandiri. “Secara konseptual, profesi Advokat suatu pekerjaan hukum berdasarkan keahlian untuk melayani masyarakat secara independen dengan batasan Kode Etik Profesi, olehnya perbuatan dan tingkah laku advokat diawasi oleh dewan kehormatan. Advokat hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasar perjanjian yang bebas, baik tertulis ataupun tidak. Olehnya profesi advokat disebut bebas dan mandiri berdasar UU No. 18 tahun 2003,” jelas Husni Kusuma Dinata.
Kode etik profesi advokat, urai dia, dijalankan berdasar Pasal 33 jo. Pasal 26 ayat 1, 4, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggungjawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi advokat mengandung unsur pidana dalam proses mengadilinya (vide pasal 26 ayat (6) UU Advokat.
“Olehnya pemeriksaan kepada advokat yang sedang menjalankan tugas profesi yang sah maka berdasar UU advokat harus menunda hingga pemeriksaan terhadap Advokat tersebut selesai dan adanya putusan Dewan Kehormatan profesi advokat dalam memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat tersebut. Jika terdapat pelanggaran kode etik dan mengandung unsur pidana, maka organisasi advokat menyerahkan advokat tersebut kepada Penegak Hukum untuk diperiksa lebih lanjut sesuai kewenangan yang diberikan UU,” urai Husni Kusuma Dinata.
Dia juga menyebut, Advokat sebagai profesi yang mulia, dan dijalankan dengan penuh tanggungjawab berdasar Surat Kuasa yang sah dari klien dalam rangka pembangunan hukum. “Olehnya profesi ini dijalankan secara professional. Dengan adanya kasus yang menimpa advokat Ali Antonius, SH, MH di saat sedang menjalankan kuasa yang sah, maka segenap advokat perlu memikirkan dan berjuang sebaik mungkin tanpa ada sekat-sekat diantara para advokat”, tandasnya.
Dia mengingatkan bahwa profesi advokat merupakan satu subyek dalam sistem hukum. “Di saat tanggungjawab negara dalam mengatur kehidupan warga bangsa semakin berkurang, pada saat bersamaan peran profesi sebagai pranata masyarakat terus meningkat, sejalan beriring. Status dan peran yang besar menuntut tanggungjawab yang besar pula. Tanggungjawab yang besar menuntut keahlian yang tinggi. Pada sisi ini, advokat sangat dibutuhkan oleh Negara dalam pembangunan hukum dalam arti seluas-luasnya”, ungkan Husni Kusuma Dinata.(*/fre)