Aksinews.id/Sampang – Video pengakuan siswa SDN Darma Camplong III, Pulau Madura, Propinsi Jawa Timur, pekan lalu, terlalu tidak benar alias hoax. Video pengakuan siswa yang terancam diculik itu dibantah kembali.
Video itu dibuat oleh kepala sekolah. Tujuannya, disebar di kalangan guru agar waspada. Tapi, video itu ‘bocor’ ke publik dan menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa. Karenanya, aparat kepolisian Kabupaten Sampang memanggil kepala sekolah yang memviralkan kabar penculikan anak melalui pengakuan seorang siswa di sekolah itu.
Kasi Humas Polres Sampang Ipda Sujianto membenarkan bahwa polisi memanggil Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Darma Camplong III. “Pemanggilan terkait video pengakuan penculikan oleh salah seorang siswa di sekolah itu,” katanya, di Sampang, Jumat, 4 Februari 2023.
Sujianto menuturkan dalam beberapa hari terakhir ini beredar video pengakuan siswa SDN Darma Camplong III di Dharma Camplong, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Video yang direkam oleh kepala sekolah itu menjadi viral dan meresahkan para orang tua di Kabupaten Sampang karena menganggap penculikan anak benar-benar terjadi di daerah itu.
“Berdasarkan video yang beredar itu, Polres Sampang langsung menginstruksikan Polsek Camplong untuk menelusuri kebenaran kabar tersebut,” katanya.
Polisi mendatangi langsung rumah siswa di Camplong dan meminta penjelasan kepada sejumlah guru serta kepala sekolah.
Hasil konfirmasi petugas menyebutkan bahwa siswa itu mengaku hendak diculik oleh seseorang dan dia berhasil kabur karena terlambat datang ke sekolah.
“Oleh kepala sekolah, pengakuan anak tersebut direkam dan akhirnya viral di media sosial, terutama pada aplikasi WhatsApp,” kata Sujianto.
Kepala SDN Darma Camplong III, Jamali mengaku rekaman video tentang pengakuan siswanya itu sebenarnya untuk kepentingan internal sekolah agar para orang tua siswa dan guru di sekolah itu meningkatkan kewaspadaan. “Saya tidak tahu kenapa video tentang pengakuan siswa itu malah beredar luas dan menjadi viral,” ucap Jamali.
Untuk itu, dia meminta maaf kepada polisi dan masyarakat atas viralnya video itu dan mengklarifikasi bahwa kasus penculikan anak di Sampang tidak ada. Pengakuan yang disampaikan oleh siswanya itu juga tidak benar.
Sementara itu, dari Yogyakarta dilaporkan bahwa Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengintensifkan kembali program 1 sekolah 2 polisi. Program yang pernah dilaksanakan ini sempat terhenti karena kondisi tertentu dan banyaknya kegiatan lainnya.
Ya, “Program 1 sekolah 2 polisi bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap guru-guru di lingkungan sekolah agar dapat menginformasikan kepada peserta didiknya untuk meningkatkan kewaspadaan selain juga memberikan rasa aman terhadap masyarakat,” kata Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto.
Ia mengatakan meskipun belum ada kejadian penculikan anak di wilayah DIY, tapi penting bagi seluruh aparat untuk melakukan tindakan pencegahan.
“Kita perlu mewaspadai bersama terkait maraknya penculikan anak dengan mengaktifkan Kembali program 1 sekolah 2 polisi mudah-mudahan hal-hal yang kita tidak inginkan ini dapat dihindari,” ujar Yuliyanto.
Ia mengingatkan seandainya ada oknum yang dicurigai akan melakukan tindak penculikan anak sebaiknya dilaporkan ke petugas polisi. Yuliyanto menegaskan warga tidak boleh main hakim sendiri.
“Jangan sampai main hakim sendiri atau melakukan aksi pengeroyokan karena hal tersebut juga tidak dibenarkan dan merupakan perbuatan pidana melawan hukum,” ucap dia.
Ancam Pidanakan Penyebar Hoaks Penculikan Anak
Dari Mataram dilaporkan, Polda Nusa Tenggara Barat mengancam mempidanakan penyebar hoaks (berita bohong) tentang penculikan anak. Pasalnya, hoaks ini menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.
Pelaksana Harian (Plh) Kabid Humas Polda NTB Kombes Lalu Muhammad Iwan Mahardan menjelaskan, seruan itu dituangkan dalam isi maklumat nomor: MAK/1/II/2023 yang terbit pada 1 Februari 2023.
“Pesan tersebut disampaikan sesuai dengan poin keempat dalam Maklumat Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto,” tandas Iwan di Mataram.
Selain itu, ancaman pidana untuk penyebar berita bohong melalui media sosial juga disampaikan dalam Maklumat Kapolda NTB poin keempat. Hal tersebut sesuai dengan aturan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam aturan tersebut, kata dia, pelaku terancam hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Kapolda NTB pun meminta masyarakat untuk meningkatkan peran orang tua dalam pengawasan terhadap anak. Ia juga meminta orang tua untuk memberikan pengertian kepada anak agar tidak berinteraksi dengan orang tidak dikenal serta tidak menggunakan barang atau perhiasan yang mencolok hingga dapat menarik perhatian pelaku kejahatan.
“Orang tua juga diminta tidak panik dan resah menanggapi isu penculikan anak. Apabila melihat orang yang mencurigakan, agar segera melaporkan kepada RT/RW dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri. Cukup melaporkan kepada petugas kepolisian terdekat atau melalui hotline 110 dan aplikasi daring SUPER APP,” ujarnya.
Dalam maklumat, Kapolda NTB turut menyampaikan perihal ancaman pidana hukuman paling berat 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp300 juta bagi pelaku penculikan anak. Ancaman pidana tersebut sesuai aturan Pasal 76 F juncto Pasal 83 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. (medcom.id/AN-01)