Aksinews.id/Lewoleba – Ini sebuah kabar mengejutkan. Betapa tidak, HIV/AIDS ternyata telah lama menyasar kaum muda dan para ibu rumah tangga di Kabupaten Lembata. Di kabupaten ikan paus ini, sindrom penurunan kekebalan tubuh akibat serangan ‘Human Immunodeficiency Virus (HIV)’ itu kini paling banyak diderita anak muda produktif dan para ibu rumah tangga.
Kabar mengejutkan ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Tim Teknis Penanggulangan HIV/Aids Kabupaten Lembata. Rapat berlangsung di lobi Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Jumat (20/1/2023).
Hadir pada kesempatan itu, sekretaris KPAD Kabupaten Lembata, Maria Peni Duli, SST, Pengelola Program KPAD Kabupaten Lembata, Markus Kwihal, SKM, pemerhati HIV/Aids Kabupaten Lembata, Nefi Eken dan para Pengelola Program HIV/Aids di semua rumah sakit dan Puskesmas se-Kabupaten Lembata.
Dalam rapat yang dibuka oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, dr. Goerillya A.H. Noning itu, terkuak banyak data dan informasi penting terkait upaya penanggulangan HIV/Aids di Kabupaten Lembata.
“Sejak pertama kali tercatat yakni pada tahun 2008 hingga saat ini, tercatat 520 kasus HIV/ Aids yang ditemukan. Penemuan tertinggi adalah pada tahun 2018 yakni sebanyak 66 kasus,” beber Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Donatus Dudeng, SKM., M.Kes.
Lebih lanjut, lulusan Magister Epidemiologi Lapangan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta yang kini sudah di ambang masa purnabakti ini mengatakan, persoalan HIV/Aids di Kabupaten Lembata saat ini harus mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait karena sangat berpotensi menghancurkan masa depan bangsa dan daerah.
“Bagaimana daerah kita tidak hancur kalau anak muda dan ibu rumah tangga jadi incaran HIV/Aids seperti ini? Dalam lima tahun terakhir saja, ada 195 kasus pada kelompok produktif yakni yang berusia 25 sampai 49 tahun. Sementara itu, berdasarkan pekerjaan, ibu rumah tangga menempati urutan teratas yaitu sebanyak 106 kasus,” urai pria bersahaja itu.
Menanggapi hal ini, Sekretaris KPAD Kabupaten Lembata, Maria Peni Duli, SST meminta semua pihak terkait untuk bekerjasama. Menurut Srikandi yang purnabakti dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata beberapa waktu lalu itu, kerjasama dan kepedulian semua pihak adalah hal terpenting dalam upaya penanggulangan HIV/Aids di Lembata.
“Kita tidak bisa kerja sendiri. Juga tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Kita harus bekerjasama dan bekerja bersama-sama,” pintanya.
“Kepada semua adik-adik saya pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit, saya minta agar selalu bijak menghadapi para ODHA/ODHIV. Hindari stigma dan diskriminasi dalam pelayanan,” sambungnya penuh harap.
Informasi yang dihimpun media ini, sudah ada 11 klinik PDP di Kabupaten Lembata. Tiga di antaranya ada di RSUD Lewoleba, RS St. Damian dan RS Bukit Lewoleba. Sedangkan delapan lainnya tersebar di Puskesmas-puskesmas. Sebelumnya hanya terdapat dua klinik PDP yaitu di RSUD Lewoleba dan RS St. Damian. Sejak 2016 lalu, kedua klinik ini telah menangani ODHA/ODHIV asal Kabupaten Lembata.
Saat ini, ada 159 ODHIV yang sedang menjalani pengobatan Anti Retroviral (ARV). 12 di antaranya telah meninggal dunia dan 15 lainnya putus berobat (drop out) oleh karena berbagai alasan. (DK)
Terdapat 520 kasus yg ditemukan dan hanya 159 yg menjalani terapi ARV. Artinya 1) hanya sekitar 40 % ODHA/odhiv yg terbuka thdp pengobatan. Dan hanya mereka inilah yg punya kesadaran utk merawat kehidupan pribadi dan menjaga kehidupan sesamanya. 2. Yg tidak terbuka thdp pengobatan adalah yg paling potensial menjadi penyebar virus kepada kelompok rentan yakni remaja dan ibu rumah tangga. Krn itu konsolidasi lintas sektor tetap merupakan aksi strategis dlm upaya penanggulangan HIV AIDS. Sosialisasi sosialisasi melalui tokoh tokoh kunci, melibatkan ODHA/odhiv dlm rangka membangun kepercayaan diri ODHA serta mengentas sikap stigma dan diskriminasi masyarakat adlh aksi aksi urgen yg harus terus digalakkan. Penanggulangan HIV AIDS adlh upaya merawat kehidupan saat ini dan kelangsungan generasi kita