Aksinews.id/Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali melecutkan pernyataan yang menohok. Dia membongkar sosok Jenderal yang berupaya mengintervensi vonis Ferdy Sambo.
Mahfud MD mencium “gerakan bawah tanah” yang sengaja memengaruhi putusan atau vonis terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Tak tanggung-tanggung, Mahfud menyebut gerakan itu sebagai gerilya. Ada yang meminta Sambo dihukum, ada juga yang meminta Sambo dibebaskan.
Ya, “Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
“Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen,” ujar Mahfud.
Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh. Walaupun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.
Ia menegaskan, siapapun yang memiliki info terkait upaya “gerakan bawah tanah” itu untuk melapor kepadanya.
“Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten,” ucap Mahfud.
“Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan “gerakan-gerakan bawah tanah” itu,” kata dia.
Adapun lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah menjalani sidang tuntutan.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan yakni pada Senin (16/1/2023).
Kuat dituntut pidana penjara 8 tahun. Setelah Kuat, giliran Ricky Rizal atau Bripka RR yang menjalani sidang tuntutan. Sama dengan Kuat, mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Oleh jaksa, Putri dituntut pidana penjara 8 tahun.
Richard Eliezer atau Bharada E menjadi terdakwa terakhir yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023) siang. Mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 12 tahun.
Bicara Ferdy Sambo dihukum berapa tahun penjara dan situasi jelang pembacaan vonis kasus pembunuhan Brigadir J, sejumlah hal menarik akan terkuak, salah satunya dari Menkopolhukam, Mahfud MD.
Tuntutan pidana yang disampaikan jaksa penuntut umum terhadap kelima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) menuai beragam tanggapan.
Kemarin, Rabu (18/1/2023), jaksa menuntut Putri Candrawathi dan Richard Eliezer dengan hukuman masing-masing 8 tahun dan 12 tahun penjara.
Jaksa menilai keduanya terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Pada Senin (16/1/2023), jaksa menuntut Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf sebagai terdakwa dalam kasus yang sama dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Mereka dinilai terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Sedangkan pada Selasa (17/1/2023) lalu, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.
Sambo dianggap terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain itu, Sambo juga dinilai terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berbagai kalangan menyoroti tuntutan terhadap kelima terdakwa itu. Di satu sisi, tuntutan terhadap Ferdy Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat dinilai tidak sebanding dengan keterlibatan mereka dalam dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua. Sedangkan di sisi lain, tuntutan terhadap Richard dinilai terlampau berat.
Penyebabnya adalah walaupun Richard adalah pelaku yang menembak Yosua atas perintah Sambo, tetapi berkat kesaksiannya kasus yang mulanya diselimuti misteri itu bisa terungkap dan diajukan ke persidangan.
Setelah tahapan pembacaan tuntutan, masing-masing terdakwa dan kuasa hukum mereka diberikan kesempatan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) dalam persidangan selanjutnya.
Ketika proses penyampaian nota pembelaan dilalui, maka tahapan terakhir dari persidangan itu yang paling dinanti, yaitu pembacaan putusan atau vonis terhadap kelima terdakwa. Berbagai kalangan berharap hakim bisa memutuskan perkara dan menjatuhkan vonis kepada kelima terdakwa dengan adil.
Selain itu, sebagian kalangan, termasuk dari keluarga mendiang Yosua, berharap hakim bisa memberikan putusan berbeda dari tuntutan jaksa. Yakni misalnya vonis bagi Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat lebih berat dari tuntutan, serta putusan untuk Richard nantinya bisa lebih kecil dari tuntutan.
Ditambah lagi saat ini dari kelima terdakwa itu hanya Richard yang mendapatkan status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku.
Tak Terikat Tuntutan
Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, majelis hakim berwenang penuh dalam menjatuhkan putusan atau vonis dalam setiap persidangan.
Dia mengatakan, dalam sistem hukum pidana di Indonesia, majelis hakim tidak terikat dengan tuntutan jaksa penuntut umum dalam menyampaikan vonis. Artinya majelis hakim bisa saja menjatuhkan putusan lebih rendah atau bahkan lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum.
“Yang mengikat hakim adalah dakwaan, bukan tuntutan. Jadi hakim punya kebebasan dalam memutus,” kata Eva saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/1/2023).
Akan tetapi, dilihat dari fakta-fakta persidangan dalam kasus itu, Eva menilai hakim juga tidak mudah dalam menentukan vonis kepada para terdakwa, terutama kepada Richard. Sebab walaupun Richard disebut sebagai pihak yang membongkar kasus itu, posisinya adalah pelaku yang menembak Yosua.
Selain itu, vonis hakim juga bakal akan menjadi perhatian banyak pihak. “Sekaligus hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi hakim untuk membuat putusan yang baik dan berkeadilan,” ucap Eva.
Itulah tadi ulasan Ferdy Sambo dihukum berapa tahun penjara dan kabar Mahfud MD yang membongkar fakta lain jelang pembacaan vonis kasus pembunuhan Brigadir J.(tribunkaltim.com/AN-01)