Aksinews.id/Lewoleba – Tekad Yayasan Anton Enga Tifaona untuk mendirikan patung Anton Enga Tifaona di titik nol jalan Anton Enga Tifaona kelar sudah. Minggu (15/1/2023), patung setinggi 6 (enam) meter berhasil ditakhtakan di perlimaan Wangatoa, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.
Patung Anton Enga Tifaona berseragam polisi yang terbuat dari perunggu itu dikerjakan di Jogjakarta oleh pematung Dolorosa Sinaga. Patung dibawa dari Jogja melalui Surabaya, dan tiba di Lewoleba sejak tanggal 12 Januari 2023 lalu. Sebelum ditakhtakan, patung disimpan sementara di Mapolres Lembata.
Keluarga dan juga pengurus teras Forum Perjuangan Pahlawan Nasional (Forpalnas) Lembata, Yohanes Tifaona kepada Legan TV di lokasi berdirinya patung Anton Enga Tifaona, Minggu (15/1/2023), menjelaskan bahwa rencanakan patung ini akan diresmikan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
“Peresmiannya setelah misa yang dipimpin oleh Uskup Agung Kupang (Mgr. Petrus Turang),” jelas Jhon Tifaona.
Hal ini juga dibenarkan Pastor Paroki Kristus Raja Wangatoa, RD. Kristoforur Kristo Soge. Bahkan, Romo Kristo Soge sudah mengumum dalam perayaan misa di gereja Wangatoa, bahwa tanggal 27 nanti akan ada misa yang dipimpin Mgr. Petrus Turang, Uskup Agung Kupang, untuk mensyukuri berdirinya patung Anton Enga Tifaona.
Jhon Tifaona juga menjelaskan bahwa pihaknya akan menggelar seremoni adat pada tanggal 26 Januari 2023. “Jadi seremoni adat lebih dulu baru peresmiannya. Seremoni adatnya tanggal 26 sore,” jelasnya.
Almarhum Anton Enga Tifaona merupakan sosok polisi asal Nusa Tenggara Timur yang berhasil mencapai pangkat Brigader Jenderal (Brigjen).
Forum Perjuangan Pahlawan Nasional (Forpalnas) NTT sedang memperjuangan almarhum Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona sebagai salah satu pahlawan nasional atas jasanya sebagai purnawiran Polri.
Anton Enga dikenal berdedikasi tinggi dalam berbagai hal saat masih menjadi anggota Polri. Ia menduduki jabatan-jabatan penting seperti Kapolda di sejumlah daerah.
Kiprah Anton Tifaona di Bhayangkara memulai tugas awal di Kalimantan Selatan sebagai Komando Antar Daerah Kepolisian II Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Kemudian, Anton Tifaona usai menjalankan tugas 10 tahun di Kalimantan, ia dipindahkan ke Timor Timur dan menjabat sebagai Kapolda (Komandan Antar Resort) Khusus Timtim/Dantarres Khusus dengan Pangkat Kolonel Polisi atau Kombes Pol saat ini oleh Kapolri Jenderal Pol (Purn) Drs. Widodo Budidarmo.
Dalam tugasnya sebagai Kapolda, ia melakukan pendekatan integrasi dan humanis Dantares Timor Timur (1977-1979).
Anton Enga juga pernah menjabat sebagai PABAN VI Luar Negeri Jakarta – Kuala Lumpur. Bidang dan jabatan yang baru pertama kali dibentuk tahun 1979 dan menjadi asisten operasi Kapolri dan Asisten Operasi Sapujagat (1979-1983). Tugasnya adalah membangun kerjasama di Bidang Operasional antara Polisi Di Raja Malaysia (PDRM) dan Polri.
Semasa Kapolri Jenderal Pol (Purn) Hoegeng Imam Santoso mencetuskan helm, Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona yang berdiri di jalanan Kota Surabaya untuk mensosialisasikan supaya masyarakat memakai helm demi keselamatan dalam berkendaraan. Boleh dikatakan, almarhum Anton Enga yang meng-helm-kan masyarakat Indonesia dari Surabaya (1983-1985), juga konseptor “Cross System Hit and Run Operation” Operasi Pijar dan Wanalaga.
Tahun 1985, masih berpangkat Kolonel, tetapi Anton Tifaona diangkat sebagai Kapolda Maluku. Dalam menjalankan tugas sebagai Kapolda Maluku ia memperkenalkan konsep “Pengadilan Terapung” di Maluku karena wilayah itu berpulau-pulau. Sehingga sidang atas suatu kasus dilakukan di atas kapal laut yang difasilitasi Polri. Sang matahari dari Timur ini pun menerapkan Panca Siap, yaitu: Siap Diri, Siap Mako, Siap Data, Siap Siaga dan Siap Operasional.
Selepas menjabat Kapolda Maluku, Anton Enga Tifaona kembali dipercaya menjabat Kapolda dua provinsi sekaligus, Sulut dan Sulteng (1986-1988) yang berkedudukan di Manado.
Dalam lingkaran Polda Manado, Anton Tifaona yang memulai “Konsepsi Doa”, sebelum dan sesudah melaksanakan tugas. Hal itu dilakukan sejak tahun 1986 dan hingga kini doa sebelum dan sesudah melaksanakan tugas kepolisian tetap dipertahankan di kepolisian.
Sematan bahasa Latin, Pro Deo Et Patria (Untuk Tuhan dan Tanah Air) sangat layak disematkan pada sosok Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona.
Selepas Kapolda Sulut dan Sulteng Anton Tifaona dipindahkan ke Polda Jawa Barat sebagai Wakapolda. Disini, ia menggagas Penertiban Jalur Puncak, Bogor (Buka Tutup). Jabatan Wakapolda Polda Jawa Barat diemban tahun 1987-1989.
Setelah pensiun sebagai anggota Polri, Anton Tifaona tetap aktif berkarya untuk negara. Dia menjadi konseptor Program Pengentasan Kemiskinan Nasional juga konseptor “Rekonsiliasi Masyarakat Yang Dilanda Kerusuhan” saat Poso bergolak (tahun 2000).
Brigjen Pol (Purn) Anton Tifaona lahir di Desa Imulolong, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, pada tanggal 21 Agustus 1934, dan meninggal dunia pada 15 Oktober 2017.
Ia menamatkan Sekolah Rakyat (SR) di Wutun, dan sempat mengajar di SR Wutun kelas 1 karena ia kelas 2 dan sangat cerdas.
Anton Enga Tifaona merupakan alumnus SMAK Syuradikara Ende angkatan perdana. Dia merupakan orang kedua NTT yang meraih pangkat jenderal di lingkungan Polri, dan orang NTT pertama yang memangku jabatan Kapolda. (AN-01/berbagai sumber)