Oleh: Johannes Purbo W.
Kanwil DJPB Prov. NTT Bidang PPA I Seksi PPA 1B
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen kebijakan fiskal bekerja keras menahan laju tekanan terhadap perekonomian dampak pandemi dari resesi ekonomi yang lebih dalam. Pendapatan negara pada tahun 2022 diproyeksikan tetap dapat melanjutkan kinerja positif seiring prospek pemulihan ekonomi di tahun 2022. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan negara antara lain risiko ketidkapastian yang berasal dari dinamika pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik dan fluktuasi harga komoditas. Salah satu pendapatan negara adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurut Undang-undang nomor 9 tahun 2018, Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
PNBP merupakan penyumbang pendapatan negara terbesar kedua setelah penerimaan perpajakan. Pada tahun 2021 kontribusi PNBP terhadap Pendapatan Negara sebesar 17,10% atau sekitar Rp.298,2 triliun. Dengan nilai kontribusi yang cukup tinggi, dipandang perlu adanya pengelolaan serta regulasi untuk menjaga akurasi rencana penerimaan negara yang ditetapkan dalam APBN. PNBP dalam APBN tahun anggaran 2022 diperkirakan sebesar Rp.335.555,6 miliar utamanya didukung oleh penerimaan dari SDA, penerimaan dari kekayaan negara dipisahkan dan dukungan Badan Layanan Umum (BLU). Dengan nilai kontribusi yang cukup tinggi, dipandang perlu adanya pengelolaan serta regulasi untuk menjaga akurasi rencana penerimaan negara yang ditetapkan dalam APBN. Beberapa tujuan pengaturan PNBP antara lain:
- Mewujudkan peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiscal, dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan.
- Mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, dan pelestarian lingkungan hidup untuk kesinambungan antar generasi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan.
- Mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, professional, transparan dan akuntabel untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Tugas dan kewenangan pengelolaan PNBP dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, pimpinan Kementerian/Lembaga, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN), dan Mitra Instansi Pengelola PNBP. Salah satu tugas Menteri Keuangan dalam pengelolaan PNBP adalah melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban PNBP, guna menjaga kualitas dan tata kelola PNBP dan peningkatan potensi penerimaan PNBP ke depannya. Dalam rangka mengawal PNBP pada setiap Kementerian/Lembaga Negara khususnya di masa pandemi ini, maka diperlukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan bahwa seluruh satker PNBP telah berpedoman pada peraturan yang berlaku, dalam menjalankan kewenangannya terkait PNBP.
Pengelolaan PNBP memiliki arti luas, mulai dari pemungutan, penyetoran, target, pelaksanaan anggaran atas DIPA yang bersumber dari dana PNBP dan juga pelaporan serta penatusahaan PNBP termasuk pemetaan atas potensi-potensi PNBP yang terdapat di wilayah kerja Kanwil DJPB Provinsi NTT. Pengelolaan PNBP yang baik akan berdampak pada semakin tingginya penerimaan negara. Laporan PNBP yang dilakukan tiap semester dengan cara memetakan berbagai fakta/situasi di lapangan, lalu mengidentifikasi permasalahan yang muncul, dan pada akhirnya akan dihasilkan berbagai rekomendasi baik operasional maupun terkait regulasi yang bersifat aplikatif dan membangun sehingga pada akhirnya kualitas dan kinerja pelaksanaan APBN akan selalu berda di level yang diharapkan, baik dari sisi output, outcome, maupun impact yang diharapkan.
Adapun tujuan dari kegiatan monev pengelolaan PNBP adalah meyakinkan seluruh proses dan mekanisme pelaksanaan PNBP berjalan secara optimal dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan cara:
- Memastikan pemungutan dan penyetoran PNBP ke Kas Negara melalui aplikasi SIMPONI dilakukan dengan tepat waktu dan tepat jumlah sesuai ketentuan, meliputi:
a). Kesesuaian nilai PNBP yang diterima dan yang disetorkan kerening kas negara;
b). Ketepatan waktu penyetoran yang dihitung dari penerimaan PNBP dan waktu penyetorannya;
c) Kesesuaian tarif pemungutan PNBP
2. Memperoleh data dan informasi terkait potensi PNBP yang ada di daerah secara andal dan akurat, sebagai bahan masukan pemetaan potensi PNBP bagi Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak;
3. Memastikan pelaporan dan penatausahaan penerimaan maupun belanja dari sumber dana PNBP telah dilakukan baik dan benar sesuai dengan ketentuan, meliputi:
a). Kesesuaian Kas di BP dan Rekening BP;
b). Kesesuaian Nomor rekening BP yang diajukan dengan yang diaplikasi SPINT;
c). Kepatuhan penyampaian LPJ;
d). Kepatuhan saldo kas di BP dan kesesuaian transaksi yang dicatat dan yang dikonfirmasi.
4. Mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang dihadapi satuan kerja K/L dalam proses pelaksanaan anggaran terkait PNBP guna mendapatkan masukan dan umpan balik untuk perbaikan ketentuan, proses bisnis dan pelaksanaan anggaran di bidang PNBP.
Sebagai gambaran umum, wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi 1 Provinsi, 1 Kota dan 21 Kabupaten yang tersebar di beberapa kepulauan yang ada di Provinsi NTT dan mempunyai kantor vertikal 6 KPPN. Jumlah APBN tahun 2022 yang dikelola sebesar Rp.19,44 triliun, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp.11,32 triliun dan TKDD sebesar Rp.8,12 triliun.
Pagu belanja sumber dana PNBP merupakan alokasi terbesar ketiga setelah RM dan SBSN dengan alokasi Rp.468,66 miliar atau sebesar 4,25% dari total pagu Belanja Pemerintah Pusat di Nusa Tenggara Timur. Alokasi pagu sumber dana PNBP terdapat pada 20 Kementerian/Lembaga dan tersebar pada 154 satuan kerja. Pencairan anggaran yang sumber dananya berasal dari PNBP dilakukan berdasarkan Maksimum Pencairan PNBP (MP PNBP).
MP PNBP dimaksud tidak dapat melampaui pagu anggaran sumber dana PNBP dalam DIPA. Penetapan MP PNBP dilakukan dengan mempertimbangkan realisasi setoran berdasarkan target penerimaan yang ditetapkan per satuan kerja. Pola penggunaan PNBP pada K/L dilaksanakan secara terpusat dan tidak terpusat.
Dari 154 satker yang memiliki pagu dengan sumber dana PNBP, 138 satker pola penggunaan PNBP dilakukan secara terpusat dan 16 satker dengan pola penggunaan PNBP tidak terpusat. Pola penggunaan PNBP secara terpusat dilaksanakan oleh unit eselon I penghasil PNBP atau oleh lintas unit eselon I pada instansi pengelola PNBP dengan menggunakan kode setoran PNBP satker eselon I penghasil PNBP atau kode satker masing-masing satker penghasil PNBP, dan digunakan oleh unit eselon I penghasil PNBP atau oleh lintas unit eselon I pada instansi pengelola PNBP. Pola penggunaan PNBP secara tidak terpusat dilaksanakan oleh satker penghasil PNBP dengan menggunakan kode setoran PNBP masing-masing satker penghasil PNBP dan digunakan oleh satker penghasil PNBP.
Hasil Monitoring dan Evaluasi atas Satker-Satker Pengguna PNBP diwilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur selama Tahun Anggaran 2021 dan 2022 menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut.
Realisasi belanja satker pengguna PNBP baik pola terpusat maupun pola tidak terpusat di wilayah NTT telah dimulai sejak awal tahun anggaran, pemanfaatan atas MP PNBP yang diberikan dengan pelaksanaan kegiatan oleh satker sejak awal tahun. Rata-rata realiasasi penerimaan satker pengelola PNBP sampai dengan 30 Juni 2022 telah berada diatas lima puluh persen dari target yang ditetapkan untuk masing-masing satker.
Satker dalam menyusun rencana kegiatan/belanja tidak berdasarkan kegiatan yang akan dilaksanakan, penyusunan yang dibuat hanya sebatas memenuhi kewajiban sebagai salah satu indikator dalam perhitungan pemberian MP PNBP.
Terdapat potensi PNBP pada beberapa satker PNBP yang dapat digali dan dioptimalkan, bahkan dengan optimalisasi PNBP satker tersebut diharapkan bisa naik status menjadi BLU. Optimalisasi PNBP juga dapat meningkatkan perputaran uang dan meningkatkan usaha perekonomian di satker dan sekitarnya.
Kurangnya komunikasi baik internal maupun eksternal pada satker pengelola PNBP, terutama terkait perijinan usaha dan peraturan yang berlaku. Hampir semua satker memiliki keluhan yang sama, sulitnya komunikasi dengan internal K/L vertikal yang lebih tinggi untuk meminta ijin usaha dan peraturan terkait. Ijin usaha dari internal K/L vertikal yang lebih tinggi, minimal eselon 1, sangat diperlukan karena apabila tidak terdapat ijin tersebut akan menjadi masalah atau temuan pada saat ada pemeriksaan pengawasan internal maupun eksternal, antara lain Inspektorat Jenderal K/L dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Berdasakan beberapa kesimpulan Hasil Monitoring dan Evaluasi tersebut, Kanwil DJPB Provinsi NTT memberikan beberapa rekomendasi antara lain sebagai berikut.
Satker pengguna PNBP agar memanfaatkan MP PNBP yang telah diberikan sejak awal tahun dengan melaksanakan kegiatan, apabila MP PNBP tidak mencukupi dapat mengajukan percepatan MP PNBP Tahap II dengan syarat realisasi penerimaan minimal telah mencapai enampuluh persen dari target penerimaan.
Melakukan edukasi kepada satker, dalam menyusun proyeksi penerimaan dan rencana kegiatan agar sesuai dengan target penerimaan dan berdasarkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan satker sesuai kalender kerja satker;
Apabila terdapat perubahan pagu DIPA sumber dana PNBP maupun target penerimaan, satker wajib melakukan pemutakhiran data rencana kegiatan dan proyeksi penerimaan untuk menghasilkan data yang akurat dan up to date.
Satker diharapkan dapat meningkatkan komunikasi dan sinergi pada internal dan unit vertikal di atasnya dan Kementerian Keuangan dalam hal penentuan tarif.
Lebih lanjut hasil manfaat pengelolaan PNBP tidak secara langsung dirasakan dan tidak disadari oleh masyarakat, bahkan terkadang manfaat pengelolaan PNBP tersebut diketahui masyarakat sekitar.
Selain itu, pegawai terkait perhitungan MP PNBP dan pengelolaan potensi PNBP tidak memiliki kemampuan yang diperlukan. Sehingga penyusunan PNBP dan pengelolaan PNBP bahkan penggalian potensi PNBP tidak optimal dan hanya sekedar memenuhi kewajiban atau tugas. Tanpa disadari oleh satker pengguna PNBP, PNBP satker tersebut tergantung pada peningkatan ekonomi dan kesadaran hukum masyarakat di sekitarnya.
Tanpa disadari satker PNBP diharapkan untuk secara langsung dan tidak langsung menghidupkan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Tanpa disadari pelaksanaan tugas dan fungsi satker secara tidak langsung adalah melaksanakan fungsi APBN yaitu alokasi dan distribusi.
Hingga saat ini masih banyak pemikiran dikalangan satker dan PNS bahwa satker hanya berkepentingan melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku, dana APBN yang dialokasikan bagi satker tersebut hanya sekedar melaksanakan tugas dan fungsi satker tersebut dan bagi kesejahteraan pegawai yang bertugas.
Tanpa disadari selain melaksanakan tugas dan fungsi satker dan mensejahterakan pegawai yang melaksanakan tugasnya. Satker tersebut juga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Apakah masyarakat Provinsi NTT menyadari dan mengetahuinya? ***