Oleh : Adhy Candra Kusuma W.
Pegawai KPPN Ende
Bagi golongan anak milenial hingga centennial, golongan anak yang lahir di era serba teknologi dan digital, tentu mereka sudah mengenal berbagai macam istilah baru atau kekinian yang banyak muncul baik di media massa atau media lainnya. Kita ambil contoh Bitcoin, blockchain, cryptocurrency tentu sudah banyak mereka pahami, atau minimal mereka telah memahami dompet digital, semisal seperti OVO, Gopay dan sejenisnya.
Istilah-istilah tersebut sudah umum dan banyak diketahui terutama bagi generasi muda yang berada di kota besar dengan berbagai fasilitas dan segala penunjangnya. Tapi jika kita menengok di pelosok negeri nun jauh disana, maka dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, tentu juga kita pahami bersama jika banyak dari saudara-saudara kita belum memahami dan menikmati kemudahan dari transaksi digital. Jangankan kita berbicara Bitcoin dan cryptocurrency lainnya, nyatanya di pelosok negeri transaksi digital seperti Gopay,OVO dan sejenisnya masih sangat terbatas.
Berkaca dengan adanya pandemi Covid-19 beberapa tahun kebelakang maka proses pengenalan transaksi digital yang merata ke seluruh pelosok negeri dipandang suatu hal yang sangat penting. Pun demikian harus kita akui juga jika pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk mendorong transformasi digital di berbagai aspek termasuk dalam sektor keuangan, namun yang tidak kalah penting adalah bagaiamana transaksi keuangan digital bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dimana saja dan kapan saja. Tentu saja untuk mewujudkan hal tersebut, kita tidak bisa mengandalkan pihak swasta atau dari dunia perbankan saja, tetapi peran serta dan kehadiran dari pemerintah akan sangat penting.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia adalah salah satu Kementerian yang ketika terjadinya Pandemi Covid 19 harus bisa beradaptasi dengan cepat dan melakukan berbagai penyesuaikan proses bisnis dari konvensional menjadi digital. Beruntung sejak adanya reformasi birokasi yang diikuti dengan berbagai pengembangan teknologi informasi di lingkungan Kementerian Keuangan, adanya pandemi yang terjadi sedikit banyak tidak terlalu menimbulkan kejutan yang berlebihan bagi institusi Kementerian Keuangan.
Pada awal terjadinya pandemi proses penyaluran dana APBN tetap dilakukan dengan cara tatap muka meskipun dengan tetap berpedoman dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun Kemudian penyampaian Surat Perintah Membayar (SPM) yang tadinya harus dilakukan secara tatap muka, dapat secara cepat difasilitasi secara online hanya beberapa saat setelah pandemi Covid diumumkan secara resmi di Indonesia. Tentu hal ini bukan suatu kebetulan, karena jauh sebelumnya memang proses digitalisasi pencairan dana APBN baik untuk Kementerian/Lembaga maupun Dana Tranfer ke daerah telah menjadi cita-cita dari Kementerian Keuangan.
Dengan adanya digitalisasi proses pencairan anggaran yang sudah dilakukan, maka penciptaan ekosistem yang lebih besar untuk mempercepat digitalisasi ke seluruh pelosok negeri khususnya dalam pengelolaan keuangan negara akan lebih cepat di capai. Berkaca dari adanya Pandemi Covid-19 kemudian Kementerian Keuangan gencar melakukan berbagai trobosan kembali dalam digitalisasi keuangan, beberapa hal yang dilakukan diantaranya adalah:
- Cash Management System (Sistem Manajemen Kas) pada rekening satker.
Dengan semangat percepatan implementasi transaksi non tunai di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, Kementerian Keuangan mendorong para bendahara pengeluaran diharapkan secara aktif ikut andil dalam Gerakan Nasional Non Tunai (GNTT). Caranya, melalui penggunaan Cash Management System (CMS) pada masing-masing bank sesuai rekening bendahara pengeluaran satker berkenaan. CMS Banking adalah layanan yang disediakan oleh perbankan bagi institusi atau perusahan untuk mengelola dan melakukan transaksi perbankan secara online dan real time 24 jam per hari. CMS bukan hanya semata-mata untuk digitalisasi, tetapi juga agar lebih efesien baik dari segi biaya maupun waktu. Lebih daripada itu adanya CMS dapat mengurangi risiko keamanan seperti uang hilang, dicuri atau dirampok. Implementasi Gerakan Non Tunai dengan penggunaan CMS Banking juga dapat mengurangi peluang terjadinya moral hazard lebih besar dan mengurangi kontak secara langsung antara pihak yang berkaitan.
2. Penerapan Kartu Kredit Pemerintah (KKP)
Kartu Kredit Pemerintah adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah, dan Satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Manfaat dari KKP adalah Meminimalisir pemakaian uang secara tunai pada transaksi keuangan negara, memberikan rasa aman dalam melakukan transaksi, meminimalisir adanya potensi kesalahan (fraud) atau kecurangan seperti transaksi fikti dan juga mengurangi idle cash/ uang mengendap di bendahara satuan kerja
3. DIGIPay dan Market Place
Setelah adanya penerapan Cash Management System (Sistem Manajemen Kas) dan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Kementerian keuangan bekerjasama dengan perbankan dalam hal ini Himbara membentuk suatu ekosistem yang akan mengintegrasikan KKP dan CMS serta Vendor dalam hal ini pihak swasta baik berupa toko/warung maupun UMKM yang memang ditargetkan bisa berpartisipasi dalam proses penyediaan barang/jasa bagi pemerintah (dalam hal ini satuan kerja) sehingga diharapkan di kemudian hari UMKM dapat tumbuh dan berkembang serta bersaing dengan vendor yang sudah besar.
Dari data transaksi per 30 November 2022 nilai transaksi Digipay/Market Place tercatat Rp. 56.200.036.898,- yang terdiri dari 29.311 transaksi. Adapun vendor/penyedia barang atau jasa yang sudah terdaftar sebanyak 3.948. yang menarik adalah dari seluruh provinsi yang ada di Indoneisa, Provinsi Bali merupakan provinsi dengan tingkat transaksi tertinggi, yakni dengan nilai Rp.10.610.335.913,-Adapun Provinsi DKI Jakarta yang mungkin banyak bagi sebagian kalangan bisa dianggap sebagai barometer transaksi digital di Indonesia baru mencatat transaksi sebesar Rp.7.320.418.013,- Sedangkan untuk provinsi Nusa Tenggara Timur total transaksi yang tercatat adalah Rp.716.071.915,- dengan jumlah vendor 71. Untuk ukuran provinsi, capaian transaksi tersebut tentu suatu angka yang kecil tapi untuk langkah permulaan dan dalam rangka menghimpun data UMKM di Nusa Tenggara Timur akan sangat penting, terlebih Digipay baru digunakan oleh kementerian/lembaga pusat saja, kedepan jika bisa memfalilitasi transaksi keuangan daerah tentu akan sangat luar biasa .
Untuk rencana kedepan Kementerian Keuangan akan terus menyempurnakan Digipay/Market Place yang telah ada saat ini, oleh karenanya pada tanggal 23 November 2022 telah diluncurkan generasi terbaru aplikasi digipay yang di beri nama Digipay Satu. Digipay Satu nantinya akan mengakomodir berbagai tantangan dari versi aplikasi sebelumnya, misalnya adanya perubahan peraturan perpajakan, interkoneksi antar bank yang lebih terbuka, dan yang terpenting adalah adanya simplifikasi yang akan memudahkan baik dari sisi satuan kerja maupun vendor.
Kedepan digitalisasi transaksi keuangan didaerah diharapkan bukan hanya didorong olek kementerian pusat, perbankan atau pihak swasta, akan tetapi peran serta pemerintah daerah adalah salah satu yang tidak kalah penting, karena diharapkan UMKM yang berada diseluruh pelosok negeri memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang serta bersaing di kancah nasional. ***