Aksinews.id/Larantuka – Ancaman tenaga kesehatan (Nakes) RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka saat menggelar aksi long march, untuk mengadukan Pemkab Flores Timur ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata cuma isapan jempol. Pasalnya, hingga deadline waktu 15 Desember 2022, hari ini, tidak ada tanda-tanda tim Nakes berangkat ke KPK di Jakarta.
Manejemen RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tetap patuh pada sikap Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi yang meminta BPKP melakukan audit atas dana yang ditransfer dari Kemenkes RI ke rekening rumah sakit tersebut.
Sebagaimana diketahui, saat melancarkan aksi diam dan melakukan long march dari pelataran RSUD di Sarotari menuju kantor Bupati di Batu Ata, dan dilanjutkan ke kantor DPRD Flores Timur di Kelurahan Lokea, para Nakes mengajukan tiga tuntutan. Pertama, mendesak Presiden Ir. Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan jasa pelayanan Covid-19 di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, Flores Timur. Kedua, menuntut Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur untuk segera membayar jasa pelayanan Covid-19 sebelum tanggal 15 Desember 2022. Ketiga, jika tidak diselesaikan sebelum tanggal 15, maka akan dilaporkan ke KPK RI di Jakarta.
Namun sampai tanggal 15 Desember 2022, para Nakes masih menanti kedatangan tim audit BPKP, yang masih belum jelas kabarnya sampai saat ini. Apakah BPKP akan terjun langsung ke Larantuka untuk melakukan audit atau tidak pun tidak diperoleh informasi yang jelas.
Direktur RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, dr.Sanny yang dihubungi melalui pesan WhatsApp mengabarkan pihaknya masih menunggu hasil audit BPKP. Ya, “Masih menunggu hasil audit BPKP,” kata dr. Sanny, singkat.
Menariknya, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang beralamat di Jalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4-9 Jakarta, mengirim surat nomor: PS.02.01/III.6/6598/2022 tertanggal 5 Desember 2022, Hal: Perincian Dana Transfer ke RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, menegaskan bahwa dana yang ditransfer ke rekening RSUD Larantuka tersebut sudah direviu oleh BPKP.
Surat yang ditandatangani PLT. Direktur Kesehatan Rujukan dr. Yanti Herman, S.H., M.H.Kes., itu langsung ditujukan kepada Direktur RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman Flores Timur, NTT. Surat itu juga ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dan Sekertari Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Surat tersebut merupakan jawaban atas surat Direktur RSUD Larantuka nomor: RSUD.445.I/1098/XI/2022 pada tanggal 08 November 2022 perihal penjelasan perincian dana transfer Kemenkes RI senilai Rp.14.181.203.700.
PLT. Direktur Kesehatan Rujukan dr. Yanti Herman membenarkan adanya dana yang ditransfer ke RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Ya, “Dana tersebut yang ditransfer ke RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka adalah Pembayaran Tunggakan Layanan 2021 Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 yang telah direviu oleh BPKP,” tandasnya.
Ia juga merinci sembilan item pembayaran, dengan besaran yang berbeda. Paling rendah senilai Rp.9.021.200, dan paling tinggi sebesar Rp.8.317.936.000. Sehingga total semuanya sebanyak Rp.14.181.203.700.
Dengan adanya penjelasan resmi dari Kementerian Kesehatan RI ini, maka Pemkab Flores Timur seharusnya membayar hak-hak para Nakes sebesar 40% dari total dana yang masuk atau sebesar Rp.5.672.481.480. Pasalnya, ketentuan ini sudah berjalan pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan hingga tahun 2022 ini.
Celakanya, dana yang masuk sudah dialihkan ke kas daerah dengan pos pendapatan lain-lain yang sah. Dan, sudah “dimanfaatkan” untuk membiayai berbagai kegiatan, termasuk perjalanan dinas luar daerah sejumlah pejabat daerah. Saat menjawab aksi para Nakes, DPRD maupun Pemkab Flores Timur memastikan akan membayar jika diperoleh kejelasan soal ini. Bahkan, diminta agar dilakukan audit terhadap RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Hal ini malah menyulut tanda tanya besar, sebab dana tersebut tidak dikelola rumah sakit. “Dana dipakai orang lain, koq rumah sakit yang diaudit?” gerutu sumber yang tak mau disebutkan namanya. (AN-02/AN-01)
Pemerintah daerah yang tdk paham atau rakus… makan hak orang… harakiri saja … atau mengundurkan diri dengan hormat