Ini bagian terakhir dari catatan jurnalistik saya, sekaligus bagian akhir dari tulisan reu Emanuel Prason Krova berjudul “Menelisik Peran Prof. Dr. Gorys Keraf dalam Perkembangan Pengajaran Bahasa Indonesia (Sebuah Sketsa)”. Bagi saya, tulisan reu Eman Krova, anak muda yang saya kenal sebagai seorang yang amat sangat rajin membaca sekaligus kolektor buku, yang disampaikan pada Seminar Bulan Bahasa, menggenapi harapan yang tertuang pada Term Of Reference (TOR) seminar.
Eman Krova mampu memaparkan secara detail, bagaimana peran dan harapan seorang Gorys Keraf bagi perkembangan pengajaran bahasa Indonesia, baik terhadap anak bangsa maupun orang asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Karenanya, saya menyadur secara utuh tulisan akhir Eman Krova, yang kini jadi ASN di Pemerintah Kabupaten Lembata, bagi pembaca sekalian. Berikut tulisannya:
Gorys Keraf adalah salah satu dari sedikit ilmuwan bahasa Indonesia yang mampu merumuskan pemikirannya dan memberi pengaruh yang sangat kuat bagi perkembangan bahasa Indonesia. Goris Keraf bukan sekedar Pengajar. Keraf adalah juga penulis yang produktif dan laris.
Tidak berhenti di situ. Ia dikenang oleh para mahasiswanya sebagai sosok yang mempraktekkan bahasa Indonesia secara sempurna dalam tutur bahasanya. Di mata Gorys Keraf, menjadi dosen bahasa Indonesia tidak hanya sebagai tugas yang diterima sebagai nasib dan tak sanggup ditolak, melainkan ikhtiar hidup yang harus dipertanggungjawabkan.
Karena itu, harus dihidupi dan dikembangkan. Kita dapat menemukan ini dari apa yang dituturkan dalam kata pengantar buku-bukunya. Pembaca menyimak tuturan Gorys Keraf pada kata pengantar edisi perdana yang masih disertakan di cetakan tahun 1984 (yang dikutip oleh Rofiqoh): “Peningkatan taraf pendidikan tersebut tidak mungkin berjalan baik kalau pengetahuan dan penguasaan bahasa Indonesia belum cukup. Kekurangan ini akan diatasi bila taraf pengetahuan para pendidik juga ditingkatkan, serta buku-buku pegangan yang kurang sesuai mengalami penyempurnaan (……). Karena insyaf akan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan buku-buku Tatabahasa Indonesia hingga saat ini, maka kami mencoba menyusun Tatabahasa ini dengan mempergunakan prinsip-prinsip Ilmu Bahasa Modern, memakai penafsiran-penafsiran baru dan analisa-analisa yang lebih sesuai dengan taraf kemajuan Ilmu Bahasa sekarang. Tidak pada tempatnya bila kita tahu adanya kekurangan-kekurangan tersebut, tetapi tetap mempergunakan bahan-bahan yang sama. Karena itu, perlu ada perombakan.”
Sedikit cuplikan mencandrakan niat sungguh-sungguh Gorys Keraf demi kemajuan pendidikan bahasa di Indonesia. Ikhtiar hidup yang harus dikembangkan. Dihidupi dengan cara ‘memaksa’ orang-orang mempertangkas cara pikir lewat persembahan buku-buku bermutu.
Di Pengantar Argumentasi dan Narasi, Gorys Keraf menulis bahwa Buku Argumentasi dan Narasi, Diksi dan Gaya Bahasa serta Eksposisi dan Deskripsi merupakan buku yang hadir untuk menggelarkan komposisi dasar yang telah disajikan dalam buku Komposisi. Apa yang dimaksudkan dengan kemampuan/kemahiran berbahasa ini, yaitu penggunaan kata dan kalimat harus padu dan harmonis secara estetis dan intelektual (logis).
Menarik bahwa Gorys Keraf memakai diksi “menggelarkan”. Seakan mau menyampaikan kepada kita bahwa cetusan pemikiran kita harus disampaikan dengan kaidah penggunaan kata dan kalimat yang tepat dan benar secara logis dan estetis.
Di pengantar Diksi dan Gaya Bahasa (cetakan ke-14, 2004), bertanggal 13 Juli 1980, Gorys Keraf memberi penjelasan, “Bersama Diksi dan Gaya Bahasa, kedua buku yang disebut terakhir (Eksposisi dan Deskripsi, dan Argumentasi dan Narasi) merupakan trivium komposisi lanjutan, atau bersama-sama merupakan suatu seri retorika”.
Gorys Keraf menginginkan pembaca tak sekedar tahu cara menulis karangan bagus. Ia ingin mereka lesap ke dalam lekuk liku batin bahasa Indonesia dan sanggup menulis karangan yang memukau.
Buku-buku tersebut, dalam hemat saya, bermuara pada kemampuan kemahiran berbahasa baik lisan maupun tertulis secara baik, benar, maupun ilmiah. Apa yang dimaksudkan dengan kemampuan/kemahiran berbahasa ini, yaitu penggunaan kata dan kalimat harus padu dan harmonis secara estetis dan intelektual (logis).
Seseorang yang dengan kemampuan berbahasa seperti itu maka dapat menghadirkan fungsi bahasa secara paripurna. Dan, menurut hemat saya, di titik inilah puncak Intellectual Eminence-nya seorang Goris keraf.
Ia tidak hanya mengajarkan fungsi bahasa tapi secara konsisten menggagas cara mengaktualkan fungsi tersebut. Ia mempunyai kerinduan agar anak bangsa ini harus tangkas dalam berbahasa Indonesia. Melalui buku-bukunya ia sedang membentuk peradaban bangsa ini.
Kalau Bahasa menunjukan bangsa, maka putra Lamalera – Lembata ini sedang menyiapkan kualitas bangsa ini. Karena itu, ungkapan Menjiwai dan Meragai bahasa Indonesia adalah tepat dan telak.
Ungkapan itu mendeklarasikan ketokohan seorang Goris Keraf dalam perkembangan Bahasa Indonesia sebagai sesuatu yang final. Tuntas dan mendalam. Ungkapan yang seakan menjadi mahkota bagi kepahlawanan Goris Keraf dalam perkembangan Bahasa Indonesia.
Ini yang harus menjadi sumber inspirasi dan pencarian bagi kita semua ketika melangkah masuk dalam gedung megah ini. Mungkin tidak hanya membaca, tetap sekedar merenung di sudut-sudut gedung megah ini (gedung Perpustakaan Prof. Dr. Gorys Keraf). Terima kasih. (freddy wahon/habis)