Aksinews.id/Lewoleba – Suku Kowalolong dalam Masyarakat Adat Lewoeleng di Desa Lewoeleng, kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata tempuh jalur hukum demi pertahankan tanah adatnya. Pasalnya, empat warga, Yosep Moi, Alfons Saga, Laurensius Waleng dan Ranokarno Semuki, menguasai tanah tersebut tanpa pelepasan hak dari suku Kowalolong.
“Klien kami telah mendaftarkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Lembata pada 24 Mei 2022,” terang Emanuel Belida Wahon, S.H., pengacara yang biasa disapa dengan nama gaul Nandes Wahon ini, kepada media ini, di Lewoleba, Rabu(25/5/2022).
Nandes menyatakan bahwa kliennya adalah bagian dari Suku Kowalolong Masyarakat Adat kampung Adat Lewoeleng yang merupakan salah satu dari suku asli di masyarakat Adat Lewoeleng.
Menurut klien kami, lanjut Nandes, masyarakat Adat Lewoeleng terdiri dari beberapa suku asli. Masyarakat Adat Lewoeleng selain memiliki simbol-simbol Adat dan memiliki tanah adat, juga memiliki tempat pemujaan kepada leluhur, sebagai ciri eksistensi masyarakat adat.
Dikatakan, eksistensi masyarakat adat Lewoeleng masih tetap terjaga hingga kini. Karena eksistensi masyarakat adat masih tetap ada, maka harus dihargai oleh semua pihak. Hak-hak masyarakat adat dilindungi Konstitusi Negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) dan juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria serta Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur khusus tentang hal itu.
Senada dengan Nandes, rekannya Juprians Lamabelawa,S.H,M.H., menerangkan bahwa tanah adat dan eksistensi masyarakat adat wajib dihargai oleh semua pihak. Hal itu dilindungi Konstitusi Negara maupun ketentuan yang secara spesifik mengatur soal Masyarakat Adat serta hak-hak didalamnya, termasuk tanah adat.
Langkah yang diambil suku Kowalolong masyarakat Adat Lewoeleng untuk menyelesaikan persoalan tanah adatnya ke Pengadilan Negeri Lembata dinilai sebagai upaya hukum untuk menjaga dan melindungi Tanah Adat agar tidak diambil oleh pihak manapun secara menabrak hukum.
“Jika Tanah Adat terancam diambil alih dengan berbagai modus operandi, maka akan berdampak pula kepada eksistensi masyarakat adat itu sendiri,” jelasnya.
“Bagi klien kami, tanah adat adalah harga diri, tanah adat adalah pusaka yang ditinggalkan leluhur untuk dijaga, dilindungi dan dimana perlu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keberlangsungan hidup masyarakat atas seijin dan sepengetahuan Suku Kowalolong masyarakat Adat Lewoeleng,” tandasnya.
Menurut Juprians Lamabelawa, kliennya melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata kepada empat orang masing-masing atas nama: Yosep Moi, Alfons Saga, Laurensius Waleng dan Ranokarno Semuki. Keempat orang ini sedang menempati tanah Adat suku Kowalolong Masyarakat Adat Lewoeleng tanpa seijin dan tanpa pelepasan hak terlebih dahulu oleh Suku Kowalolong Masyarakat Adat Lewoeleng.
Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Lembata pada tanggal 24 Mey 2022 dalam perkara Nomor:14/ Pdt.G/2022/PN.LBT. (*/AN-01)