Aksinews.id/Wulandoni – Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata terus mendorong dan mendampingi semua Puskesmas untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan. Ini sejalan dengan penerapan sistem pembiayaan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) yang diberlakukan BPJS Kesehatan. Tujuannya, agar harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang terstandar secara merata di seluruh Indonesia dapat diwujudkan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Drs. Bala Warat Gabriel, MM melalui Pejabat Fungsional Administrator Kesehatan, Didakus Nama Belawa, SKM, mengatakan, sudah ditargetkan agar capaian KBK di semua Puskesmas tahun ini harus meningkat.
Hal itu disampaikan ketika melakukan Monitoring dan evaluasi (Monev) KBK di Puskesmas Wulandoni, Jumat (13/5/2022).
“Semua Puskesmas harus naik. Dari 80 persen menjadi 85 atau 90 atau 95 dan bahkan 100 persen. Begitu pun yang capaiannya tahun lalu sudah 90 persen. Harus terus ditingkatkan,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Puskesmas Wulandoni, Dominikus Kapuka,SKM mengaku optimis untuk mencapai target. Optimisme ini lahir dari adanya komitmen dan konsistensi yang telah dibangun oleh pihaknya bersama semua staf.
“Kami sudah berkomitmen untuk menginput semua pelayanan kesehatan di desa-desa dan Puskesmas tepat waktu. Dan, untuk itu, bidan-bidan desa sudah pegang formatnya. Sebagai pimpinan, saya terus memotivasi dan memberi contoh,” tandas Dominikus.
Pria murah senyum itu mengatakan, pihaknya merasa optimis setelah melihat hasil kerja triwulan pertama tahun ini. Adapun capaian KBK Puskesmas Wulandoni pada triwulan pertama sudah lebih tinggi dari sebelumnya.
“Untuk triwulan pertama ini, capaian kita rata-rata 90 persen. Ini angka yang cukup menggembirakan,” ujarnnya, bangga.
Pada kesempatan yang sama, Penanggungjawab Program JKN Puskesmas Wulandoni, Regina Domingga, A.Md.Keb., meminta agar pihak-pihak terkait perlu mempertemukan para dokter di seluruh Lembata baik yang ada di Puskesmas maupun di rumah sakit. Permintaan ini disampaikannya terkait masih adanya perbedaan pandangan tentang prosedur rujukan.
“Kalau bisa harus ada pertemuan yang menghadirkan para dokter. Jujur, kami sering mengalami kesulitan ketika masing-masing dokter punya persepsi yang berbeda terhadap prosedur rujukan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan,” ungkap bidan senior itu bersemangat.
Selain Regina, petugas ‘Primary Care’ Puskesmas Wulandoni, Bahria Wahidin, A.Md dan pengelola Program Pengendalian Penyakit Kronis, Fransiska Natalia Riberu, A.Md.Keb juga mengeluhkan hal yang sama. Terhadap permintaan ketiga nakes tersebut, Didakus berjanji akan segera melaporkan kepada pimpinan dan mendiskusikannya dengan pihak BPJS Kesehatan. Menurutnya, masalah ini harus segera diselesaikan karena akan berdampak pada capaian salah satu indikator KBK. Indikator yang dimaksud adalah rasio rujukan non spesialistik paling tinggi 2 (dua) persen dari total kasus yang dirujuk. (DK)