Aksinews.id/Lewoleba – Pertambahan pengidap HIV/AIDS di Lembata dalam satu dekade terakhir cukup menggelisahkan. Betapa tidak, penemuan kasus baru dari tahun ke tahun cukup tinggi. Dalam tiga tahun terakhir, angkanya tidak kurang dari 30 kasus.
Pada tahun 2019, ditemukan 56 kasus. Sedikit menurun di tahun 2020 dan 2021. Masing-masingnya turun menjadi 36 dan 33 kasus. Namun penurunan ini terjadi karena berkurangnya kegiatan-kegiatan penemuan kasus secara aktif, akibat adanya pandemi Covid-19. Bukan karena kasusnya berkurang secara faktual.
Demikian intisari yang dipetik dari arahan singkat yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Drs. Bala Warat Gabriel, MM. Arahan itu disampaikan Bala Warat sebelum melepas tim ‘Mobile Voluntery Counseling and Testing (VCT)’ yang akan melakukan edukasi, konseling dan pemeriksaan darah HIV pada beberapa populasi risiko tinggi (risti) dalam kota Lewoleba dan sekitarnya.
Mobile VCT ini dilaksanakan oleh dua tim nakes dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata selama dua hari Selasa (05/04/2022) dan Rabu (06/04/2022).
Bala Warat mengatakan, hampir semua profesi ada. Mulai dari ojek, buruh, petani, nelayan, wiraswasta, ASN dan bahkan ibu rumah tangga. Populasi risiko tingginya juga meluas. Bukan lagi hanya pekerja seks. Penyuka sesama jenis seperti waria/transpuan dan pekerja migran pun sudah sering menjadi pengidap. Lebih miris lagi, selalu ada temuan kasus baru pada ibu hamil setiap tahunnya.
“Karena itu, penting dan mendesak untuk ditingkatkan kegiatan-kegiatan dalam rangka deteksi dini. Semua pihak diharapkan mengambil bagian dalam hal ini,” ujarnya.
Pantauan media ini, kegiatan hari ini menyasar para pekerja hiburan di delapan ‘pub & karaoke’ di empat kelurahan dan satu desa.
Kegiatan berupa pemeriksaan darah dengan metode ‘rapid test’ itu juga rencananya menyasar para waria dan transpuan yang terorganisir dalam ‘Pewalet’.
Sementara itu, warga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas III Lembata akan disasar besok.
“Ini sudah menjadi agenda rutin tahunan sejak 2014 yang lalu. Dalam setahun, bisa dua sampai tiga kali. Meski sempat jeda sejak adanya pandemi Covid-19. Jadi, sudah ada kerjasama yang baik antara Dinkes dan para pengelola tempat hiburan,” beber Paskalis Padak Masan, salah seorang anggota tim yang juga menjadi penanggung jawab program pengendalian HIV/AIDS.
“Kita ke sini karena memang pekerja hiburan merupakan salah satu populasi risti untuk penularan HIV. Bisa menularkan. Bisa juga ditularkan. Dua-duanya sangat berpotensi,” urai nakes yang sudah malang melintang dalam urusan HIV/AIDS itu.
“Kita patut berterimakasih kepada semua pengelola dan pekerja hiburan yang hari ini mau memeriksakan diri. Ini sangat membantu dalam upaya mempercepat penemuan kasus dan memutus mata rantai penularan. Upaya pencegahan dan pengendalian memang dimulai dari deteksi dini,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, RSUD Lewoleba, RSU St. Damian dan RS Bukit, tiga rumah sakit di Lembata itu telah lama menyediakan klinik VCT. Begitu pula di beberapa Puskesmas, fasilitas itu sudah tersedia. Namun tingkat kunjungan ke klinik-klinik tersebut masih sangat minim. Pada waktunya nanti, hal ini sangat memperlambat upaya pengendalian penyakit tersebut. Butuh kesadaran bersama agar gunung es HIV/AIDS di Lembata bisa segera dicairkan.(DK/AN-03)