Aksinews.id/Hokeng – Diam-diam siswa SMA Swasta Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng, Kabupaten Flores Timur menerbitkan dua buku antologi. Antalogi puisi berjudul ‘Nyanyian Anak Timur’, dan satu buku lagi, antalogi cerpen berjudul ‘Menunggu Benih Tumbuh di Sini’.
Penerbitan kedua buku merupakan hasil dari program GSMB (Gerakan Sekolah Menulis Buku), yang diselenggarakan Lembaga NYALANESIA pada bulan Oktober 2021 silam. Karya tulis para siswa Sesado Hokeng dibukukan dalam dua antologi tersebut.
Jumat (25/2/2022), Sesado Hokeng menggelar Apresiasi dan Bedah kedua buku tersebut, di aula Sesado Hokeng. Mereka mendatangkan tiga orang pembicara sebagai apresiator sekaligus pembedah buku, yakni Albert Muda, Silvester Hurit, dan Anselmus Atasoge.
Dan, Fr. Goris Weking didaulat menjadi moderator perbincangan bersama tiga orang alumnus Sesado Hokeng tersebut.
Acara berlangsung santai di lembah Hokeng. Dipandu Prinz Genikno, yang tampil dengan mengenakan pakaian adat Bali, sebagai master of ceremony (MC), seremonial pembukaan digelar. Seluruh komunitas Sesado Hokeng hadir memenuhi aula.
“Kegiatan ini juga dilaksanakan sebagai bentuk dukungan dan motivasi bagi para penulis muda Sesado,” ungkap Prinz Genikno.
Saat membuka kegiatan, RD. Alfons Wungubelen menyampaikan bahwa antologi cerpen dan antologi puisi merupakan karya besar yang lahir dari hasil refleksi mereka sendiri.
“Karya besar ini merupakan awal dari seluruh proses berliterasi di Seminari San Dominggo yang tidak terpisah dari aktifitas harian dan kegiatan setiap tahun. Karya-karya yang dihasilkan oleh para penulis muda Sesado dalam antologi cerpen dan antologi puisi menjadi karya perdana yang dihasilkan,” ungkap RD Alfons Wungubelen, ketika menyampaikan sambutannya.
RD Alfonsus Wungubelen memohon restu dan doa Bunda Maria dan Santu Dominikus serta restu leluhur Lewotana untuk membuka kegiatan apresiasi dan beda buku antologi cerpen dan puisi tersebut.
Dalam sesi diskusi Albert Muda memulai pembicaraanya dengan mensharingkan pengalaman awalnya memulai menulis.
“Setelah tamat dari sini (Sesado) tahun 1999/2000, saya tidak langsung melanjutkan ke jenjang berikutnya. Selama kurang lebih 6 tahun saya di luar dan saya sering mengisi waktu-waktu kosong saya dengan membaca tulisan-tulisan yang saya lihat di jalan. Gerakan Sekolah Menulis Buku menuntut para siswa untuk berkarya melalui tulisan-tulisannya,” ujarnya, memberi motivasi.
Mengomentari antologi cerpen, Silvester Hurit menekankan pentingnya menggambarkan kisah atau kisah itu diceritakan agar membangkitkan emosi para pembaca.
“Salah satu tulisan cerpen dari siswa Gabriel Sinu Beding yang berjudul ‘Dan Mereka Akan Menyeberanginya’ benar-benar membangkitkan emosi para pembaca,” ungkap Silvester Hurit.
Pengalaman menulis adalah faktor utama hadirnya tiga apresiator ini. Kehadiran mereka diharapkan bisa memotivasi atau mendorong para seminaris untuk menulis melalui pengalaman yang disharingkan.
“Menulis bukan bisnis, tetapi aktivitas menulis yang membawa kita ke dunia bisnis. Dan, menulis juga dapat menghidupkan ekonomi keluarga,” ungkap Anselmus Atasoge menjawab pertanyaan RD Sandro Losor tentang apakah menulis itu berbisnis.
“Ada banyak sekali sasaran yang menjadi objek tulisan kita. Diantaranya, politik, agama, budaya dan lain sebagainya,” tandas Ansel Atasoge.
Menjawab Heri Mamu mengenai isu agama memiliki nilai jual yang sangat laku, Anselmus Atasoge memulainya dengan melihat agama dalam ranah politik.
Menurutnya, untuk orang Indonesia agama, adalah bisnis yang menjangkaui kekuasaan dalam hal politik.
Karena dominan orang beranggapan bahwa agama dan politik adalah satu, yang artinya dalam berpolitik agamalah yang menjadi tameng tangguh politikus tersebut.
“Bagaimana dengan saudara-saudara di luar sana yang hanya mengandalkan budaya lisan dalam menulis?” Tanya Yosua Luon bertolak dari segi budaya.
“Saya sangat mengakui sastra lisan yang memiliki kekuatan sastra yang belum digali dan yang harus dipertahankan eksistensinya,” tegas Silvester Hurit.
Kegiatan apresiasi dan bedah buku diakhiri dengan sambutan RD Gius Lolan, Rektor Seminari San Dominggo Hokeng.
“Rumah ini adalah sumber dan ketiga apresiator ini juga adalah orang-orang yang pernah menimbah di sumber ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada para pendahulu yang telah menanamkan literasi di rumah ini. Antologi adalah usaha yang kita capai yang boleh kita rayakan pada hari ini,” ungkap RD Gius Lolan. (Penulis : Rafael Rau Maran dan Ris Maing/Sesado Holeng)