Oleh : Eman Sinuor
Anggota Komunitas Bonsai Lembata
Beberapa hari kemarin, hingga hari ini dan beberapa hari kedepan, ada yang beda di Taman Swaolsa Tite, Lewoleba, Lembata, NTT. Hal itu karena di taman kota ada begitu banyak tanaman hias Bonsai. Bonsai yang dipajang untuk memberi warna berbeda, memunculkan suasana baru di saat kita semua masih berjuang, hidup dalam dunia baru, dunia bersama Covid-19. Virus yang kehadirannya merubah peradaban manusia yang sebelumnya bisa berkumpul dengan bebas, harus menjaga jarak, harus menggunakan masker, dan aturan-aturan lainnya atas nama menekan penyebaran dan menghidarkan diri dari virus kejam itu.
Pameran Bonsai ini digagas dan dilaksanakan oleh Komunitas Bonsai Lembata (KBL) dan didukung sepenuhnya oleh Kecamatan Nubatukan, Komunitas Kreatif Lembata, komunitas musik dari Lembata Akuistik dan Hip Hop Lembata Foundation (HLF). Pameran Bonsai ini dalam digelar sejak tanggal 12 Oktober sampai 28 Oktober 2021 untuk meriahrayakan HUT Otda Lembata ke-22 dan HUT Sumpah Pemuda. Pameran diikuti oleh sekitar 50 orang anggota KBL dengan jumlah Bonsai yang dipamerkan 300 pohon. Selain pameran Bonsai, juga ikut dipamerkan dan dijual aneka pot Bonsai hasil karya anggota KBL.
Ide awal pameran ini karena KBL terpanggil untuk harus berbuat sesuatu yang beda, yang unik untuk menghibur sekaligus menjadi sumbangsih KBL bagi Lembata yang sedang giat membangun, mengisi otonomi untuk kesejahteraan masyarakat Lembata. Pameran kali ini adalah pameran kedua setelah pameran pertama yang digelar Oktober tahun 2019 yang juga bertepatan dengan HUT Otda yang ke-20.
Mengusung tema “Semarak dalam Harmoni Bersama KBL Menuju Lembata Hijau”, KBL mau menyampaikan pesan bahwa Bonsai merupakan karya seni yang menggambarkan Harmoni antara Manusia, Jiwa dan Alam. Proses penanaman dan perawatan bahan bonsai harus dilakukan dengan sepenuh hati agar tanaman tersebut bisa benar-benar menyatu dengan pemilik atau seniman bonsai.
Dengan bonsai, kita dapat belajar bersabar karena untuk menjadikan sebuah tanaman menjadi bonsai butuh proses yang sangat panjang. Dengan bonsai, kita dapat menjaga kesimbangan antara pikiran dan perasaan karena merawat bonsai butuh imajinasi, dan imajinasi lahir dari ketenangan pikiran.
Harmoni yang hadir dalam Bonsai, harus bisa menciptakan harmoni dengan lingkungan lain misanya lingkungan politik. Dalam konteks pembangunan Lembata maka Lembata Hijau menjadi cita-cita KBL untuk mendukung Pembangunan Lembata. Lembata hijau harus dimulai dari rumah. KBL sudah mulai dan kini hadir menawarkan konsep menghijaukan rumah, budaya menanam dan merawat tanaman di rumah akan membangun kesadarkan akan pentingnya alam, akan pentingya pohon bagi kehidupan manusia.
Pameran ini baru dibuka secara resmi oleh Bupati Lembata, Bapak Dr. Thomas Ola, SE, M.Si pada Hari Minggu tanggal 17 Oktober 2021 sekitar pukul 19.00 Wita dalam acara yang cukup meriah.
Sambil menikmati Bonsai yang dipamerkan di Taman Swaolsa Tite, berikut ini saya akan memberikan sedikit catatan informasi tentang Bonsai dan Komunitas Bonsai Lembata.
Sejarah Bonsai
Beberapa sumber menyebutkan bahwa bonsai merupakan seni kuno yang memiliki makna yang mendalam bagi seniman bonsai maupun orang yang melihat atau menikmati seni itu. Secara harafia, Bonsai merujuk pada kata bahasa Jepang Bon dan Sai. Bon artinya Pot atau wadah yang dangkal dan Sai artinya tanaman. Jadi Bonsai adalah tanaman yang dikerdilkan dan ditanam dalam pot. (Kompas.Com).
Sebagai tanaman kerdil karena ditanam dalam wadah/pot ceper, bonsai membutuhkan nutrisi yang cukup banyak dari media tanam yang sedikit itu agar bonsai tetap terlihat segar dan sehat. Keindahan dan keunikan bonsai terpancar dari pohon kerdil namun sehat dan rimbun sebagaimana pohon tersebut tumbuh di alam liar. Dikutip dari Bonsaito Art Gallery, Master Bonsai Dunia dari Indonesia Robert Stiven menyatakan bahwa “bonsai yang bagus adalah bagaimana membentuk tanaman kecil tapi dapat membuat orang yang melihat membayangkannya seperti pohon besar yang tumbuh di alam”. Keunikan dan keindahan bonsai bisa menjadi terapi untuk stress serta memberi pelajaran tentang bagaimana bersabar karena proses yang sangat panjang untuk menjadikan sebuah bonsai yang baik.
Seni Bonsai lahir di China pada masa pemerintahan dinasti Thsin (206-221) dan mulai berkembang pada masa Pemerintahan dinasti Tang (618-907). Buktinya melalui lukiskan-lukisan bonsai pada masa dnasti Thang. Pada masa itu Masyarakat China belum mengenal nama bonsai dan lebih mengenal seni pemangkasan tanaman yang biasa disebut penjing o dan seni ini sangat digemari oleh para pejabat kerajaan.
Selanjutnya, seni bonsai dibawah masuk ke Jepang oleh para pejabat, pelajar dan pedagang pada masa pemerintahan dinasti Yuan (1280-1368). Saat hijrah ke Jepang itulah seni penjing o berkembang pesat hingga muncul istilah Bonsai pada masa pemerintahan Kamakura (1192-1333), yang dicatat dalam Kasuga Srhire. Sejak masa Kamakura, tanaman kerdil ini mulai semakin digemari yang pada akhirnya mencakup seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan selanjutnya adalah di masa pemerintahan Edo (1615-1867), dimana seni bonsai semakin digemari oleh seluruh lapisan masyarakat terutama setelah dimunculkan sebagai pemberi warna dalam memperindah lukisan dan syair dalam bentuk southerm sung (semacam seni lukis dan seni sastra pada akhir pemerintahan Edo).
Bagi bangsa Jepang, bonsai merupakan perpaduan dari kepercayaan kuno yang kuat dengan filsafat timur, yakni keselarasan antara manusia, jiwa, dan alam.
Walaupun Bonsai seni muncul pertama di China, namun Jepang yang memperkenalkan Seni Bonsai ke seluruh Dunia melalui pameran pertama yang diselenggan para tahun 1914. Sejak 1934 hingga sekarang, digelar pameran tahunan di Museum Seni Metropolitan yang mengutamakan hasil karya bonsai-bonsai yang menarik. Pengruh Jepang yang kuat dalam seni bonsai ditandai dengan bentuk-bentuk/style dan ukuran bonsai yang menggunakan bahasa Jepang seperti Gaya Tegak Lurus (Chokan), Gaya tegak berliku/tegak tidak lurus (Tachiki), Gaya miring (Shakan), Gaya menggantung/air terjun (Kengai) dan lain-lain.
Di Indonesia, seni Bonsai mulai digemari pada tahun 1979 yang ditandai dengan berdirinya Perkumpulan Penggemar Bonsai Indoenasi (PPBI) pada tanggal 31 Agustus 1979. Dengan ketua pertama adalah Soegito Sigit dan tujuh orang anggota. PPBI memperkenalkan seni bonsai di Indonesia melalui pameran. Pameran Bonsai Indonesia pertama di selenggarakan pada Tahun 1979 di Ancol. Pada tahun 1981, PPBI juga menyelenggarakan pameran bonsai bekerja sama dengan pusat kebudayaan Jepang di Jakarta (Teuku Naufal,2013). Seni Bonsai akhirnya berkembang pesat di seluruh Indonesia yang ditandai dengan munculnya berbagai komunitas bonsai yang tersebar di seluruh Wilayah Indonesia. Hapir semua wilayah Indonesia mnyelenggarakan pameran dan kontes bonsai sehingga bonsai saat bukan hanya seni namun sudah menjadi jejaring bisnis yang sangat menjanjikan. Proses bonsai yang cukup lama memunculkan ide usasa baru mulai dari pembibitan bahan bonsai, petani pendongkel bahan bonsai, trainer bonsai sampai kolektor bonsai untuk dipajang pada galeri-galeri seni maupun dirumah-rumah mewah.
Komunitas Bonsai Lembata (KBL)
Untuk skop Lembata, secara perorangan, seni Bonsai sudah cukup lama digemari. Namun baru mulai semakin memasyarakat pada awal tahun 2019. Salah satu orang yang sudah cukup lama mengeluti seni bonsai adalah Bapak Herman Egy, salah satu anggota Komunitas Bonsai Lembata yang saat ini dipercayakan sebagai Koordinator untuk kegiatan Pameran Bonsai Lembata kedua ini.
Komunitas Bonsai Lembata berdiri pada tahun 2019 yang digagas oleh beberapa pegiat bonsai seperi Yanto Nunang, Edy Nedabang, Piter Ruing, Ronal Sogen, Andre Riantoby, Gerry Nunang, Yulianus Bura, Joko Adji Samudro, Stefanus Ola, Alberth Blikon, Nick Luon dan Bosko Watun. Setelah menggagas Komunitas Bonsai Lembata, rencana kegiatan pertama adalah menyelenggarakan Pameran Bonsai Lembata.
Akhirnya Komunitas Bonsai Lembata menggelar Pameran Pertama pada bulan Oktober 2019 di Taman Swaolsa Tite untuk memeriahkan HUT Otda Lembata. Perserta pameran waktu itu hanya 10 orang dari 12 anggota Komunitas Bonsai Lembata. Jumlah tanaman bonsai yang dipamerkan juga belum menembus angka 100. Pameran bonsai pertama juga bukan murni bonsai karena masih banyak tanaman lain yang tidak masuk kategori bonsai pun dipamerkan. Namun, pameran pertama tersebut cukup menyedot perhatian masyarakat. Bupati Lembata saat itu, Almarhum Eliaser Yentji Sunur sangat antusias menyaksikan pameran dengan beberapa kali berkunjung ke lokasi pameran dan membawa pulang cukup banyak bonsai yang dipamerkan.
Sejak penyelenggaraan pameran pertama tersebut, jumlah pegiat bonsai Lembata bertambah cukup pesat. Dari 12 orang pada awal kemunculan, saat ini sudah lebih dari 50 orang anggota yang terdaftar di Komunitas Bonsai Lembata yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lembata. Jumlah ini belum terhitung dengan pegiat bonsai yang belum terdaftar pada Komunitas Bonsai Lembata.
Pameran saat ini merupakan pameran kedua dengan jumlah peserta 50 orang dan 300 tanaman bonsai hasil karya para pegiat Bonsai Lembata yang hadir dari berbagai profesi dan keahlian. Jenis pohon yang dipamerkan adalah berbagai macam varian ficus/beringin, Sinyo Nakal, Sisir/Kaliage, Cemara, Asam, Kelapa, Bogenvile, Sakura Mikro, Legundi/Kmerung, Santigi, Kawista Batu, Anting Putri, Klampis Hitam/Arabika, Asam Laut, Kapasan, Wahong, dan Lantana. Jenis-jenis tanaman yang dipamerkan ini sebagian besar adalah tanaman lokal yang hidup di alam Lembata ditambah beberapa tanaman yang didatangkan dari luar Lembata seperti dari Kupang maupun Pulau Jawa. Mari, sama-sama kita menikmati Semarak Dalam Harmoni bersama KBL menuju Lembata Hijau di taman Kota Swaolsa Tite dengan tetap menjaga dan menaati protokol kesehatan Covid-19.(*)
Foto: Ketua Komunitas Bonsai Lembata, Bung Herman memberikan hadiah satu pot bonsai kepada Bupati Lembata, Thomas Ola.