Namanya Hilarius Laot (39), biasa dipanggil Soge. Di Ile Ape umumnya, apalagi di kampung halamannya, Tagawiti dan sekitarnya, Soge dikenal sebagai tukang kayu. Punya bengkel kayu sederhana yang letaknya di samping rumah. Bengkel yang tidak sepi. Cukup dikenal banyak orang dan kalangan. Karena itu pesanan perabot seperti lemari, meja, kursi, pintu, jendela selalu dikerjakannya sendiri.
Pesanan lemari untuk Polindes Tagawiti bahkan sedang dibuat Soge, saat nyawanya melayang karena setrum listrik.
Hari yang nahas, Selasa (10/8/2021) siang. Soge sedang bekerja ketika tiba-tiba tubuhnya terpental ke belakang. Istrinya yang juga sama2 penyandang tuna wicara segera mendekat. Suaminya sempat memberi isyarat agar istrinya mencabut colokan. Meski segera memutuskan aliran arus listrik, Soge sudah tidak sadarkan diri. Sempat dilarikan ke Puskesmas Waipukang, namun jiwanya tidak tertolong. Difabel mandiri itu pergi selamanya meninggalkan istrinya yang baru bersamanya di kampung tiga bulan terakhir ini. Mereka berdua pernah tinggal bersama di Kupang. Lalu Soge memilih pulang Tagawiti dan istrinya baru menyusul tiga bulan lalu.
“Entah bagaimana Erna nanti. Sayang sekali masih muda dan baru bersama lagi tetapi Soge sudah jalan. Masih banyak yang mau dikerjakannya. Dia sangat terampil dalam pekerjaan tukang kayu,” ujar ayah Soge.
Bapak Laurensius Lowa, adalah pensiunan guru. Soge bersama dua saudaranya dibesarkan tak hanya dari gaji guru. Bapak Laurensius Lowa juga adalah tukang kayu.
Ketrampilan sebagai tukang kayu itu menurun pada putranya yang memiliki kemampuan berbeda itu.
Bapak Laurensius Lowa yang kami temui di rumah duka, Rabu (11/8/2021) menuturkan, tahun 2015, Soge masuk Balai Latihan Kerja khusus buat anak-anak difabel di Naibonat, Kupang. Tiga tahun Soge pulang dengan kemampuan luar biasa. “Dia buat bufet yang ada di dalam rumah. Waktu itu sy bilang dia, itu terlalu besar dan harga begitu pasarannya sulit. Soge lalu buat lemari. Dia juga bangun rumah sendiri dan saya kagum karena dia bisa. Jadi buat rumah juga bisa selalin tukang kayu.”
Sang ayah memodalinya kayu satu kubik saat Soge mulai membuka bengkel. Peralatan bekas darinya juga diberikan ke Soge. Selanjutnya Soge membiayai sendiri bengkelnya. “Masih banyak yang akan dikerjakannya. Dia selalu berusaha belajar sendiri juga dengan melihat gambar-gambar. Dia juga suka merancang peralatan kerja sederhana sendiri. Dia sedang buat sesuatu yang saya kira itu akan lebih memudahkan dia saat kerja. Skap kayu tapi sekali jalan dengan ukuran sama. Saya kira dia memang sedang rancang itu. Sayangnya belum selesai, dia sudah mati. Sayang sekali,” ujar bapak Laurensius Lowa beberapa kali. Wajahnya sedih mengingat putra bungsunya itu.
Sang istri yang juga memiliki keterbatasan bicara ini juga tampak sedih. Beberapa kali dia menerima panggilan video call dari teman-temannya yang memberinya semangat dan memintanya tabah.
Kehilangan tentu saja. Bagi Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata, Soge adalah inspirasi bagi sahabat difabel lainnya. Bahwa difabel bisa mandiri. Sebab mereka punya kemampuan. Mereka hanya butuh difasilitasi untuk menjadi bisa..
Selamat jalan sahabat. Selamat jalan Soge… (fince bataona)
Selamat Memasuki Alam BaruMu SaudaraKu….
😭🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼😭