Aksinews.id/Jogjakarta – Kendati pemberhentian Fransiska Listiyanti Toja dari jabatannya sebagai Kepala Puskesmas Loang sudah dilakukan melalui pelantikan dan serah terima jabatan, namun suara protes masih terus mengalir. Kali ini, protes datang dari Gerakan Mahasiswa Lembata Jogjakarta (GMLJ).

“Kami menyampaikan keprihatinan dan wajib mengkritisi kebijakan mutasi yang syarat maladministrasi dan nepotisme yang diduga dilakukan oleh Bupati Lembata, Kanisius Tuaq,” kata Payong, koordinator GMLJ, melalui pesan WhatsApp yang diterima redaksi, Minggu (19/10/2025).
GMLJ mendesak Ombudsman RI perwakilan NTT dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk memanggil Bupati Kabupaten Lembata, Petrus Kanisius Tuaq guna meminta klarifikasi terkait dasar hukum dan prosedur mutasi terhadap Ex Kapus Loang, Fransiska Listiyanti Toja. Dia juga meminta Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT agar melakukan penyelidikan atas dugaan maladministrasi dan pelanggaran standar pelayanan publik dalam proses mutasi tersebut.
Payong menjelaskan bahwa Gerakan Mahasiswa Lembata Jogjakarta (GMLJ) yang getol mengawal reformasi birokrasi dan kebijakan publik menilai mutasi ex Kapus Loang tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku, karena dilakukan tanpa rekomendasi teknis dari BKN dan tanpa persetujuan dari KASN. Hal ini, menurut Payong, merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN jo Praturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN jis Peraturan Teknis (Pertek) BKN Nomor 5 Tahun 2019.
Menurut mahasiswa hukum pada salah satu Universitas Seasata di Kota Yohyakarta, mutasi ini dijalankan secara sepihak tanpa data Pertek ataupun audit kompetensi. “Ini melanggar prinsip meritokrasi dan netralitas ASN,” tandasnya.
Payong juga mempertanyakan apakah Bupati selaku PPK sebelum melakukan mutasi terhadap ex Kapus Loang sudah melakukan evaluasi kinerja yang bersangkutan. Dia menilai, kebijakan mutasi terhadap Kapus Loang, Fransiska Listiyanti Toja berpotensi mencederai asas keadilan dan integritas ASN, serta membuka peluang intervensi politik dalam birokrasi. “Jika terbukti melanggar ketentuan, kepala daerah dapat dikenai sanksi administratif, pembatalan surat keputusan (SK) hingga investigasi oleh Ombudsman RI perwakilan NTT”.
Senada dengan Payong, Sekretaris Gerakan Mahasiswa Lembata Jogjakarta, Supryadi mendorong Pemerintah Provinsi NTT melalui Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Lakalena dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB) untuk mengaudit seluruh proses mutasi yang dilakukan Pemda Lembata pada kepemimpinan Bupati Lembata Kanis Tuaq.
“Selain itu, kita menuntut keterbukaan dokumen terkait, seperti Pertek BKN, rekomendasi KASN, dan hasil penilaian kompetensi, sebagai bentuk akuntabilitas publik,” pintanya.
“Mutasi birokrasi adalah instrumen penting untuk peningkatan kinerja pemerintahan, bukan alat politik. Kami berharap Bupati Kanis Tuaq segera mengambil langkah transparan untuk menjaga integritas birokrasi di Kabupaten Lembata,” tandas Supriyadi.
Mutasi yang dinilai syarat maladministrasi terhadap ex Kapus Loang, Fransiska Listiyanti Toja dikabarkan dilakukan tanpa rekomendasi dari BKN melalui aplikasi Integrated Mutasi (I-MUT) dan hanya menggunakan telaahan dari 12 (dua belas) staf pada Puskesmas Loang.
“Pemerintah daerah dan mahasiswa adalah mitra demokrasi. Olehnya kita sangat berharap agar Ombudsman RI Perwakilan NTT dan Komisi ASN agar sesegera mungkin menindaklanjuti dan memberikan rekomendasi kepada Pemda Lembata dalam hal ini Bupati Kanisius Tuaq untuk menindaklanjuti tuntutan GMLJ tanpa alasan apapun agar mencabut Surat Keputusan Bupati Lembata Nomor 562 Tahun 2025,” tandas Supriyadi. (*/AN-01)

























