Aksinews.id/Lewoleba – Ama Raya Lamabelawa, Ketua Tim Penasihat Hukum tersangka berinisial N.B.I., Warga Desa Terong, Kabupaten Flores Timur mengatakan, dugaan perkara pencabulan anak dibawah umur yang disangka dilakukan oleh N.B.I ini biarkan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya. “Biar nanti majelis hakim yang menimbang dan memutuskan berdasarkan fakta. Pihak lain tidak boleh membuat kesimpulan dan memberi vonis pada tersangka terlebih dahulu. Sebab klien kami, N.B.I. baru berstatus sebagai disangka,” tandasnya.
Secara hukum, jelas Ama Raya, tersangka itu bukan secara otomatis dikatakan sebagai pelaku. “Baca Pasal 1 angka 14 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Olehnya hak-hak hukum N.B.I. selaku tersangka musti dijamin oleh hukum.”
Hal ini disampaikan Rafael Ama Raya Lamabelawa, S.H., M.H dalam rilis yang diterima Rabu (24/9/2025) malam. Menurutnya, dia sedang tidak membahas fakta perkara dugaan kasus pencabulan anak dibawah umur yang disangka dilakukan oleh N.B.I. Sebab kasus ini masih dalam proses pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Flores Timur.
Ya, “Saya tidak sedang membahas fakta kasus ini, karena kasus ini masih dalam proses pemeriksaan,” kata Lamabelawa.
Menurutnya, sebagai kuasa hukum tentu berbeda pandangan dengan rekan-rekan Penyidik/Penyidik Pembantu, filosofinya ada pada timbangan keadilan.
Sebagai tempat menghasilkan perbedaan wawasan dan sudut pandang dalam menggali dan mencari kebenaran materil dalam proses penegakan hukum, soal pemberitaan sebelumnya yang meminta penyidik yang menangani perkara N.B.I untuk transparan dan obyektif yang memimbulkan pernyataan berlawanan hingga dirinya sebagai penasehat hukum tersangka dicaci maki di media sosial. Menurutnya, hal itu sah dan wajar. Sebab dirinya telah mendapatkan kuasa khusus dari tersangka N.B.I, sehingga wajar dan tepat dirinya meminta penyidik untuk obyektif dan transparan.
Soal dirinya dicaci maki, Lamabelawa engggan menjawab dan berkata, “Nanti Tuhan yang balas”.
Pengacara muda yang yang dikenal sukses membela masyarakat miskin di tanah Lamaholot ini mengatakan, “Tersangka menggunakan hak untuk didampingi oleh Penasehat Hukum (Advokat). Itu hak tersangka yang dijamin undang-undang. Terjadi perbedaan itu sah dan wajar antara PH dan rekan penyidik”.
Dalam perkara pidana, lanjut Lamabelawa, penasehat hukum (Advokat) diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mendampingi tersangka sampai pada tingkat persidangan di Pengadilan. Sementara rekan-rekan penyidik tidak. Oleh karena penyidik sudah diwakili oleh Penuntut umum (JPU).
Lamabelawa menilai, pihak-pihak yang membuat pernyataan lewat media sosial dengan membuat kesimpulan tanpa mengetahui fakta yang sementara berperoses, dan melakukan intervensi serta menyerang pribadi penegak hukum yang sedang bertugas dan memvonis tersangka sebagai pelaku sebelum vonis pengadilan, itu trial by the press (praktik media massa yang menghakimi seseorang sebagai bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang sah dan berkekuatan hukum tetap).
“Media massa secara sepihak dan terus-menerus memberitakan kasus secara bias, sehingga membentuk opini publik untuk menghukum tersangka atau terdakwa, bahkan tanpa bukti yang jelas atau tanpa memberikan hak untuk membela diri,” sesal Lamabelawa.
“Menyimpulkan dan memvonis seseorang bersalah tapi tidak mengetahui fakta apa yang terjadi selama proses pemeriksaan yang sedang berjalan, itu trial by the press,” tandas Ketua Tim Penasehat Hukum tersangka N.B.I, Ama Raya Lamabelawa, Rabu. 24 September 2025 di Lewoleba.
Ditanyakan lebih lanjut tentang trial by the press yang dimaksudkan, Lamabelawa mengatakan, sebagaimana yang sudah dia jelaskan sebelumnya.
Lamabelawa meminta agar semua pihak yang tidak berwenang menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan ia meminta masyarakat untuk lebih baik melakukan aksi-aksi preventif agar tidak terjadi lagi korban-korban berikutnya. (*/AN-01)