Aksinews.id/Lewoleba – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Flores Timur membuka Kelas Edukasi di lokasi pengungsian bencana di Kabupaten Lembata dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2021. Dua kelas Edukasi dibuka PGRI Flores Timur, Sabtu (1/5/21) di titik pengungsi SMPN 1 Nubatukan dan SMPSK St. Pius X, Lewoleba. Sedikitnya, ada 80 Anak dengan jenjang bervariasi dari TK, SD, SMP, SMA/K ada di pengungsian SMPN 1 Nubatukan dan kurang lebih 40 anak di SMPS St. Pius X.
Kelas Edukasi dibuka satu paket dengan Peduli Kasih PGRI Flores Timur yang mendistribusikan bantuan berupa sembako, pakaian, peralatan masak, dan lain-lain, untuk para korban bencana di Pulau Lembata. Ada 41 Tim dari PGRI Flores Timur menemui pengungsi titik pertama di pengungsian SMPN 1 Nubatukan, yang menghimpun 303 jiwa dari Desa Lamawolo dan titik kedua di pengungian SMP St. Pius X yang menghimpun kurang lebih 200 jiwa dari Desa Waimatan.
Maria Natalia Ana Yusti dan Susanti Skolastika Tufan, Tim Edukasi PGRI Flores Timur membagi peran didampingi anggota PGRI Flores Timur mendampingi anak-anak dalam bermain bersama, bernyanyi, menari, melukis, mewarnai dan berbagai permainan edukasi lainnya pada dua lokasi pengungsian ini.
Maria Natalia Ana Yusti atau sering disapa dengan Astry menjadi koordinator Kelas Edukasi di SMPS St. Pius X, sementara Susanti Skolastika Tufan menjadi koordinator Kelas Edukasi untuk anak-anak di lokasi pengungsian SMPN 1 Nubatukan.
Anak-anak pengungsi tampak antusias terlibat dalam kelas edukasi. Mereka nampak sangat ceria. Bermain bersama, menyanyi, menari, menggambar, melukis dan lain-lain. Momen yang paling membuat mereka senang adalah saat mendapat hadiah dari Tim Edukasi Flores Timur. Ada sekian banyak makanan ringan dan permainan edukatif dibagikan Tim PGRI Flores Timur, termasuk peralatan olahraga.
Alexa, salah peserta Kelas Edukasi di SMPS St. Pius X mengaku bahagia bermain bersama kakak-kakak dari PGRI Flores Timur dan senang mendapatkan hadiah. “Saya dapat mobil besar. Senang sekali”, kata Alexa.
Menurut Maria Natalia, anak-anak di lokasi pengungsian memang membutuhkan pendampingan yang kontinyu sehingga secara perlahan dapat memulihkan rasa trauma mereka. “Mesti ada gerakan bersama untuk menciptakan kelas edukasi yang terus berlanjut pada kelompok anak-anak di lokasi pengungsian, sehingga mampu memulihkan rasa trauma mereka. Anak-anak sangat terhibur bermain bersama dan senang mendapatkan hadiah”, kata Maria.
Maksimus Masan Kian, Ketua PGRI Flores Timur mengatakan, PGRI Flores Timur hingga saat ini sudah mengunjungi 12 titik lokasi bencana. Sepuluh di Adonara dan dua titik di Lembata. Dan pada setiap titik kunjungan, PGRI Flores Timur tidak sekedar memberikan donasi dalam bentuk barang konsumtif atau pakian semata, melainkan menciptakan kelas edukasi.
“PGRI Flores Timur sudah mendatangi 10 titik pengungsian di Adonara dan hari ini, dua di Pulau Lembata. Kami datang tidak sekedar memberikan bantuan barang konsumtif dan pakaian tetapi mendonasikan edukasi untuk anak-anak di lokasi pengungsian. Mereka sangat bergembira dan senang menerima kami. Kita butuh gerakan bersama untuk terus terciptanya kelas edukasi bagi anak anak di lokasi pengungsian bencana sebelum mereka mendapat layanan pendidikan seperti sediakala di sekolah”, kata Maksi.
Tim PGRI Flores Timur, tidak saja mengunjungi warga di lokasi pengungsian, tetapi juga meninjau beberapa titik lokasi bencana di Kecamatan Ile Ape. Pantauan aksinews.id, sejumlah komunitas di Lembata sangat serius melakukan aktivitas trauma healing bagi anak-anak di lokasi pengungsian, baik dalam kota Lewoleba maupun di Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Lebatukan. Satu di antaranya, gabungan sejumlah komunitas yang menamakan dirinya Ta’an Tou. Kelompok anak-anak muda ini terlihat sangat antusian menggelar berbagai kegiatan trauma healing dari kamp ke kamp. Bahkan, mereka juga mendatangi lokasi pengungsian di kebun-kebun.(*/fre)