Aksinews.id/Lewoleba – Tragis sekali perjuangan seorang Ibu Janda berusia 67 tahun berinisial TIE yang berjuang mempertahankan tanahnya dari para pelaku mafia tanah di kabupaten Lembata. Ibu TIE adalah pemilik atas sebidang tanah dengan luas 3.626 m² yang terletak di RT. 28/RW. 10, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Tanah yang diperoleh turun waris dari orang tuanya berinisial BME yang diperoleh dari pembagian Pemerintah Kabupaten Flores Timur pada tahun 1958 melalui pemerintah Desa Lamahora yang menjabat Kepala Desa adalah Kepala Lapak yang juga merupakan anak suku Lamahora.
Bahwa pada tanggal 2 Februari 2024 melalui kuasa hukumnya Advokat Rafael Ama Raya, S.H.,M.H dari Kantor Rumah Perjuangan Hukum, Ibu TIE mengajukan permohonan pendaftaran tanah ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata agar mendapat sertifikat hak milik (SHM) dengan membawa 2 (dua) salinan putusan Pengadilan Negeri Lembata yang telah berkekuatan hukum tetap dan berita acara eksekusi dari Pengadilan Negeri Lembata.
Namun permohonan ibu TIE tersebut sampai dengan berita ini ditayangkan, hak ibu TIE untuk mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) belum juga diberikan oleh kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata.
Hal ini dibenarkan oleh Kuasa hukum ibu TIE, advokat Rafael Ama Raya, S.H.,M.H yang juga menjabat sebagai direktur pada kantor Rumah Perjuangan Hukum Rafael Ama Raya, S.H.,M.H & Associates ketika dihubungi media melalui pesan Whatsap, Jumat(16/8/2024), mengatakan, “Yah betul, kita mendampingi ibu TIE untuk mengajukan permohonan pendaftaran tanah ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata sejak tanggal 2 Februari 2024”.
“Dasar kita mengajukan permohonan pendaftaran tanah ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata yakni Putusan Pengadilan (Akta vandandim) dan Berita Acara pemenuhan bunyi isi/Amar putusan Pengadilan Negeri Lembata perkara nomor: 5/Pdt.G/2023/PN. Lbt serta Bukti Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB),” ujar Ama Raya.
Dia menjelaskan bahwa permohonan pendaftaran yang dilayangkan ibu TIE tersebut diproses oleh pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata sampai pada tahap pengukuran dan kemudian pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata menangguhkan proses tersebut lantaran ada pihak lain mengirim surat ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata yang pada pokoknya meminta kepada ATR/BPN Kabupaten Lembata agar tidak lagi memperoses permohonan tersebut.
“Kemudian pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata mengirim surat ke kita terkait permohonan kita tersebut tidak dapat diproses lanjut dan akan diproses kembali ketika ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Nah, kita mengikuti arahan dari pihak ATR/BPN tersebut,” lanjutnya.
Menurut dia, ada pihak tertentu yang mengirim surat ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata sebagaimana tercatat di kepaniteraan Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor: 5/Pdt.G/2024/PN. Lbt. Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2024, Pengadilan Negeri Lembata memutus perkara tersebut dengan amar yang pada pokoknya: dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi para tergugat dan para turut tergugat I s/d VII, dan dalam pokok perkara menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima serta menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.
“Olehnya, dengan dasar tersebut kita menyampaikan kepada pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata untuk kembali memperoses permohonan kita. Namun sampai dengan saat ini, pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata belum memperosesnya. Padahal semua persyaratan yang diminta telah kita berikan, terakhir pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata meminta kita mengirim surat ke kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata dengan menyertakan lampiran Putusan terbaru perkara perdata nomor: 5/Pdt.G/2024/PN.Lbt dan surat berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Lembata,” tandasnya, menjelaskan.
“Hal ini kita sudah penuhi, namun pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata kembali menghentikan permohonan kita meskipun semua syarat telah kita penuhi,” tegas Ama Raya.
Pengacara muda ini juga mempertanyakan profesionalitas, obyektifitas dan sikap menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Kalau sikap ATR/BPN Kabupaten Lembata seperti ini maka jangan salahkan kalau rakyat menilai pelayanan publik di ATR/BPN Kabupaten Lembata paling bobrok,” ungkap Ama Raya.
“Yah, sikap ATR/BPN seperti ini tidak bagus, masak rakyat mau mendapatkan haknya kok dihalang-halangi,” sesal Ama Raya
Dia juga mempertanyakan apakah kedudukan surat dari pihak tertentu ke ATR/BPN yang kini menjadi dasar ATR/BPN Kabupaten Lembata menghentikan peroses pendaftaran tersebut lebih tinggi dari putusan Pengadilan Negeri Lembata. “Jika sikap ATR/BPN seperti ini maka sama halnya pihak ATR/BPN Kabupaten Lembata tidak menghormati dan patuh terhadap putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Lembata,” tandasnya.
“Oleh karena itu, saat ini kita sedang menyediakan bukti-bukti untuk melaporkan Kakan ATR/BPN Kabupaten Lembata dan beberapa oknum staf yang ada di kantor ATR/BPN Kabupaten Lembata secara pidana dan kita juga segera meminta bantuan melalui DPD Partai Demokrat di Kupang untuk mendampingi kita melaporkan ke Kementrian ATR/BPN di Jakarta, dan dalam waktu dekat kita juga akan ke Ombudsman R.I wilayah NTT di Kupang dan Kakanwil NTT di Kupang untuk melaporkan hal tersebut, demi tercapainya kepastian hukum, keadilan dan kebenaran,” tandasnya.
“Bila tidak maka akan ada masyarakat Lembata yang juga merasakan hal yang sama seperti klien kami rasakan saat ini,” tegas pengacara muda yang terkenal lantang membela sih miskin ini. (*/AN-01)