Aksinews.id/Waierang – Guru besar Universitas PGRI Kanjuruhan Malang, Prof. Dr. Duran Corebima, M.Pd mendorong guru dan siswa menggunakan model pembelajaran dalam pengajaran merespon pemberlakuan kurikulum merdeka belajar. Model pembelajaran sudah terbukti memiliki keunggulan dibanding pengajaran konvensional.
Tampil sebagai narasumber dalam workshop pemberdayaan keterampilan metakognitif dan keterampilan berpikir kritis yang diikuti 70 guru dari 4 SMU di Adonara, Sabtu (27/7/2024) di Waiwerang, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Prof. Duran menyebut salah satu penyebab tingkat kualitas pendidikan yang rendah yaitu fakta bahwa pembelajaran selama ini dan berlangsung lama dilaksanakan para guru berbasis pengajaran konvensional, berbasis no name learning atau anonymous learning. Para guru hanya berceramah, melakukan tanya jawab, memberi tugas serta menerapkan aneka tekhnik lain tanpa terkait dengan suatu model atau strategi pembelajaran.
Menurut Prof. Duran, fakta pengajaran guru seperti ini dapat dijumpai melalui observasi maupun melalui telaah berbagai referensi, termasuk berbagai penelitian skripsi, tesis dan disertasi.
Dia prihatin dengan pengajaran yang tidak berkepentingan memberdayakan dan mempersiapkan peserta didik untuk hidup di tengah masyarakat. “Kita sedang berada pada era abad pengetahuan, abad ke-21 ini.”
Keterampilan-keterampilan terkait learning and innovation pada abad pengetahuan yang sangat dibutuhkan saat ini, menurut Prof. Duran, adalah critical thinking and problem solving, communication, collaboration, serta creativity and innovation.
“Keterampilan standar ini tentu sangat sulit diperoleh para pebelajar (peserta didik) tatkala proses pembelajaran dilakukan mengacu kepada kepentingan utama agar berhasil lulus ujian,” kata Prof. Duran.
Pembelajaran konvensional, no name learning ini yang dilestarikan selama ini, menurut Prof, sangat ironis. “Di samping memiliki akuntabilitas rendah, no name learning juga terbukti memiliki potensi yang sangat rendah dalam memberdayakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan di abad 21. Sangat mendewakan skor hasil ujian karena alasan itulah parameter kelulusan,” urai Prof Duran.
Di lain pihak, menurut Prof. Duran, terdapat banyak model pembelajaran inovatif justru terbukti memiliki potensi tinggi memberdayakan keterampilan-keterampilan pebelajar.
Berangkat dari fakta dan keprihatinan itulah, Prof. Duran mengemukakan, workshop ini adalah rangkaian penelitian untuk mendorong para guru menjalankan pengajaran dengan model pembelajaran.
Di workshop tersebut, Prof. Duran memaparkan, timnya tengah melakukan survey terhadap keterampilan berpikir metakognitif para siswa kelas XI SMU di SMU Swasta Surya Mandala, SMUN 1 Adonara Timur, SMUN Klubagolit dan SMU Katholik Lamaholot Witihama.
Survey ke siswa juga melalui angket tentang penilaian siswa atau kesan mereka terhadap cara mengajar guru. “Kepada guru, kami amati cara mengajar mereka melalui praktek mengajar dan pengisian angket,” ujarnya.
“Mudah-mudahan pengembangan model pembelajaran ini dapat memberdayakan guru agar menjalankan pembelajaran yang cocok dengan kondisi kita di sini yang nanti bisa sedikit demi sedikit menaikan kualitas pendidikan kita di sini.”
Rudolf Herin, guru SMU Negeri 1 Adonara Timur mengaku positif workshop ini. “Guru harus dibekali isi kepala yang begini baru diteruskan ke anak-anak. Guru harus kritis dulu karena akan berhadapan dengan anak-anak yang punya kemampuan berpikir kritis,” katanya.
Koordinator lapangan survey pengembangan model pembelajaran, Bura Kleden mengatakan pihaknya prihatin dengan kualitas pendidikan yang dianggap rendah dan survey dilakukan untuk mengetahui problem dan berupaya mengenalkan dan mengembangkn model pembelajaran yang cocok dengan kondisi di sini untuk pembelajaran yang lebih hidup merespon kurikulum Merdeka Belajar.
Workshop bertempat di aula Susteran Kanak-Kanak Yesus Waiwerang ini dimoderatori Bara Patiraja, guru SMU Surya Mandala. (Kornel AT)