Di ruang anak RSU Lewoleba, mama Paulina Palang dan anaknya, Yulianita Kristina Lou, dirawat. Berjarak hanya dua langkah kaki dari satu tempat tidur ke tempat tidur satunya. Ayah dan suami, Mikael Olan sesekali di dekat anak dan sesekali di dekat isteri. Saat anaknya memanggil dia bergegas mendekati anaknya.
Begitu pula, saat isteri harus dibantu menggeser posisi tidur atau mengangkat kaki, dia bergegas menolong isterinya. Meski kerabat berada di sekeliling mereka, yang terdekat untuk mereka berdua adalah ayah dan suami. Sepintas bapak Mikael tampak kuat dan tegar di hadapan dua orang yang disayanginya itu, tetapi lelah fisik dan pikiran di wajahnya tak bisa disembunyikan.
Di Ruang Anak RSU Lewoleba saat ini, situasi itulah yang terjadi. Sejak Rabu, 22 April 2021, siang, ibunda Lou, tiba dari Larantuka. Operasi pemasangan pen di tulang belakang telah dilewati mama Paulina Palang penuh juang di RSUD Larantuka. Oleh dokter, pasien rujukan ini dikembalikan dan perawatannya dilanjutkan di RSUD Lewoleba.
Apakah mama sudah tahu Lou dan Bapak akan ke Kupang sesuai permintaan Bunda Julie yang ingin agar Lou dirawat di Kupang?
Mama Paulina mengangguk. Hanya mengangguk pelan.
Saya melanjutkan bertanya, “Apakah mama juga mau sama-sama Lou ke Kupang?”
“Iya. Kalau bisa, saya juga mau ikut Lou ke Kupang,” ujarnya pelan
Mereka ingin sama-sama melewati penderitaan ini bersama-sama. Terpisah jarak, bukankah akan menambah lagi beban pikiran. Setelah kehilangan salah seorang putrinya, Mersy, mama Paulina tentu tidak ingin jauh dari putrinya Lou.
Bolehkah mereka jangan dipisahkan lagi?
Secara medis, mama Paulina butuh waktu agak panjang untuk benar-benar pulih usai operasi. Dan bathin? Dia butuh kekuatan untuk ikhlas menerima penderitaan ini.
Di ruang anak, ibu dan anak ini dirawat. Bapa Mikael yang setia berpindah dari anak dan isteri bergantian. Ayah yang tampaknya lelah tapi selalu berusaha kuat itu terus meyakini isterinya untuk kuat.
“Harus kuat.”
“Kacang tanah sudah panen. Jangan pikirkan itu lagi.”
“Saya juga ingat Mersy, tapi kita mau bagaimana lagi. Yang ada depan kita adalah Lou yang harus diurus.”
Begitu diulangnya terus pada isterinya yang lebih banyak menatap ke arah jendela, ke langit-langit kamar. Tatapan kosong. Menerawang jauh.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Lou, bocah perempuan berusia 9 tahun, adalah korban bencana banjir bandang akibat badai tropis seroja yang melanda kampungnya, Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Minggu (4/4/2021).
Dini hari yang nahas. Saat dia sedang lelap tidur. Saat banjir besar dan rumahnya hanyut, dia berjuang hidup diantara tumpukan kayu, pepohonan dan material yang dibawa banjir.
“Saat menemukan Lou pagi hari, kepalanya hanya beberepa centi saja di atas lumpur. Anak saya tersangkut di batang pohon dengan kepala ke bawah tetapi badannya terhimpit material kayu dan sampah. Saya mencari isteri dan tiga anak dan sampai pagi saya mendengar Lou dan Mersy kakaknya memanggil saya. Saya tolong Lou dan dalam kondisi parah, kami bawa ke rumah sakit dan saya tidak tahu lagi nasib anak saya Mersy”, tutur Mikael terisak.
Mersy, anak perempuannya nomor dua kemudian ditemukan meninggal setelah beberapa hari pencarian. “Dia (Mersy) pasti marah saya karena tidak bisa tolong dia dan lebih fokus urus adenya. Selama ini, Mersy suka protes karena menurutnya saya lebih sayang Lou. Saya sudah berulangkali jelaskan kalau adiknya bungsu dan memang lebih manja. Makanya saya minta maaf ulang-ulang pada Mersy dan mayat anak saya itu akhirnya ditemukan.”
Lou yang dirawat di RSUD Lewoleba, oleh tim dokter diputuskan harus amputasi kaki kanannya dari lutut ke bawah.
Dia berharap sungguh anaknya dilayani sepenuh-penuhnya agar bisa sembuh. “Kami ini korban bencana. Beda dengan pasien umum. Tolong lihat kami”, ujarnya berulang kali.
Mikael sendiri mengalami luka cukup parah di kaki dan tampak bengkak. Belum terlihat mengering sembuh, karena sepertinya tidak terurus atau lebih tepat tidak dipedulikannya. Dia lebih fokus mendampingi Lou yang sering memanggilnya dan memanggil mamanya yang sedang berjuang hidup saat ini di tempat lain. Beruntung anaknya laki-laki sulung, Aprilianus, yang terendam lumpur hingga leher selamat, meski badan penuh luka dan matanya tampak merah darah. (fince bataona)