Senin, 10 Juni 2024
1Raj. 17:1-6 ; Mat.5:1-12
Pekan Biasa X
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, sebab merekalah yang empunya Kerajaan Allah”
(Mat.5:3)
Menyebut “bahagialah orang yang miskin”, terasa ironis. Karena faktanya, orang miskin hidup susah. Menderita. Serba kekurangan. Dan, kita semua berusaha menghindarinya. Ya, hidup cuma sekali. Kita tentu tidak sudi didera terus-menerus dalam serba-serbi kekurangan.
Yesus menyatakan “berbahagialah orang miskin di hadapan Allah”, tentu bukan miskin secara materi. Melainkan spirit hidup miskin di hadapan Allah. Tidak melekatkan diri pada materi semata. Melainkan hidup bersahaja. Bergantung dan menaruh harapan pada Tuhan. Tidak saja memburu harta duniawi. Tetapi berusaha mengejar mahkota iman yakni bahagia abadi dalam Kerajaan Surga.
Jika demikian, maka menyebut, “berbahagialah orang miskin di hadapan Allah”, tidak bermaksud meninabobokan siapapun. Meski bernada menghibur, meneguhkan dan memberi harapan dari sisi iman. Tetapi tidak boleh membuat kita nyaman dalam keterpurukan. Terima saja keadaan. Tidak mau berusaha lebih. Meski banyak peluang berkat Tuhan sediakan dalam setiap usaha di depan mata.
Bagi kita, “hidup miskin di hadapan Allah”, merupakan buah iman kita. Hidup penuh pasrah dan berserah diri pada kehendak Allah. Tidak meluluh bersandar dan mengandalkan kelimpahan materi. Tetapi senantiasa bergantung pada berkat dan campur tangan Allah.
Hati yang miskin di hadapan Allah, selalu merindu memeluk Allah sebagai yang pertama dan tak tergantikan dalam hidup. Hati yang tidak melupakan Allah atau menomor duakan Allah oleh karena gemerlap kenikmatan dunia.
Saat ini, kita berada dalam arus besar kecenderungan yang mendewakan materi dan kenikmatan hidup. Maka mari kita perkokoh iman dan bersikap “miskin di hadapan Allah”. Rendah hati dan ingat bersyukur. Tetap mawas diri dan tidak berhamba pada kenikmatan duniawi.
Tuhan memberkati. SALVE.***
RD Wens Herin