Oleh: Fr. Arsy Sina, SSCC
Frater TOP di Seminari San Dominggo Hokeng
Hari pesta demokrasi semakin dekat dimana pada tanggal 14 Februari 2024 nanti ada pemilihan umum serentak mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.
Suasana politik juga semakin memanas. Banyak partai politik yang melakukan kampanye. Di sana ada narasi-narasi dan janji-janji politik yang dilontarkan oleh para kandidat pemimpin. Tanpa seorangpun yang mengetahui apakah janji-janji politik yang dilontarkan itu akan diwujudkan setelah pemilu atau hanya menarik simpatisan dari publik?
Lebih riskan juga terjadi perselisihan bahkan merenggut nyawa di tengah-tengah masyarakat pendukung yang saling menyerang dan melawan antar satu pendukung dengan pendukung yang lain. Itulah dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini menyongsong pemilu.
Sebagai warga masyarakat yang punya kebebasan dalam memilih, saya kembali merefleksi dan merenungkan bahwa pemilu adalah soal kebebasan dan tanggung jawab dari setiap pribadi di mana tidak ada orang lain yang mengintervensi.
Setiap warga yang memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya berhadapan dengan kotak suara yang telah tersedia beberapa lembar suara.
Pada titik dan situasi itulah, kita kembali bertanggungjawab dengan pilihan, kembali mendengarkan suara hati, siapakah pemimpin sesungguhnya yang nanti kita pilih.
Suara hati merupakan ruang suci menentukan pilihan karena disana tidak ada orang lain yang tahu. Maka kita berani menentukan pilihan sesuai dengan suara hati, tanpa intervensi atau adanya iming-iming dari pihak luar.
Dengarkan suara hatimu untuk memilih karena itu adalah pilihan yang murni. ***