Oleh: Robert Bala
Diploma Resolusi Konflik Asia Pasifik,
Facultad Ciencia Politica, Universidad Complutense de Madrid – Spanyol
Sudah cukup sering menonton pemberian hadiah dari Jokowi. Sebagai presiden, maka model hadiahnya tentu saja menarik perhatian. Hadiah tersebut adalah sepeda.
Hadiah sepeda pertama diberikan tanggal 19 November 2014, atau sebulan sesudah jadi presiden. Dalam peringatan Hari Menanam Nasional di Desa Tempursari kecamatan Sukoharjo Jawa Tengah, Jokowi berikan sepeda. Sejak saat itu hampir di berbagai tempat ia tawarkan sepeda tentu saja setelah menjawab beberapa pertanyaan. Singkatnya sepeda adalah hadiah ‘unggulan’ dari Jokowi sebagai apresiasi terhadap jawaban atas pertanyaannya.
G𝐚𝐧𝐣𝐚𝐫 𝐏𝐫𝐚𝐧𝐨𝐰𝐨 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐝𝐢𝐚𝐡. 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐫𝐢𝐤, 𝐡𝐚𝐝𝐢𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐰𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐯𝐚𝐫𝐚𝐬𝐢. Terhadap seorang siswa yang telah berhasil menjawab pertanyaan dengan variasi pertanyaan dan kreativitas. Ganjar menawarkan beberapa opsi dan penerima hadiah bisa memilih. (Karena memilih maka hadiah tentu tidak bisa diberikan saat itu. Hal itu berbeda dengan Jokowi yang sudah menyiapkan hadiah dan bisa diserahkan waktu itu juga).
Bila dari cara bertanya, mengikuti Taksonomi Bloom, maka Jokowi bertanya pada tingkatan mencari pengetahuan (nama ikan, nama suku, Pancasila). Semuanya tentang hafalan. Ia bisa dikategorikan sebagai pertanyaan dengan tingkat terlihat bahwa pertanyaan Ganjar tidak saja merupakan cara berpikir tingkat rendah, tetapi malah paling rendah.
Bagi orang berpendidikan biasanya cukup paham akan hal ini. Sebagai gambaran kita tidak hanya tanya apa dan siapa karena itu menyangkut hafalan. Sebaliknya kita perlu bertanya secara kritis agar orang bisa menjawab. Misalnya saja: mengapa ikan yang hidup di lautan yang bergelombang besar lebih enak dari laut yang hidup di laut yang tenang. Hal ini tentu membuat orang beradu argumen. Jawaban terbuka dan lebih membuka sikap kritis.
Ganjar Pranowo memiliki model bertanya yang variatif. Yang menarik dari cara memberi hadiah. Dalam 2 cuplikan youtube, ia memberikan beberapa alternatif kepada yang telah berhasil menjawab pertanyaan. Apakah memilih hadiah buku atau HP? Setelah menjawab (HP tentunya). Ia masih berikan alternatif lagi. Apakah HP biasa atau smartfriend. Selanjutnya masih ada opsi juga: apakah memilih smartfriend atau laptop.
Apa yang dilakukan Ganjar dengan variasi seperti ini menyadarkan bahwa di balik hadiah terdapat beberapa makna yang bisa digali.
Pertama, hadiah dapat memperkuat hubungan satu sama lain. Sebuah hadiah akan dirasa bermanfaat karena pemberi menyesuaikan hadiahnya dengan kebutuhan dari penerima. Ia tidak memaksakan untuk harus menerima hadiah yang bisa saja disenangi oleh pemberi tetapi bukan oleh penerima. Ia tidak dipaksakan untuk harus menerima tetapi kalau bisa memberikan alternatif.
Di sini tercipta pola hubungan. Mengapa hubungan itu akan mendalam? Karena dnegan memberikan opsi maka yang diutamakan oleh pemberi adalah kondisi penerima. Ia mau memberikan sesuatu secara khusus yang disenangi dan dengan itu si penerima akan menanggapi dengan memperdalam relasi mereka. Kita bisa bayangkan kalau saja pemberian hadiah dalam kaitan dengan sebuah permintaan maaf. Si pemberi tentu sangat selektif dalam mencari hadiah karena di balik hadiah itu ia bisa menebus perilaku bruku serta kesalahan yang pernah diperbuat. (Presiden kan tidak ada kesalahan yang mau dimintakan maaf hehehe).
Singkatnya setiap hadiah itu selalu yang dibayangkan adalah reaksi penerima. Itulah yang kita buat terhadap anak yang berulang tahun. Kita tanyakan untuk dapat mereka-reka kira-kira hadiah apa yang dibutuhkan. Ia bisa berikan kode tentang hadiah dimaksud.
Kedua, hadiah merupakan salah satu bentuk komunikasi simbolik. Kita bisa bayangkan bagaimana reaksi orang yang menerima hadiah dan umpan balik apa yang diberikan. Apakah seseorang gembira atau sedih? Kadang reaksi itu tidak bisa terungkap tetapi secara non-verbal. Ketika reaksi itu muncul sesuai harapan maka kita merasa gembira. Sebaliknya ketika apa yang diberikan tidak mendatangkan reaksi seperti yang diiharapkan maka tentu saja membuat kita kecewa.
Terhadap reaksi simbolik juga tergantung pada pemberi. Biasanya sudah ada pembenaran diri di balik sebuah hadiah seperti sepeda. Ada asumsi, kalau pun dia tidak memakainya, tetapi bisa dipakai oleh orang lain. Demikian pembenaran diri. Kalau demikian maka hadiah itu diberikan karena sudah disiapkan dan bukan karena menjawabi kebutuhan. Di sana makna komunikasi simbolik itu menjadi sangat kurang. Dalam arti ini, Ganjar cukup lincah dalam memainkan simbol, sementara Jokowi kadang menjadikannya sebagai lelucuan kalau hadiah sepedanya ditolak, seperi dilakukan siswa Irfah Hakim, siswa SMPN 4 Pontianak Timur. Juga, ditolak oleh Ivan, Afdal Riyanto saat Muktamar XII Jam’iyyah Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (Jatman) di Pendopo Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, 15 Januari 2018.
Ketiga, hadiah menunjukkan kasih sayang dan perhatian. Hadiah juga melambangkan cinta dan pengabdian. Hadiah digunakan bisa saja bukan barang yang sangat berharga tetapi ia bisa mengungkapkan kasih sayang pada orang .Contoh saja orang menghadiahkan bunga, Hal itu menandakan perhatian dan kasih sayang.
Lalu bagaimana kita menilai cara memberi hadiah dari Jokowi dan Ganjar?
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒊𝒐𝒅𝒆 10 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒂𝒓𝒂𝒉 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍. 𝑨𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒂𝒌 𝑱𝒐𝒌𝒐𝒘𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒑𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂. Hadiah yang diambil dari anggaran bantuan sosial presiden itu bertujuan agar menyehatkan rakyat melalui alat transportasi yang sehat yakni sepeda. Tetapi bila hal itu sudah dicapai atau minimal telah mendekati maka tentu saja model memberikan hadiah perlu lebih variatif menjawabi konteks kebutuhan masyarakat yang berubah. Singkatnya apa yang sudah baik oleh Jokowi tentu sangat dihargai tetapi tentu tidak berarti harus diulang hal yang sama (maksudnya sepeda, jangan ditafsir sebagai penolakan terhadap Gibran).
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒅𝒂 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒛𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕. Heraklitus, filsuf yang hidup pada tahun 280 SM saja sudah merasakan bahwa perubahan saat itu sangat cepat apalagi sekarang. Kata dia semua tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Jadi kita tentu tidak bisa sekadar mengulang sesuatu yang sudah ada.
𝑺𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒏𝒚𝒂, 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒚𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒉𝒂𝒅𝒂𝒑 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒂𝒌𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏. 𝑫𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒐𝒅𝒆𝒍 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒊𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑮𝒂𝒏𝒋𝒂𝒓 𝒊𝒏𝒊 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊𝒎𝒃𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒏𝒈-𝒎𝒂𝒔𝒊𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒂𝒑𝒂𝒌𝒂𝒉 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒏𝒋𝒖𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑱𝒐𝒌𝒐𝒘𝒊 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒗𝒂𝒓𝒊𝒂𝒕𝒊𝒇? 𝑨𝒏𝒅𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒖𝒕𝒖𝒔𝒌𝒂𝒏. ***