Oleh: Anselmus Dore Woho Atasoge
Staf Pengajar pada Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende
Aksinews.id, Kamis (2025/09/18) mengabarkan bahwa ketika membuka kegiatan seminar sehari Sosialisasi dan Pembekalan Pokja FKUB Kecamatan Tingkat Kabupaten Lembata, Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq meminta dukungan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Lembata mendukung edaran Bupati tentang Pembatasan Pesta atau Perayaan. Dalam edaran no P/400/14/Setda/VI/2025, penyelenggaran pesta atau perayaan atau acara yang menimbulkan keramaian dibatasi hanya sampai pukul 12.30 (dini hari). Setelah jam tersebut, penggunaan speaker atau musik dengan volume tinggi dan segala aktivitas yang menimbulkan suara bising, ditiadakan.
Dalam konteks sosial Lembata yang sarat dengan nilai-nilai lokal seperti Taan Tou, seruan Bupati Petrus Kanisius Tuaq untuk membatasi jam pesta merupakan sebuah panggilan moral untuk menata ulang relasi antara ekspresi budaya, ketertiban sosial, dan tanggung jawab keagamaan. Bagi saya, seruan dan permintaan dukungan kepada kepada Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) ini, merupakan sebuah ‘strategi sosio-religi’ untuk melibatkan institusi keagamaan urusan publik yang menyentuh ranah etika dan kesejahteraan bersama.
Dari perspektif sosiologi agama, FKUB bukan hanya wadah formal lintas iman, tetapi aktor sosial yang memiliki legitimasi moral untuk membentuk kesadaran kolektif. Pesta yang berlarut-larut, dengan musik keras dan potensi keributan, bukan sekadar gangguan fisik. Ia bisa menjadi pemicu konflik sosial, memperlemah solidaritas, dan bahkan membuka celah bagi perilaku menyimpang. Ketika agama hadir sebagai kekuatan normatif, ia mampu mengarahkan masyarakat pada bentuk perayaan yang lebih bermakna, tidak sekadar euforia, tetapi juga refleksi dan kebersamaan.
Yang pasti seruan dan permohonan dukungan tidak hanya dialamatkan kepada FKUB. Butuh juga pentingnya sinergi antara negara dan lembaga keagamaan untuk membangun civil religion, nilai-nilai publik yang bersumber dari tradisi iman namun melayani kepentingan bersama. Ketua DPRD Lembata, Syafrudin Sira, mengingatkan bahwa “kancing baju FKUB masih kurang lengkap”. Inilah sebuah metafora yang tajam tentang minimnya dukungan struktural dari pemerintah daerah. FKUB tidak bisa berjalan optimal jika hanya bergantung pada Kementerian Agama.
Dalam ranah publik, agama tidak lagi hanya mengurus urusan sakral, melainkan telah berkembang menjadi agen transformasi sosial yang aktif dan strategis. Émile Durkheim dalam The Elementary Forms of Religious Life menegaskan bahwa agama adalah sistem solidaritas sosial yang mengikat individu dalam komunitas moral. Artinya, agama memiliki fungsi sosial yang membentuk keteraturan, identitas, dan norma kolektif dalam masyarakat.
Sementara itu, Max Weber dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism menunjukkan bahwa agama dapat menjadi kekuatan revolusioner yang mengubah struktur sosial melalui etika kerja, rasionalitas, dan visi dunia. Weber melihat agama sebagai sumber nilai dan motivasi yang mampu mengarahkan perilaku kolektif menuju perubahan sosial yang luas dan berkelanjutan.
Singkatnya, keduanya memperkuat argumen bahwa agama, ketika hadir secara aktif di ruang publik, bukan hanya menjadi penjaga tradisi spiritual, tetapi juga mitra dalam pembangunan manusia seutuhnya sebagai penggerak kemajuan sosial, moral, dan budaya. Di titik ini, seruan Bupati Lembata dan gugus-gagas yang tercurah dalam seminar FKUB yang mengangkat tema toleransi dan kerukunan antarumat beragama ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat modal sosial dan memperluas cakupan peran dan advokasi keagamaan tersebut.
Dalam konteks Lembata, di mana pluralisme dan tradisi lokal bersilangan, FKUB memiliki peluang besar untuk menjadi jembatan antara nilai-nilai spiritual dan kebutuhan sosial. Namun, agar “baju FKUB” benar-benar terpasang rapi, dibutuhkan dukungan politik, anggaran, dan pengakuan atas peran strategisnya. Dengan itu, FKUB bisa menjadi pelayan publik yang tidak hanya menjaga kerukunan, tetapi juga menata ulang cara kita merayakan hidup dalam kebersamaan, termasuk dalam urusan berpesta ria. (*)
saya jg sangat mengharapkan agar Pemerintah dapat mendukung kerja² FKUB dg dukungan Daya da Dana, dan membangun kolaborasi yg harmonis, demi menjaga dan melestarikan semangat Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Beragama…. FKUB jangan dianggap sebagai Pemadam Kebakaran tapi berangkat memadamkan api dengan mobil tangki tanpa air…🙏🙏