
Oleh: Robert Bala
Alumnus Univerdidad Pontificia Salamanca Spanyol
Beberapa pengikut dan pembaca setia mengirim pesan: “Kami tunggu tulisan tentang Paus Leon XIV”. Saya jawab “sudah banyak tulisan tentang Beliau.”
Rupanya jawaban saya belum meyakinkan mereka. Karenanya kini ada waktu (meski tanpa laptop dan hanya andalkan HP) saya coba menjawab sesuai “style” saya tentunya.
Ada dua hal yang membuat saya menulis adalah bagaiamana Paus yang diharapkan: Misioner- negarawan, pemimpin.
Sebagai misioner- Ia harus seorang figur yang menarik hati umat. Seorang pribadi yang sederhana, bersahaja, dekat dengan umat.
Itu dilakukan dan diwujudkan saat jadi pastor paroki di dua paroki di pinggir kota Peru: Sta Rita dan Momserrat selama 11 tahun. Di situ pinggir kota adalah tempat orang-orang miskin, kalah, terpinggirkan.
Di situ ia menyatu dengan mereka dan menjadi bagian dari mereka. Ia tahu bahwa studi hukum tidak harus membuatnya hanya menghakimi tetapi menciptakan keadilan agar tidak ada yang terhukum.
Tidak hanya itu. Memilih menjadi warga negara Peru (ucapan Peru ditekan pada RU) tentu bukan sekadar syarat diplomatik seseorang jadi uskup, tapi sebagai komitmen menyatu dengan mereka yang dilayani.
Pilihan untuk kembali ke Peru setelah 2 periode sebagai pimpinan tertinggi Ordo Agustian, memperkuat komitmennya menyatu dengan umat.
Keterikatan dengan umat sederhana lebih diperkuat lagi saat menjadi pemimlin tertinggi ordo Agustinus. Selama 2 perode (6×2 tahun), Ia keliling dunia. Di sana menenal warga dunia, terutama mereka yang miskin dan menderita.
Sebagai negarawan, Paus Leon XIV harus berdiri sederajat dengan Trump, Vladimir Putin, Xi Jinping. Tentu dengan pimpinan negara, Leon XIV, tentu perlu bijak beepolitik. Pertautan kepentingan akan jadi masalah. Imigrasi dari Amerika Latin ke AS, Imigran Venezuela ke Perù, masalah Ukraina dan Rusia, merupakan masalah yang tidak kecil.
Sebagai warga AS, Paus Leon XIV tentu memiliki keterikatan dengan Trump. Tapi soal imigran, keduanya bisa berbeda malah bisa memunculkan konflik. Di sinilah peran diplomasi memainkan peranan penting.
Sebagai gubernur, Leon XIV memiliki tugas yang tidak ringan. Paus Fransiskus telah membersihkan Vatikan dari masalah keuangan yang disebut berantakan (The Vatican’s Messy Finance).
Ini tugas yang tidak ringan.Tetapi rupanya Paus Fransiskus secara jeli melihat kepiawaian Prevoat menata masalah keuangan. Meski perannya lebih kepada proses pemilihan calon uskup, tetapi bukan mustahil kalau uskup terpilih pun sedikit banyak ditinjau dari segi “kebersihan finansial”.
Lalu apa yang akan dilakukan Paus kelahiran chicago dengan peluang imam perempuan? Ini pertanyaan menarik. Dalam sebuah pemikiran tentang perempuan, Paus Fransiskus, pendahulunya mengatakan bahwa perempuan selalu mengajukan pertanyaan memðalam.
Apakah ini jadi tanda bahwa harapan agar perempuan bisa terwujud? Sesungguhnya inilah harapan yang tidak sulit dijawab karena dalam masa yang singkat sebagai kardinal, Prevost sudah melibatkan perempuan dalam perekrutan calon uskup.
Kalau demikian, maka harapan agar wanita jadi diakon dan imam bukan harapanmyang sia-sia. Harapan ini mudah dibaca meskipun waktu eksekusi mungkin harus menunggu. ***