Aksinews.id/Lewoleba – Bupati Lembata Kanisius Tuaq masih mengikuti retret kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah. Namun anggota Fraksi Partai NasDem, Jhon Sule Batafor sudah melontarkan tantangan baginya terkait pengelolaan keuangan daerah di tengah kebijakan efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ya, “Kebijakan efisiensi anggaran sangat membantu daerah menjadi mandiri dan kreatif untuk meningkatkan PAD. Sepulangnya kepala daerah dari kegiatan retret di Magelang, Jawa Tengah, pak Kanis Tuaq akan kembali dengan kondisi keuangan Lembata yang sangat terbatas atau tidak seperti yang selama ini daerah masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat,” ujar Jhon Batafor, kepada aksinews.id, Minggu (22/2/2025).
Menurutnya, salah satu Pekerjaan Rumah (PR) kepala daerah adalah berpikir lebih kreatif dan inovatif untuk mendapatkan PAD sebesar-besarnya. Ya, “Salah satu pekerjaan rumah kepala daerah adalah berpikir kreatif untuk mendapatkan penerimaan asli daerah (PAD) khususnya dari retribusi daerah Lembata yang harus lebih tertib dan inovatif,” tutur dia.
Selain itu, sambung Jhon Batafor, “Dari kondisi ini, memaksakan kepala daerah bekerja dengan konsep money must follow your programs, NOT money follow function anymore. Maksudnya bahwa pengalokasian anggaran berdasarkan program andalan Kepala daerah saat kampanye, bukan pengalokasian anggaran berdasarkan fungsi masing-masing unit pemerintah daerah”.
“This government policy teaches us about independence. Sudah 25 tahun kita menjadi daerah otonom namun kita belum mampu hidup mandiri yang mana juga konsep berdikari yang pernah diutarakan Ir. Soekarno dalam idenya melawan imperialisme.”
“Alam kekayaan daerah kita begitu melimpah, tetapi yang selalu menjadi tanda tanya saya : Mengapa kita selalu berharap duit transfer dari pusat ? Mengapa duit transfer dari pusat selalu super jauh lebih besar dari PAD kita? Apa makna otonomi daerah yang kita pahami?,” ucap dia, bertanya-tanya.
Politisi muda partai NasDem Lembata ini mengharapkan agar Lembata bisa mandiri dan tidak hanya bersandar pada dana transfer dari pusat. “Ketika kita tidak sepenuhnya berharap transferan pusat dan mandiri, bukankah pada saat itu kita akan berkontribusi membantu Negara ini? Sampai kapan kita mau terusan menjadi beban Negara?,” ujarnya.
“Bagi saya, kebijakan efisiensi angaran ini sebenarnya sangat mengedukasi kita untuk lebih mandiri. Kita harus mampu meningkatkan pendapatan asli daerah jauh lebih besar dan menjadi mandiri secara fiskal. Daerah yang mandiri secara fiskal ditandai dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang melebihi transfer pusat,” tandasnya.
Untuk menjadi mandiri secara fiskal, menurut dia, pemerintah harus mampu menghidupkan sektor swasta. “Sektor swasta dapat berkembang dengan baik jika pemerintah daerah menciptakan kemudahan berusaha dan kepastian hukum serta memberikan akses kepada perbankan untuk pelaku usaha. Mari kita bersama mengembangkan potensi dan kekayaan alam kita yang begitu banyak dan melimpah selama ini tertidur pulas.
Sudah cukuplah sudah selama ini kita terlalu bermental enak dan malas berinovasi. Jangan terusan TADA MULO dari pusat sementara yang kenyang bukan rakyat,” tegas Jhon Batafor.
Dia mengajak semua stakeholder di Lembata untuk berjuang bersama agar bisa mandiri dan sukses. “Menerjemahkan kebijakan efisiensi ini kedalam konsep otonomi daerah maka sudah sepantasnya kita wajib memaksimalkan potensi daerah kita sendiri dan lebih mandiri. Saya mengharapkan Lembata mampu mengelola Sumber Daya Alam dengan baik, juga harapan besar saya, kabupaten Lembata berani keluar sebagai kabupaten pertama di Indonesia yang minta kurangi lagi jumlah transferan dari pusat,” tandasnya, menantang.
“Ketika itu terjadi, maka Lembata akan menjadi contoh untuk daerah lain di Indonesia dan kabupaten pertama yang mampu berkontribusi atau punya sumbangsih besar pada Negara,” tambahnya.
Lalu bagaimana caranya agar daerah bisa hidup? “Ya, mudah saja. Kelola sumber daya alam lalu hidup produktif bukan konsumtif atau mental enak karena sumber dana dari hasil tada mulo dari pusat dan utang yang berpotensi besar menghancurkan Indonesia akibat jika kita kebanyakan terus bebani negara dan tidak ada perubahan atau tidak ada hasil,” tandasnya.
“Sprit Gemohing harus kita hidupkan mulai dari kalangan masyarakat hingga lintas pemerintah daerah dan DPRD. Kabupaten kita ini sudah Otonomi. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian mengurus diri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Bahkan, otonomi lebih luas bermakna ‘tidak menggantungkan hidup pada negara’. Daerah yang telah Otonomi juga Wajib untuk urus rumah tangga sendiri. Seperti contoh halnya dulu masih hidup ditanggung orang tua ya sekarang sudah mandiri ya urus diri sendiri, bukan terusan minta uang dari orang tua,” ujarnya, mencontohkan.
“Sama halnya dengan kita hidup di kabupaten ini, berusaha untuk menjadi Pemerintah dan kabupaten yang tidak terus-menerus membebani negara. Begitu banyak alokasi anggaran dan bantuan baik dari pusat maupun provinsi berpuluh-puluh tahun tetapi kita tetap menjadi daerah miskin. Lembata semakin miskin lalu utang menumpuk??
Dia berharap agar Pemerintah Daerah Lembata dan Pemerintah Desa lebih sadar melihat semuanya. “Sehingga sebisa mungkin kita mampu menjadi kabupaten mandiri yang hidup juga lebih besar dari SDA kita. Sebab ketika SDA kita dikelola dengan baik maka kita turut menjadi kabupaten yang mampu berkontribusi mengurangi beban negara termasuk meminimalisir utang Negara kita,” tutup Jhon Batafor. (AN-01)