Aksinews.id/Lewoleba – Sebanyak 32 persen warga Lembata atau sebanyak 33.706 Pemilih Daftar Pemiih Tetap (DPT) dari 105.806 total Pemilih DPT Kabupaten Lembata tidak menggunakan hak pilih dalam Pilkada serentak 2024. Angka Pemilih Golput lebih besar dari perolehan suara paket pemenang Pilkada Lembata.
Mantan Ketua KPU Lembata, Elias Kaluli Making menilai, rendahnya partisipasi warga pemilih dalam Pilkada Lembata 2024 bisa berdampak buruk terhadap jalannya pemerintahan pemimpin baru terpilih. Rendahnya partisipasi warga juga menjadi tolok ukur sukses tidaknya KPU dalam menyelenggarakan Pilkada.
“Sukses tidaknya sebuah agenda Pemilu atau Pemilihan dimata lembaga penyelenggara Pemilu salah satunya diukur dari tinggi rendahnya partisipasi pemilih. Dan jangan lupa, tingginya angka golput dalam Pilkada lembata ini adalah sebuah kondisi anomaly, bagaimana mungkin angka golput lebih besar dari jumlah perolehan suara paket pemenang Pilkada? kondisi ini sangat berpengaruh pada jalannya pemerintahan paket terpilih nantinya,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua KPU Lembata periode 2019-2024 itu, rendahnya kesadaran pemilih, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti minimnya informasi tentang pentingnya hak memilih dari lembaga penyelenggara Pemilu kepada pemilih melalui sosialisasi dan pendidikan pemilih, faktor kualitas kandidat calon, juga karena kendala teknis administratif seperti kesulitan mengakses TPS bagi pemilih lanjut usia dan pemilih diisabilitas.
“Jadi memilih untuk tidak menggunakan hak pilih dalam Pilkada adalah bentuk protes terhadap kualitas calon yang diusung koalisi partai, juga kalau kita amati, terkhusus pada TPS didalam kota Lewoleba, ada banyak warga yang mengaku tidak datang ke TPS karena tidak mendapat formulir C pemberitahuan. Disamping itu, minim sosialisasi dan pendidikan pemilih oleh KPU dan Bawaslu. Saya yakin untuk sosialisasi ada anggaran, mungkin karena kesibukan menjalan tahapan dan jadwal Pilkada, juga banyaknya perjalanan dinas keluar daerah, sehingga agenda penting untuk sosialisasi terabaikan,” tandasnya.
Lebih lanjut Elias mengatakan, faktor lain yang ikut memperparah rendahnya partisipasi pemilih adalah faktor politik uang.
“Pratek politik uang untuk membeli suara akan menimbulkan rasa apatis dan pesimisme warga pemilih. Dalam benak sebagian warga pemilih, partisipasi mereka tidak ada artinya apa-apa. Jadi kalau tidak ada uang sebagai imbalan untuk hak pilih, maka mereka lebih memilih tidak menggunakan hak pilihnya,” ungkap Elias.
Menyikapi tingginya angka Golput dalam Pilkada kabupaten Lembata, Elias memandang perlu untuk dilakukan evaluasi menyeluruh baik terhadap teknis penyelenggaraan Pilkada, sistem perekrutan para penyelenggara Pemilu, sosialisasi dan pendidikan pemilih, dukungan anggaran, dan sistem rektutmen kandidat calon pemipin, agar pengalam buruk dalam Pilkada Lembata 2024 tidak terulang pada Pemilu dan Pemilihan dimasa mendatang. (*/AN-01)