Oleh : Muh. Sulaiman Rifai Aprianus Mukin
ASN pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata, Pengawas Sekolah PAI Tkt Menengah,
Bergabung dalam “Komunitas Penulis Lembata”, juga Penakar Literasi Lembata
Latar belakang reproduksi dan moderasi beragama melibatkan hubungan yang kompleks antara nilai-nilai agama dan praktik kesehatan reproduksi. Moderasi beragama dalam konteks reproduksi menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara nilai-nilai agama yang dianut individu atau masyarakat dengan praktik kesehatan reproduksi yang aman dan bertanggung jawab. Dengan memahami dan menghormati nilai-nilai agama serta menerapkan praktik kesehatan reproduksi yang sesuai.
Tak terelekkan kemajuan teknologi informasi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap bidang reproduksi dan moderasi beragama. Individu dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi, kontrasepsi, dan layanan kesehatan reproduksi lainnya melalui internet, yang dapat membantu meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan reproduksi. Platform online dapat menjadi ruang untuk diskusi terbuka, edukasi, dan pertukaran pandangan yang dapat membantu memperkuat pemahaman tentang bagaimana memadukan nilai-nilai agama dengan praktik kesehatan reproduksi yang sesuai. Meskipun kemajuan IT membawa manfaat besar, penting untuk tetap memperhatikan etika penggunaan teknologi ini dalam konteks reproduksi dan moderasi beragama.
Konsep Memahami Reproduksi dan Moderasi Beragama
Menurut Naskah Akademik UU SJSN tahun 2004, Program Jaminan Kesehatan Nasional, atau JKN, adalah suatu inisiatif pemerintah dan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan yang menyeluruh kepada setiap warga Indonesia sehingga mereka dapat hidup dengan sehat, produktif, dan sejahtera.
Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk mencapai cakupan kesehatan semesta, juga dikenal sebagai cakupan kesehatan universal (UHC). Cakupan kesehatan semesta menjamin bahwa setiap orang memiliki akses ke layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang efektif dan berkualitas tinggi. Dalam Sidang Dewan Eksekutif WHO ke 144 tahun 2019, diputuskan bahwa seluruh negara anggota WHO, termasuk Indonesia, akan menyelesaikan Program Kerja Umum WHO ke-13 pada tahun 2023. Target yang harus dicapai mencakup: 1) Satu milyar orang mendapatkan manfaat UHC, 2). Satu milyar orang lebih terlindungi dari kedaruratan kesehatan; dan 3). Satu milyar orang menikmati hidup yang lebih baik dan sehat.
Untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pendidikan reproduksi, penting untuk memperhatikan beberapa langkah penting. Ini berarti memahami nilai-nilai dan ajaran agama yang berbeda dan mencari kesamaan serta titik temu yang dapat dijadikan dasar pendidikan reproduksi yang holistik. Diskusi terbuka dan dialog antara ahli agama, pendidik, dan komunitas dapat memperkuat pemahaman tentang bagaimana memadukan nilai-nilai agama dengan informasi kesehatan reproduksi yang akurat. Selain itu, memperhatikan bahasa dan konteks budaya yang sensitif terhadap nilai-nilai agama dalam penyampaian materi pendidikan reproduksi juga sangat penting.
Kementerian Agama Kabupaten Lembata, Kamis, 22 Agustus 2024 di aula terbuka melaksanakan Seminar Sehari yang di sponsori Darma Wanita mengusung tema Reproduksi dan Moderasi Beragama. Ishak menjelaskan bahwa terapan reproduksi dalam moderasi beragama mengacu pada pendekatan yang seimbang antara nilai-nilai agama dan prinsip-prinsip kesehatan reproduksi. Lebih lanjut Kepala Kantor Kementerian Agama Lembata itu menekankan bahwa dalam konteks ini, pendidikan seksual (reproduksi) yang akurat dan komprehensif menjadi kunci. Selain itu dia pun menambahkan akses yang mudah dan aman terhadap layanan kesehatan reproduksi, termasuk pelayanan kontrasepsi, juga merupakan bagian penting dari terapan reproduksi dalam moderasi beragama.
Memahami pikiran Ishak, pandangan agama terhadap pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar dapat bervariasi tergantung pada keyakinan dan interpretasi agama tertentu. Dalam konteks Islam, misalnya, terdapat berbagai pandangan yang beragam terkait dengan penggunaan kontrasepsi. Penting untuk memahami bahwa dalam konteks agama, pendekatan terhadap isu kontrasepsi dan kesehatan reproduksi dapat dipengaruhi oleh interpretasi teks suci, tradisi, dan nilai-nilai agama yang berlaku.
Pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar seringkali menjadi topik yang sensitif dan kontroversial dalam berbagai masyarakat. Namun, di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa hal tersebut dapat dianggap sebagai memberikan izin atau mendorong perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan pelajar. Beberapa negara atau lembaga pendidikan mungkin memiliki kebijakan yang mendukung pemberian kontrasepsi kepada pelajar dengan persetujuan orang tua atau wali, sedangkan Indonesia sebagai negara yang religius tentu, menentang kebijakan pemerintah, pemberian alat kotrasepsi kepada pelajar.
Pendapat saya tentang hal ini adalah bahwa Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan keragaman agama yang kuat, yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk kebijakan pemerintah. Penting untuk diingat bahwa dalam sistem demokrasi, berbagai pihak memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan kepentingan mereka. Dalam situasi seperti ini, dialog antara pemerintah dan lembaga keagamaan serta komunikasi yang terbuka dan inklusif dapat membantu mencapai kesepakatan yang menghormati nilai-nilai agama dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Reproduksi dan moderasi bergama memiliki hubungan yang erat dalam konteks keberlanjutan populasi dan keseimbangan lingkungan. Sementara itu, moderasi bergama mengacu pada upaya untuk mengatur pertumbuhan populasi agar tetap seimbang dengan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, moderasi bergama diperlukan untuk mengendalikan laju pertumbuhan populasi agar tidak melebihi kapasitas lingkungan untuk mendukungnya.
Kesimpulan
Dengan menjaga keseimbangan antara reproduksi dan moderasi bergama, kita dapat memastikan keberlanjutan populasi dan lingkungan. Reproduksi yang terkendali dengan moderasi bergama yang tepat akan membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah efek buruk dari overpopulasi. Oleh karena itu, untuk mencapai kesejahteraan dan keberlanjutan bagi semua makhluk hidup, penting untuk memahami dan menerapkan kedua ide ini secara proporsional.***