Aksinews.id/Lewoleba – Setelah membuka Kelas Demokrasi, Nimo Tafa Institute menggelar Talkshow yang membahas tema ‘Menggugat Peran Partai Politik Dalam Mewujudkan Pilkada Lembata yang Demokratis” di Auditorium Perpustakaan Daerah Goris Keraf Lembata, Selasa, 18 Juni 2024.
Tema ini diangkat karena partai politik punya peran utama menghadirkan calon pemimpin dan wakil rakyat yang nanti akan dipilih oleh masyarakat saat pemilu.
Akan tetapi, sudah banyak suara sumbang yang ditujukan kepada partai politik karena tidak mampu menghadirkan kader partai yang mumpuni untuk menjadi kepala daerah atau wakil rakyat.
Talkshow edisi perdana ini menghadirkan lima orang pembicara yakni Elias Kaluli Making sebagai pengamat pemilu, Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Lembata Frans Gewura, Ketua PKN Lembata Juprians Lamabelawa, Kepala Kesbangpol Kanis Making dan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Andri Atagoran, wartawan TVRI sekaligus pegiat Nimo Tafa Institute bertindak sebagai host.
Pengamat pemilu di Lembata, Elias Kaluli Making menyebutkan proses kaderisasi pemimpin di partai politik memang selama ini tidak berjalan.
Partai politik cenderung memakai pendekatan popularitas semata untuk memilih calon yang akan menjadi wakil rakyat atau kepala daerah.
Misalnya, mantan kepala dinas, mantan kepala desa, pengusaha atau kontraktor. Menurut mantan Ketua KPU Lembata ini, pada akhirnya masyarakat memilih karena faktor kedekatan atau popularitas, bukan karena buah dari pertarungan gagasan.
Menurut Elias, partai politik perlu menjalankan fungsi kaderisasi yang serius termasuk pendidikan politik kepada kader partai dan masyarakat.
Sementara itu, Ketua DPC PDI Perjuangan Frans Gewura menyebutkan partai politik merupakan organisasi negara yang tidak sama dengan organisasi lain.
“Saya kira pendidikan politik berjalan selama ini meski dalam keterbatasan,” kata Frans Gewura.
Di PDI Perjuangan, katanya, kader partai berbeda dengan ‘orang PDI Perjuangan’. Tidak semua orang PDI Perjuangan adalah kader partai. Tetapi, semua kader partai adalah orang PDI Perjuangan.
Frans mengatakan PDI Perjuangan menyiapkan sekolah kader secara khusus untuk tiga tahap yakni kader pratama, kader madya dan kader utama.
Dia mengakui perlu anggaran untuk menggerakkan fungsi partai. Selama ini, pihaknya menjalankan fungsi-fungsi itu dengan anggaran yang terbatas.
Dia menyebutkan kalau tahun ini, PDI Perjuangan Lembata mendapat dana hibah bantuan partai politik dari APBD sebesar Rp 70 juta yang dimanfaatkan 60 persen untuk pendidikan politik dan 40 persen untuk operasional partai.
“Sangat terbatas tetapi kita tetap berupaya lakukan fungsi-fungsi partai tersebut,” katanya.
Frans berpikir perlu ada partisipasi masyarakat yang lebih luas supaya pendidikan politik yang baik bisa menjangkau masyarakat banyak.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Lembata, Kanis Making memaparkan tahun ini pemerintah daerah mengucurkan anggaran sebesar 501 juta untuk membantu total 10 partai yang saat ini mempunyai kursi di legislatif. Anggaran ini dipakai 60 persen untuk pendidikan politik bagi kader dan masyarakat. Sementara, 40 persen untuk operasional partai.
Penggunaan anggaran ini tentu perlu dipertanggungjawabkan secara administratif karena juga diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kendati demikian, sesuai undang undang, partai politik sebenarnya punya tiga sumber pendanaan. Tidak hanya bergantung pada dana dari APBD. Tiga sumber pendanaan itu adalah iuran anggota, sumbangan pihak ketiga dan APBD/APBN.
Juprians Lamabelawa, Ketua Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), mengatakan PKN merupakan partai baru di Indonesia tetapi sudah mempunyai satu kursi di DPRD Lembata-satu-satunya di NTT.
Pengacara senior di Lembata ini bahkan berjanji PKN akan membuka sekolah politik dan hukum di semua desa di Lembata. PKN Lembata akan memaksimalkan semua potensi yang ada.
PKN, menurut dia, hadir sebagai kekuatan politik baru dan membawa semangat politik gagasan untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas.
Asal tahu saja, Nimo Tafa Institute merupakan lembaga yang baru didirikan oleh empat (sekarang jadi lima) orang muda intelektual yang peduli pada kemajuan politik Lembata. Mereka adalah Eman Prason Krova, Ricko ‘Blues’ Wawo, Andrian Atagoran, Ben Asan dan Soman Labaona.
Acara talkshow diselingi live musik, yang menampilkan gitaris Ricko ‘Blues’ Wawo dan vokalis Dimas Hayon. Menurut Eman Krova, seluruh kegiatan dibiayai sendiri oleh para pegiatn Nimo Tafa Institute. “Terutama saya dan Ricko, yang kebetulan menulis buku, dan kami sisihkan sebagian doi untuk sekedar siapkan air minereal, kopi teh dan kue. Tidak ada yang berada di balik kami,” ujarnya, tegas. (AN-01/rilis NTI)