Oleh: Aprianus Mukin
Pengawas Sekolah Madya Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata
Kementerian Agama “rumah keluarga” menjadi tempat dimana setiap orang, agama dan keyakinan diterima dan dihargai.
H. Ishak Sulaiman (Kepala Kantor Kemenag Lembata); Mgr. Fransiskus Kopong Kun (Uskup Larantuka)
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia yang mulitkultural dan plurasisme termasuk Lembata, konsep moderasi beragama sangat urgen dan krusial (Hasibuan, 2023). Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan banyak pihak dan tentunya memerlukan waktu. Namun, gagasan ini dapat menjadi kenyataan dan bermanfaat bagi masyarakat yang beragam jika semua orang berkomitmen dan bekerja sama. Fenomena hari ini, diperburuk dengan loncatan teknologi informasi “technological leapfrogging”, turut serta dalam membentuk opini di masyarakat, sehingga saat ini tak jarang ditemukan berbagai benturan untuk atas nama agama, perbedaan hanyalah sebuah keniscayaan yang tak terelakan (Yuana, 2023).
Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Beriman: Sepanjang tahun 2023, SETARA Institute mencatat 217 peristiwa dengan 329 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. Angka tersebut naik signifikan dibandingkan temuan selama 2022, yaitu 175 peristiwa dengan 333 tindakan. Gangguan Tempat Ibadah: Data SETARA Institute menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, terdapat 65 tempat ibadah yang mengalami gangguan. Angka ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Penodaan Agama: Tren pelanggaran pada 2023 juga menunjukkan masih tingginya penggunaan delik penodaan agama. Hukum penodaan agama yang diskriminatif masih diadopsi dan diberlakukan oleh aparat penegak hukum dan menjadi alat penundukan yang digunakan oleh masyarakat (Razak, 2024). Kasus Persekusi di Tangerang Selatan: Pada tanggal 8 Mei 2024, terjadi kasus pembubaran ibadah doa Rosario di Tangerang Selatan (Hanafi, 2024). Kasus ini menambah daftar panjang kasus persekusi terhadap kelompok minoritas di Indonesia.
Perjalanan panjang soal “Kementerian Agama sebagai Rumah Keluarga” bukan tanpa alasan. Gagasan cemerlang Ishak Sulaiman2 berangkat dari fenomelogi (Helaluddin, 2018), potensi benturan identitas dan catatan konflik senantisa memiliki ruang yang berpotensi habitus sosial dan kanalisasi informasi (Suyanto, 2021). Catatan buram di Kota Kupang 30 November hingga 1 Desember 1998 silam pelecehan antar umat beragama menggambarkan betapa miskinnya perbendaharaan iman. Situasi ini juga disebabkan oleh tragedi Mei 1998 yang memicu konflik SARA di Ambon, Poso, dan NTT (Barung, 2023).
Bercermin 1998 koonflik (Utami, 2023), kerukunan antarumat beragama di NTT cukup baik; tidak ada masalah yang benar-benar mengganggunya dalam setahun terakhir. Namun, ada juga laporan bahwa pesantren di Lembata dan Desa Ndete, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, tidak dibangun. Meskipun demikian, kerukunan beragama di NTT umumnya masih dianggap baik (Sape, 2020). Selain itu, ada juga laporan tentang bagaimana tradisi adat Lembata membantu meningkatkan toleransi agama (Taum, 2019). misalnya, orang Islam dan Katolik di Amakaka, Lembata, melakukan prosesi bersama (Lewanmeru, 2023).
Ishak Sulaiman “Kementerian Agama Lembata memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan dan kedamaian umat beragama di lembata. Salah satu upaya yang dilakukan Kemenag adalah dengan mengimplementasikan moderasi beragama. Dalam arahan moderasi beragama Ishak mengingat bahwa agama masuk ke dalam jiwa manusia yang paling dalam, konflik yang disebabkan oleh perbedaan pendapat tentang kebenaran tafsir agama pasti akan lebih mengerikan lagi. Namun, seringkali perbedaan yang diperdebatkan itu hanya berkaitan dengan kebenaran tafsir agama yang dibuat oleh manusia yang terbatas daripada kebenaran yang sebenarnya, yang hanya dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Benar.
Salah satu cara untuk mempertahankan moderasi beragama dalam tradisi Kristen adalah dengan menengahi ekstremitas interpretasi ajaran Kristen yang dipahami oleh sebagian kecil umat Kristen. Salah satu kiat untuk memperkuat moderasi beragama adalah melakukan interaksi semaksimal mungkin antara agama yang satu dengan agama yang lain dan antara aliran yang satu dengan aliran yang ada dalam komunitas beragama (Moderasi, 2018).
Konsep semua agama yang mengatakan bahwa penting untuk menjaga keseimbangan dalam beragama dikenal sebagai moderasi beragama, atau “moderatisme”. Juga diartikan sebagai sikap tengah atau tidak berlebihan dalam beragama, istilah moderasi beragama lebih dari itu. Konsep ini mengajarkan orang untuk menghargai perbedaan agama atau keyakinan. Moderasi mengajari cara seseorang melihat agama adalah moderat, memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem. Moderasi harus diupayakan terus menerus untuk menemukan dan menerapkannya. Moderasi beragama berarti memahami esensi dari setiap ajaran agama, yang pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan kedamaian, daripada mencampuradukkan ajaran agama.
Rumah Keluarga
Diksi-1
H. Ishak Sulaiman (Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Lembata):
Beliau bilang kepada saya “Pak Kepala, Kamu jadikan rumah besar kementerian agama sebagai rumah keluarga” kata-kata yang saya anggap sebagai sebuah energi yang sangat kuat. Saya sedang berpikir, apakah bapak Uskup tahu saya punya perasaan, tahu saya punya jiwa yang sedang saya inginkan, agar kementerian Agama yang menjadi agen membangun kebersamaan, pesaudaraan sejati di bumi lepanbatan tercinta.
Oleh karena itu, kata-kata tersebut masih saya jadikan peristiwa monumental. Dari pernyataan beliau itulah, kami bersama teman-teman merumuskan branding kerja kementerian Agama Kabupaten Lembata.
Kalau semua orang beragama memahami esensi ajarannya, maka saya yakin kita dapat mewujudkan Lembata ini menjadi indah, kebersamaan, persaudaraan bisa dihadirkan, karena karakter yang kuat.
Diksi-2:
Mgr. Fransiskus Kopong Kun (Uskup Larantuka):
Setelah bertemu dengan Pak Ishak, saya menangkap harapan, “Kita harus mempunyai satu rumah,” dan saya menanggapi dengan baik. Mulailah di rumah saat berbicara tentang moderasi agama, atau generasi emas. Karena itu, mari kita menjadikan kantor kementerian agama sebagai tempat tinggal bersama. Peran apapun yang kalian lakukan hanya untuk kepentingan agama, masyarakat dan bangsa, maka mulailah dari rumah besar ini.
Rumah bukan sekedar gedung, rumah adalah suasana, kita semua harus merasa di rumah kita sendiri. Karena, hanya di rumah kita sendiri, kenyamanan, ketenangan, juga kedamaian dapat kita rasakan. Sehingga kita akan keluar dengan sebuah energi untuk menjadikan Lembata sebagai rumah besar kita.
Indonesia adalah taman yang indah, Indonesia kaya raya, Indonesia adalah tanah yang diberkati Allah. Mengutip pesan Uskup pertama Indonesia “Jadikan 100% Katolik dan 100% Indonesia. Jadi anda hidup sebagai orang katolik 100% berarti anda sungguh-sungguh katolik dan orang Indonesia.
Hari kita kumpul bersama membangun Indonesia, sebagai bagain dan tanggung jawab orang katolik untuk kepentingan bangsa ini. Dari rumah ini kita akan menghargai berbagai perbedaan, dimanapun kita hidup kita adalah satu keluarga. Kita harus mengalahkan berbagai tantangan, semakin seseorang itu dekat dengan Allah, dia juga akan semakin dengan dengan sesama. Sehingga hilanglah rasa cemas, kekuwatiran, kecurigaan, dan takut, ketika seseorang memiliki iman, maka dia akan menjadi orang katolik dengan beriman teguh untuk menjadikan kementerian Agama sebagai rumah keluarga.
Pesan yang ada dalam diksi-diksi tersebut, adalah: 1) Penekanan pada kesetaraan dan penghormatan; 2) Mendorong persaudaraan dan kebersamaan; 3) Peran penting untuk memahami esensinya dari ajaran agama; 5) Membangun karakter yang kuat berdasarkan nilai-nilai agama; dan 6) Peran Kementerian Agama dalam mewujudkan moderasi beragama.
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata memiliki urgensi yang tinggi dalam mengimplementasikan moderasi beragama. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain. Menurut data Kementerian Agama Kabupaten Lembata, terdapat 6 agama yang dianut oleh masyarakat di Kabupaten Lembata, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Potensi konflik (Arianto, 2023), antarumat beragama di Kabupaten Lembata . Potensi konflik ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesalahpahaman antarumat beragama, provokasi dari pihak-pihak tertentu, dan lain sebagainya. Moderasi beragama dapat menjadi solusi untuk mencegah konflik antarumat beragama dan membangun kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Lembata. Konflik selalu ada dalam diri setiap orang. Seseorang yang memiliki keteguhan iman, akan memenej rasa, karsa dan asa. Sehingga dapat memberikan pertimbangan, masukan, saran keteguhan hati untuk menggapai asa.
Moderasi beragama dapat membantu orang untuk memahami agamanya secara lebih luas dan mendalam, sehingga mereka dapat menghindari pemahaman agama yang sempit dan radikal. Berikut adalah beberapa contohnya:
- Meningkatkan toleransi antarumat beragama:
Untuk mencegah konflik antarumat beragama, moderasi beragama dapat membantu orang menghormati dan menghargai perbedaan.
2. Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa:
Karena moderasi beragama mengajarkan masyarakat untuk hidup bersama dengan damai dan saling menghormati, moderasi beragama dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat:
Moderasi beragama memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat karena mampu menciptakan suasana yang mendukung pertumbuhan dan kemajuan.
Implementasi Moderasi Beragama
Untuk mendukung moderasi beragama, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata dapat melakukan hal-hal berikut:
- Sosialisasi pentingnya moderasi beragama, hal ini dapat melalui ceramah, seminar, simulasi dan workshop.
- Membangun percakapan antarumat beragama. Percakapan antarumat beragama dapat membantu orang saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mereka.
- Memberi pembinaan kepada tokoh agama. Tokoh agama memainkan peran penting dalam menyebarkan pemahaman agama moderat kepada masyarakat.
- Membuat peraturan yang mendukung moderasi beragama, seperti peraturan daerah atau kebijakan internal Kemenag Kabupaten Lembata.
Penutup
Konsep moderasi beragama sangat penting untuk diterapkan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Lembata. Kita dapat membangun kehidupan yang harmonis, damai, dan sejahtera bagi semua umat beragama dengan memahami dan mengamalkan moderasi beragama. Marilah kita berkomitmen bersama untuk membawa moderasi agama ke Indonesia. Ini dapat dimulai dengan diri kita sendiri, keluarga kita, dan lingkungan kita. Kita dapat membangun bangsa yang kuat dan maju dengan menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, dan bekerja sama.
Sangat sulit untuk mewujudkan moderasi beragama. Namun, kita pasti dapat mencapainya jika kita bekerja sama dengan tekad dan komitmen. Kita harus membuat Indonesia menjadi rumah besar yang nyaman dan aman bagi semua agama. ***
Mantap, jadikan rumah tempat pertama menanamkan moderasi beragam. Berbeda itu indah
Moderasi Beragama menjadi salah satu dasar dari kerukunan umat beragama. Disinilah peran Kantor Kementrian Agama Kabupaten Lembata sebagai “Rumah Besar” untuk mewujutkannya dalam kehiduoan berbangsa dan bernegara.
Ayo bersama AKSINEWS-PONDOK PERUBAHAN kita wartakan Lembata punya bnyak cerita. Agar anak cucu kemudian hari bisa merambah jejak digital tanah Lamblean island.
Jangan menunggu “suo ahing” atau “ra ikar” tutun marin dalam babat lepanbatan, hanya karena kurangnya perbendaharaan literasi (basa tulis).
Ayo bergabung di AKSINEWS – PONDOK PERUBAHAN
Pada hakikatnya moderasi beragama adalah sebuah keniscayaan dalam bersosialisasi, beragama maupun dalam berbangsa dan bernegara. Jika masing-masing kita memahami akan pentingnya perbedaan maka yakinlah bahwa tidak ada yang namanya keributan, percekcokan ataupun peperangan tetapi yang adalah saling asah, saling asih dan saling asuh.