Aksinews.id/Kupang – Keadilan itu mahal. Keadilan itu adalah milik semua manusia, tidak peduli kaya atau miskin, dan apapun strata sosialnya. Persamaan di hadapan hukum, equality before the law. Itu prinsip. Persamaan, tanpa perbedaan hukum, bagi setiap manusia.
Adalah sosok lelaki pencari keadilan, Harvido Aquino Rubian. Lelaki 41 tahun ini merasa diperlakukan dengan tidak adil dalam perebutan harta bendanya di pusaran hukum yang bernilai sekitar Rp179/466,000,000.- (seratus tujuh puluh sembilan milyar empat ratus enam puluh enam juta rupiah).
Betapa tidak, hal ihwal ini bermula dari perikatan jual beli sebidang tanah di kelurahan Oepura, kecamatan Maulafa, kota Kupang.
Jual beli antara almarhum Drs. Theodoris MC Rubian selaku penjual dan Hendra Hartanto Irawan selaku pembeli pada tanggal 5 Maret 2020, diikat di Notaris Hengky Famdale, SH.
Tanah seluas 20.420 M2 atas nama Drs. Theodoris Mc Rubian, sertifikat hak milik Nomor 3572, diperkuat dengan putusan Pengadilan dan Mahkamah Agung. Dijual dengan nilai Rp 10.500.000.000 (sepuluh milyar lima ratus juta rupiah).
Hendra Hartanto Irawan telah membayar dua kali senilai Rp 6,750.000.000 (enam milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pada tahap ketiga untuk pelunasan, Hendra Hertanto Irawan tidak lagi membayar.
Kemudian digugat wanprestasi di Pengadilan Negeri Kupang. Saat gugatan wanprestasi berubah menjadi hutang piutang saat perdamaian.
”Saat perdamaian kami tidak dilibatkan, tapi saat jual beli kami dilibatkan, ada tandatangan kami,” jelas Harvido.
Almarhum Drs. Theodoris MC Rubian dituntut membayar kembali uang Hendra Hartanto senilai Rp 6,750 Milyar. Karena tidak membayar harta benda Drs. Theodoris MC Rubian disita oleh Hendra melalui Pengadilan Negeri Kupang.
Harta bendanya yang disita bernilai sekitar Rp179,466,000,000 (seratus tujuh puluh sembilan milyar empat ratus enam puluh enam juta rupiah). Bagi Harvido, ini tidak adil.
Ya, “Ini tidak adil, uang hanya Rp 6,750.000.000 (enam milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tapi menyita asset senilai Rp179,466,000,000 (seratus tujuh puluh sembilan milyar empat ratus enam puluh enam juta rupiah). Nilai itu sesuai harga pasar untuk tanah kelas 1 di kelurahan Oepura. Karena tanah 2 hektar itu juga diperintahkan untuk disita dalam berita acara eksekusi penyerahan. Enam obyek telah disita,” jelas Harvido.
Lanjut Harvido, “Uang Rp6,750.000.000 itu bukan hutang piutang, tapi itu adalah jual beli, kenapa disuruh kembalikan ? Dengan membalikkan hutang itu di kami, padahal kami ini penjual. Ini aneh,” jelas Harvido.
Ayub Codey selaku kuasa hukum Harvido saat ditemui di Kupang, Senin (10/6/2024), menjelaskan mencari keadilan itu mahal dan siapa saja bisa mencarinya, dan bisa dimana-mana.
Dalam kasus klien kami Harvido ini, kita tengah mencari keadilan itu di Pengadilan, KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dan masih banyak lagi.
“Laporan atau pengaduan Harvido di KPK sudah diterima, KPK sudah merespons laporan kami. Laporan terkait dugaan tindak pidana Penyuapan/Pemerasan/Penggelapan/Persekongkolan Jahat (kolusi)/Gratifikasi. Kami sudah sampaikan laporan di Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, Direktur Penyelidikan dan Direktur Deteksi dan Analisis di KPK,” jelas advokat Ayub asal Sulamu, kabupaten Kupang ini.
“Kami juga sudah sampaikan pengaduan di Kejaksaan Agung terkait dugaan mafia tanah. Pengaduan kami juga sudah diterima. Semua ini akan indah pada waktunya,” ungkap Ayub.
“Juga akan menyusul laporan dugaan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, dugaan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, dugaan secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak tanah, dugaan melakukan penggelapan hak suatu benda kepunyaan orang lain, dugaan membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak, dugaan masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum dan lain-lain,” ungkap Ayub.
“Semua itu untuk mengejar dan mencari keadilan. Kami hanya jalankan kuasa yang diberikan klien secara profesional dan bertanggungjawab,” jelas Ayub.
“Setelah saya pelajari ini kasus, analisis saya agak ngeri kasus ini. Melibatkan jaringan besar dan tidak main-main. Ini biaya bukan sedikit, butuh biaya besar,” kata Ayub.
Ayub menjelaskan, kita jalankan hukum itu perlu ada moral. Moral itu penyesuaian diri dengan kewajiban bathin. Suara hati menjadi motivasi paling dasar. Kalau norma hukum itu legalitas, menyesuaikan diri dengan yang ditetapkan Undang-undang.
Norma moral dan hukum memang beda, tapi saling berkaitan. Oleh karenanya dituntut hukum dijalankan dengan cahaya hati nurani.
Sesungguhnya, kata Ayub, hukum sebagai norma yang mewajibkan etis-yuridis, yang isinya tentang nilai-nilai dasar hidup.
Asal tahu Harvido Aquino Rubian tengah menggugat pembatalan perjanjian di Pengadilan Negeri Kupang dengan perkara perdata Nomor 88, dan mengajukan bantahan dan perlawanan dengan perkara nomor 128, melawan Hendra Hartanto Irawan dkk. (TIM/Red)