Selasa, 04 Juni 2024
Ptr.3:12-15a.17-18;Mrk.12:13-17
Pekan Biasa IX
“Berikan kepada Kaisar dan Allah yang menjadi haknya” (Mrk.12:17)
Hidup terikat hal dan kewajiban. Membayar pajak atau tidak, jadi ukuran kepatuhan. Yang membayar menunjukkan kepatuhan kepada pemimpin. Jika tidak, dia adalah pembangkang.
Terkait pertanyaan orang Yahudi, “bolehkah membayar pajak atau tidak?”, Yesus dengan bijak menjawab, “Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”.
“Berikanlah”, dalam teks aslinya dari kata apodote. Bisa berarti “memberikan” juga “mengembalikan”. Dengan itu Yesus menegaskan, setiap orang wajib mengembalikan sesuatu kepada orang yang berhak memilikinya.
Hak itu terbaca pada gambar dan tulisan. Pada mata uang ada gambar dan tulisan Kaisar. Itu haknya. Maka sebagai warga, orang Yahudi wajib memberikan pajak atau upeti kepada pemimpin Roma (Kaisar). Tanda kepatuhan dan hormat.
Sedangkan pada diri manusia, ada gambar tangan Allah yang membentuk kita sebagai Citra Allah. Tak ada manusia yang menciptakan dirinya. Itu berarti diri kita seutuhnya adalah milik Allah. Maka sebagai orang beriman, kita harus mengembalikan dan mempersembahkan seluruh diri, hidup dan hasil usaha kita sebagai uangkapan syukur bagi Allah.
Syukur nyata yang biasa kita lakukan dengan memberi kolekte, persembahan, iuran, sumbangan-sumbangan, bahkan waktu, tenaga dan diri kita. Kita beri dan dedikasihkan dengan sukacita, karena menyadari semua itu adalah anugerah cuma-cuma Allah bagi kita.
Yesus menasehati kita, agar hidup secara proposional. Ada hak kaisar (pemerintah), ada hak Allah, juga ada hak sesama. Maka janganlah menikmati apa yang bukan milik kita. Terlebih, janganlah merampas apa yang menjadi hak mereka yang kecil, sederhana, lemah dan tak berdaya. Berikanlah dengan sukacita apa yang mesti mereka terima dari kita; berupa cinta, kasih sayang, bantuan dan perhatian, penghormatan dan pengakuan. Itu sudah cukup.
Tuhan memberkati. SALVE. ***
RD Wens Herin