Perjuangan yang gigih dan tidak kenal lelah yang ditunjukkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari waktu ke waktu selalu membuahkan hasil yang mengembirakan bagi para guru. Perjuangan berdarah-darah hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru menerima Tunjangan Sertifikasi Guru (TPG) setara dengan satu kali gaji pokok, perjuangan peningkatan kesehjateran para guru honorer dengan lahirnya seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan lain-lain adalah bukti cinta PGRI bagi para guru.
Pola kerja PGRI berkualitas. Terima isu, kumpul data, cari referensi, buka ruang diskusi, dan melakukan perjuangan dengan berbagai cara secara sistematis, dan terukur. Perjuangan PGRI jarang sekali gagal. Selalu berhasil.
Kabar baik kali ini dipersembahkan kepada Guru se Nusantara yang selama ini mengalami kendala dalam mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak karena usia sudah mencapai 50 tahun. Hari ini, Minggu (4/2/24) informasi resmi yang diterima dari Mahkamah Agung (MA) sangat menggembirakan. Pasal 6 huruf f Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak dicabut.
MA menilai bahwa regulasi tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. MA tegas menyatakan pasal 6 huruf f Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak tidak berlaku umum.
Mahkamah Agung (MA) mengkabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon diantaranya, Tibyan Hudaya, S.E, M.MPd., Nina Anggraeni, Nunuy Nurokhman, Qmat Iskandar,S.Pd., M.Pd dan memerintahkan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia untuk mencabut pasal 6 huruf f Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak.
Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, Ketua Umum PB PGRI menyambut gembira kabar baik ini. Dengan bangga, Pemimpin perempuan yang hebat ini mengatakan, PGRI akan terus berjuang untuk kepentingan para guru. PGRI tidak pernah lelah untuk berjuang demi kehormatan dan kepastian hukum bagi guru pendidik dan tenaga kependidikan se Indonesia.
“Insya Allah, perjuangan kita di dengar. Langit akan mendukung perjuangan kita. Kita menolak diskriminasi bagi tenaga guru pendidik dan tenaga kependidikan. Terima kasih Hakim MA, yang memberi ruang yang sama kepada semua guru tanpa membeda bedakan yang lebih muda, senior, atau tua. Semua guru sama punya hak untuk dimuliakan,” kata Prof. Unifah. (Maksimus Masan Kian/Ketua PGRI Kabupaten Flores Timur)
Bagi kami sangat sangat tidak setuju kalau umur 50 tahun keatas harus ikut lagi guru penggerak.Karena apa kompetensi dari kami guru yang 50 ke atas sangat kurang.tambah lagi beban E.Kinerja yang serba menggunakan IT .Apa lagi dalam proses pembelajaran sebagai guru penggerak serba menggunakan IT dan linca dalam operasi Labtop.Sementara kami yang 50 ke atas masih bangak yang belum paham tentang IT. Jangan samakan dengan guru mudah yang sejak awal mereka belajar tentang IT. Sedangkan kami yang guru tua ,mohon maaf dari awal memang belajar seca manual. Harapannya para pengurus PGRI harus menimbang kembali tuntutan ini.Keluhan dari para guru 50 tahun Keatas.Terimakasih.
Betul,bu.yang harusnya dirubah itu adalah aturan untuk persyaratan menjadi kepala sekolah yang seharusnya tidak memutlakkan mencantumkan sertifikat guru penggerak. Tidak semua guru penggerak mampu menjadi pemimpin dalam sekolah. Harus dilihat track recordnya, peng3ndalian emosi,dll.
Ibu Prof. Unifah memang hebat. Terimakasih ibu, sy berharap para guru yg belum bisa mengikuti PPG agar di tahun 2024 ini bisa mengikuti dengan aturan yg tidak ribet seperti tahun sebelumnya sy berharap regulasi untuk bisa mendapatkan sertifikasi lebih mudah. Mturnwun ibu sebelumnya, smoga ibu sllu dlm lindungan Allah SWT. AMIINNN
Saya seorang guru di pegunungan dengan umur di atas 50 tahun. Bagi saya, dicabut atau tidaknya aturan itu sama saja. Prinsip saya, saya harus fokus untuk anak murid dan keluarga.
Bukan berarti kalau tidak menjadi guru penggerak saya tidak sharing ke sejawat. Sebagai Ibu RT dan anggota masyarakat perempuan mempunyai tugas lebih selain mengajar. Itu sudah lumayan berat menurut saya. Tergantung mindset pelakunya. Selalu pribadi saya ucapkan selamat bekerja di manapun itu, guru penggerak maupun tidak. Yang terpenting anak didik mendapat pendidikan yang bermakna dalam hidupnya.
Terima kasih atas perjuangan Ibu ketua PGRI Pusat..namun hemat saya,yang penting,pemerintah samakan semua kemampuan guru seperti guru penggerak.bagi kami yang sudah tua diberi penataran tentang penggunaan IT,dan cara pembinaan guru penggetak seperti sekarang ini perlu dipertimbangkan kembali,karena CPG banyak sekali waktunya untuk kepentingan guru penggerak,namun abaikan untuk masuk kelas.kalau kepala sekolah sebaiknya dibekali dulu sebelum melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah.