Aksinews.id/Boru – Bencana erupsi gunung Lewotobi membawa dampak negatif bagi pendidikan anak-anak. Mereka harus meninggalkan sekolah dan mengungsi ke tempat yang aman bersama keluarga.
Sebagaimana dialami Lusia Margareta Futa (11), siswa kelas 5 SDK Duang, desa Nawokote. Erupsi gunung Lewotobi laki-laki Senin (1/1/2024) memaksa Ertin, sapaan Lusia Margareta Futa, bersama keluarganya harus mengungsi di desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang.
Keluarganya yang berjumlah 6 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di kampung Duang, desa Nawokote. Desa ini masuk dalam raidus sektoral 5 km sehingga menjadi zona merah gunung api Lewotobi.
Selama mengungsi, Ertin dan kawan-kawanna tidak bisa ke sekolah mereka di Duang. Ketika masa libur semester ganjil berakhir, mereka masih tetap di tempat pengungsian. Bersyukur, anak-anak yang mengungsi ke Hewa bisa mengikuti pembelajaran di SDK Hewa.
“Kami masuk sekolah di sini sejak Senin. Saya senang karena bisa bertemu dan bermain dengan teman-teman lagi. Sekarang saya sudah tidak takut lagi,” ujar Ertin, sapaan Lusia Margareta Futa.
Selama mengungsi, banyak pihak datang membantu. Jumat (19/1/20224) anak-anak pengungsi di SDK Hewa mendapat donasi buku bacaan dari Gerakan Kebaikan. Ketika mendapat buku bacaan tersebut, Ertin serius melahap isi buku “Book of Hope”yang baru diterimanya. Ia terlihat senang dan tidak peduli dengan teman-temannya yang sedang bermain bola voli.
Menurut Yohanes Vianey Moa, relawan Gerakan Kebaikan, komunitas ini merasa prihatin dengan bencana alam yang dialami masyarakat di pengungsian terkhusus anak-anak sekolah. Mereka adalah kelompok yang rentan sehingga perlu mendapat perhatian.
“Kami turut prihatin. Ketika gunung api Lewotobi ini meletus, anak-anak merupakan kelompok yang rentan sehingga perlu mendapat perhatian juga,” ungkap Yance Moa, sapaan Yohanes Vianey Moa.
Lebih jauh koordinator Asidewi Flores ini menjelaskan bahwa sumbangan buku ini dimaksud sebagai bentuk rangsangan bagi anak-anak usia sekolah yang terdampak bencana alam erupsi gunung Lewotobi untuk mengisi waktu di tempat pengungsian dengan membaca buku.
“Buku yang diberikan merupakan bentuk rangsangan terhadap adik-adik usia pelajar di camp pengungsian untuk dapat mengisi waktu dengan membaca buku edukasi rohani,” jelas Yance Moa.
Buku tersebut merupakan bacaan rohani (Katolik) dan cocok untuk anak-anak usia sekolah dasar. Selain di Hewa, bahan bacaan tersebut juga diberikan kepada anak-anak di posko kantor Camat, posko Konga, dan pengungsi di rumah-rumah penduduk di dusun Klobong, desa Boru.
“Kita berusaha untuk membantu semua anak yang menjadi korban erupsi gunung Lewotobi. Bila ada yang belum terjangkau akan kami datangkan lagi pada kesempatan berikut. Semoga anak-anak senang membaca buku tersebut,” ucap Yance Moan.
Di SDK Hewa, siswa yang mengungsi ke desa Hewa untuk sementara mengikuti pembelajaran di sekolah tersebut. Kepala SDK Hewa, Maria Rosalia Sabu Soge, S.Pd menjelaskan bahwa ada 83 siswa terdampak erupsi gunung Lewotobi yang sekolah di SDK Hewa. Mereka berasal dari SDK Duang 65 anak, SDN Bawalatang 7 anak, SDI Jongwolor 5 anak, SDK Watobuku 1 anak, SDI Tabana 2 anak, SDK Kemiri 1 anak, SDI Wolorona 2 anak.
“Di sekolah kami ada 83 siswa terdampak erupsi Lewotobi. Mereka mengungsi Bersama keluarga ke desa Hewa sehingga kita terima mereka untuk belajar bersama anak-anak kami di sini. Anak-anak juga sangat senang belajar di sini,” jelas Rosalia.
Kepala SDN Bawalatang, Theresia Ose Bolen Tukan, S.Pd menjelaskan bahwa pembelajaran di sekolah mereka ditutup sejak terjadi erupsi gunung Lewotobi. Siswa di SDN Bawalatang berjumlah 95 orang. Mereka mengikuti keluarga mengungsi di beberapa tempat yaitu Boru, Hewa, Pululera, Waiula, Boru Kedang.
“Sejak awal semester genap ini, pembelajaran di sekolah kami tidak berjalan. Sekolah ini kan masuk dalam zona merah sehingga harus ditutup. Anak-anak kami juga semua mengungsi bersama keluarga. Dari data yang kami peroleh, mereka tersebar di beberapa tempat. Ada yang di Boru, Hewa, Sukutukang, Boru Kedang,” ujar Esi Tukan, sapaan Kepala SDN Bawalatang.
Selain mendata keberadaan siswa, pihak sekolah juga berusaha agar anak-anak tetap mendapat layanan pendidikan. Siswa yang mengungsi ke desa-desa yang aman difasilitasi untuk mengikuti pembelajaran di sekolah di desa tersebut.
“Pihak sekolah tetap berusaha agar anak-anak bisa belajar di tengah bencana alam ini. Ada yang sekolah di SD di tempat mereka mengungsi. Sementara yang ada di posko tetap diberikan pendampingan oleh guru,”jelas Esi Tukan.
Lebih jauh Esi Tukan mengharapkan agar banyak pihak bisa terlibat dalam membantu pendidikan anak-anak yang terdampak erupsi gunung api Lewotobi laki-laki. Di tengah bencana alam ini, anak-anak bisa merasa trauma. Sehingga mereka perlu didampingi dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan.
“Di saat bencana begini kami berharap banyak pihak bisa terlibat dalam mengembalikan trauma anak. Anak-anak perlu didampingi melakukan aktivitas yang membuat mereka menjadi riang gembira. Anak-anak perlu diberi buku cerita anak, cerita bergambar, aktivitas mewarnai gambar sehingga mereka tidak larut dalam situasi yang membuat mereka stres,” kata Esi Tukan. (GK Apeutung)