Kamis, 11 Januari 2023
Sam.4:1-11 ; Mrk.1:40-45
Pekan Biasa I
“Jika Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”
(Mrk.1:40)
Tradisi Israel memandang kusta sebagai derita akibat dosa. Sakit karena dihukum Allah. Setimpal dosanya atau dosa orang tuanya. Si kusta dicap pendosa dan sakitnya merupakan isyarat bahwa hidupnya tidak berkenan dan tak diberkati Allah.
Jika seorang positip kusta, ada tiga hal yang terjadi: pertama, imam menyatakan ia najis. kedua, Ia harus bepakaian cabik-cabik, dengan rambut terurai. Ketiga, ia sendiri harus berteriak, najis, najis. Sungguh diskriminatif.
Secara sosial, orang kusta dianggap najis, menularkan petaka, maka mesti dikucilkan, atau lebih halus dikarantina di tempat tersendiri.
Tetapi kasih, kepedulian dan keberpihakan Yesus telah mematahkan tradisi religius yang tak manusiawi itu. Ia mendengar rintihan si kusta, “Kalau Engkau mau, engkau dapat mentahirkan aku”.
Yesus mengulurkan tangan menjamah si kusta, memulihkan dia. Membawa dia kembali ke tengah keluarga dan masyarakat. Kasih Yesus memulihkan si kusta lahir dan batin.
Kini kusta tak dikucilkan lagi seperti dulu. Tetapi banyak orang justru mengalami nasib seperti orang kusta. Disingkirkan, dijauhkan, diabaikan, dikucilkan, dan dikorbankan karena ego kepentingan, kerakusan, serta ego politik.
Hal yang dilakukan Yesus mengingatkan akan jargon tua ini, “Jauhi penyakitnya, jangan kucilkan orangnya”.
Banyak orang sakit, sudah menderita fisik, semakin terluka batinnya, karena kurang diperhatikan, dilayani setengah hati, dianggap jadi beban.
Ingat, justru pengabaian, pengucilan dan penolakan, jauh lebih mendera dan menyaktikan. Mari kita saling menerima, saling memberi harapan, dan saling menyembuhkan sebagai saudara.
Tuhan memberkati. Amin. ***
RD Wens Herin