Oleh: Fr. Deodentus Ola, SCJ
Mahasiswa Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Pada prinsipnya hukum kontrak tidak secara langsung memberikan efek jera bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan kontrak. Dalam kasus hukum kontrak, pelanggaran kontrak biasanya menjalankan proses peradilan sipil. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa pelanggaran hukum kontrak bisa saja dipidanakan. Kasus seperti ini biasanya memiliki implikasi yang sangat besar dan membawa kerugian besar.
Contohnya saja, pelanggaran hukum kontrak ini akan memberikan dampak pada rasa kepercayaan dan reputasi pihak yang berwajib. Perjanjian hukum kontrak ini memiliki dasar yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata tentang kebebasan berkontrak, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.
Kasus Sewa dan Menyewa Mobil yang terjadi di Sleman Yogyakarta. Jalan Wahid Hasyim No 38 Gaten, Dabag, Condongcatur, misalnya. Sewa dan penyewa mobil adalah suatu pemakaian barang dengan perjanjian dan membayar sesuai perjanjian.
Sesuai aturan hukum kontrak yang termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, kesepakatan dalam suatu peminjaman atau penyewaan secara otomatis berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Untuk semakin mempertegas, Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1548 KUH Perdata menyatakan bahwa, “Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya”.
Dalam perjanjian sewa menyewa, tentu ada perjanjian dan perjanjian itu harus disetujui oleh kedua belah pihak. Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai syarat dan perjanjian, “Dalam perjanjian sewa menyewa terdapat dua kriteria khusus, yaitu dua pihak yang saling mengikatkan diri dan unsur pokok yang berupa barang, harga, dan jangka waktu sewa. Pihak yang saling mengikat yang terdiri atas pihak menyewa dan pihak yang menyewakan.”
Atas dasar hukum yang mengatur ini, pihak yang menyewakan barangnya memiliki kuasa untuk melapor, apabila ada penyimpangan yang terjadi dan melanggar kesepakatan yang telah disepakati.
Berkaitan dengan data-data di atas, pernah ada kasus sewa mobil di Condongcatur yang berujung pada pencurian mobil. Kasus ini memang tidak pernah diekspos dalam jaringan. Tetapi kasus ini mendapat perhatian besar, karena mobil yang dibawa lari oleh pelaku adalah mobil XPander.
Oleh karena itu, hukum terkadang tidak memberikan efek jera, karena hukum kontrak tidak menjadi acuan utama.
Selain itu, permasalahan ini terjadi karena dasar-dasar hukum kontrak tidak mendapat porsi yang besar. Seharusnya hukum kontrak menjadi acuan utama dalam prosedur penyewaan mobil. Hal ini menjadi titik lemah dan menjadi kesempatan pelaku untuk melancarkan aksinya.
Oleh karena itu, dalam proses sewa dan menyewa mobil terkadang hal ini belum diperhatikan secara benar dan orang tidak memiliki kejelian untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.
Selain kurang kejelian dalam hal melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, menurut Nona Florencia, dosen hukum UGM mengatakan bahwa kasus pencurian juga terjadi karena wanprestasi.
Wanprestasi adalah tidak dipenuhi kewajiban atau pelanggaran kewajiban atas dasar hal-hal yang telah menjadi kesepakatan bersama, baik itu karena aturan undang-undang ataupun perjanjian yang sudah ditetapkan bersama. Dalam hal ini, ganti rugi menjadi konsekuensi atas pelanggaran hukum. Walaupun bisa ditingkatkan kasusnya dan bisa saja masuk ke pengadilan sipil, tetapi dalam kasus ini, kata Nona Florencia, harus dilihat tingkat kejahatannya. Apakah itu kelalaian atau ada kesengajaan?
Dengan demikian, hukum itu akan membawa efek jera dilihat dari tingkat kejahatannya. Sebab, semakin berat hukumannya, tentu dipengaruhi juga atas dasar perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan.
Berhadapan dengan hukum kontrak dan kasus yang ada, tentu hukum kontrak berbicara demi menegakkan keadilan. Tujuannya adalah agar orang yang melakukan pelanggaran mendapat efek jera atas perbuatannya dan nilai-nilai keadilan juga harus menjadi identitas bersama. Sehingga tidak ada kerugian antara kedua belah pihak.
Namun, hukum tidak selamanya memberikan efek jera. Karena ada sistem kekeluargaan. Hal ini bagi penulis tidak relevan sama sekali pada zaman ini, karena pelaku akan kembali pada aksinya yang sama. Sebab apa yang diperbuatnya terdahulu tidak memberikan efek jera sama sekali.
Dalam hal ini, kita akan memberikan atau melanggengkan sistem ketidakadilan yang semakin besar dan banyak orang akan menjadi korban dalam kasus yang sama. Hal ini juga bisa menjadi pelajaran dan perhatian bersama bagi orang-orang atau pihak tertentu yang membuka jasa menyewa mobil. ***