Aksinews.id/Jakarta – Masih ingat George Soros? Investor kelahiran Hungaria ini dituding sebagai penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia dan juga beberapa negara Asia lainnya pada 1998 silam. Kini, ia menyatakan berhenti dari aktivitas politik dan sosial, dan menyerahkan ‘kerajaan bisnis’ senilai US$25 miliar atau setara Rp370 triliun kepada putranya, Alexander Soros.
Krisis moneter Indonesia yang diakibatkan ulah pria kelahiran 12 Agustus 1930 di Budapest, Hungaria, mengakibatkan perubahan cukup radikal di tanah air. Soeharto sampai melepaskan jabatannya sebagai Presiden RI, yang digenggamnya selama lebih 30 tahun.
George Soros yang dikenal sebagai spekulan keuangan, investor saham dan aktivis politik ini, adalah seorang pendiri dan ketua perusahaan investasi bernama Soros Fund Management LLC. Dia merupakan seorang kapitalis radikal yang juga memiliki perusahaan hedge fund dengan nama Quantum fund yang pernah tercatat menghasilkan return tahunan sebesar 35% selama 25 tahun. Karena terkenal andal dalam melakukan trade, George Soros masuk ke dalam jajaran orang terkaya di Amerika Serikat tepatnya di urutan ke 56 versi Forbes 2021 dan orang terkaya urutan 162 di dunia.
George Soros akhirnya benar-benar ‘pensiun’ jelang usianya yang ke-93 tahun. Dia menyerahkan seluruh usahanya, baik kerajaan keuangan maupun lembaga amal miliknya, kepada putranya, Alexander Soros.
Sebetulnya, dari pernikahannya dengan Susan Weber Soros, George Soros punya lima orang anak. Empat anak lainnya, adalah Jonathan Soros, Andrea Soros, Gregory Soros, dan Robert Soros. Namun ia lebih memilih putra kelahiran 27 Oktober 1985 di Kota New York, Amerika, sebagai penerusnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal, George Soros mengatakan putranya yang merebut gelar BA dari New York University (2009) dan gelar MA, PhD dari Universitas California, Berkeley (2018) itu, telah ‘berhasil’.
Asal tahu saja, sejak 1990-an kekayaan keluarga Soros diarahkan untuk mendukung pembangunan demokrasi di puluhan negara. George Soros juga merupakan salah satu donor terbesar untuk Partai Demokrat Amerika Serikat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, mantan manajer hedge fund itu telah menjadi fokus konspirasi anti-Semit.
Juru bicara Soros mengonfirmasi kepada BBC rincian wawancara yang diterbitkan pada Minggu.
Alex Soros adalah satu-satunya anggota keluarga Soros yang duduk di komite investasi Soros Fund Management, yang menurut Wall Street Journal mengelola US$25 miliar (senilai Rp370 triliun) milik keluarga mereka dan lembaga amal.
Alex mengambil alih Open Society Foundations (OSF) sebagai ketua pada Desember dan juga bertanggung jawab atas “Super PAC” ayahnya, yang merupakan mekanisme di AS untuk mengarahkan dana ke partai politik.
Walaupun secara umum mereka memiliki pandangan politik yang sama, Alex mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa dia ‘lebih politis’ daripada ayahnya. Alex juga mengatakan akan berkampanye melawan upaya pencalonan Donald Trump yang menginginkan masa jabatan kedua sebagai presiden AS.
“Seingin-inginnya saya ingin mendapatkan uang dari politik, selama pihak lain melakukannya, kami juga harus melakukannya,” kata Alex Soros.
Alex Soros adalah penggemar hip-hop dan tim sepak bola Amerika New York Jets, yang dikenal memiliki kehidupan sosial yang glamor. Dia diketahui kerap menghadiri pesta selebriti di Cannes dan Hamptons.
Dia juga telah melakukan perjalanan ke wilayah terpencil Amazon dan bergabung dengan dewan kelompok kampanye hak asasi manusia, Global Witness.
“Pihak kami harus lebih baik untuk menjadi lebih patriotik dan inklusif,” katanya kepada surat kabar itu. “Hanya karena seseorang memilih Trump bukan berarti mereka tersesat atau rasis.”
Peran di Dunia Politik
Di bawah kendalinya, menurut Alex, Open Society Foundations akan mengejar tujuan yang sama seperti saat dipimpin ayahnya.
Yayasan itu tetap mendukung kebebasan berbicara, reformasi peradilan pidana, hak minoritas dan pengungsi, serta mendukung politisi liberal.
Namun, dia juga ingin memasukkan inisiatif hak suara, aborsi, dan kesetaraan gender sambil mengejar agenda yang lebih berfokus pada AS.
Ayahnya, George Soros, lahir di Hungaria. Ketika masih anak-anak dia hidup dalam pendudukan Nazi pada 1944 hingga 1945. Keluarganya menyembunyikan identitas Yahudi mereka untuk bertahan hidup.
Setelah perang, Soros meninggalkan Hungaria menuju ke London. Kemudian dia pindah ke New York, di mana dia menghasilkan miliaran melalui hedge fund, sebuah sistem pengelolaan dana investasi atau dana lindung nilai.
Dia menjadi tenar di Inggris setelah menghasilkan US$1 miliar dengan bertaruh bahwa poundsterling akan jatuh pada 1992.
Ketika Tembok Berlin runtuh dan jalan bagi pembentukan pemerintahan demokratis di bekas blok Soviet terbuka, ia mendirikan Open Society Foundations (OSF) untuk mendukung proses tersebut.
OSF sekarang menghabiskan sekitar US$1,5 miliar per tahun untuk mendukung gerakan liberal, organisasi pendidikan, dan hak asasi manusia di lebih dari 120 negara.
Beberapa di antara tujuan tersebut membuat marah sayap kanan, termasuk mengatasi bias rasial dalam sistem peradilan AS.
OSF memindahkan kantor operasi internasionalnya dari Budapest ke Berlin pada 2018 setelah pemerintah Hungaria yang dipimpin oleh Viktor Orban secara eksplisit berkampanye menentang Soros secara pribadi dan menentang aksi yayasan.(*/AN-01)