Aksinews.id/Kupang – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar seminar bertajuk ‘Wujudkan Pemilu 2024 yang Aspiratif dan Demokratis’ bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), Sabtu (20/5/2023).
Seminar digelar di Gedung Rektorat Lantai 4, Auditorium Santo Paulus Unwira Kupang, yang menghadirkan pembicara Thomas Dohu, S.Hut., M.Si (Ketua KPU NTT), Dr.Phil. Nobertus Jegalus, MA (akademisi), Noldi Tadu Hungu, S.Pt (Bawaslu NTT).
Ketua BEM Unwira, Oktofianus Beda Paun dalam pidato pembukaan seminar menekankan mengenai pentingnya edukasi terhadap mahasiswa tentang Pemilu 2024 mendatang. Pasalnya, ia meyakini kalau mahasiswa merupakan agen intelektual yang akan menjadi generasi penerus bangsa.
“Berkenaan dengan pemilu maka pemuda harus diberi asupan materi yang cukup agar dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas partisipatif dapat terwujud dan berdampak pada pemilu yang aspiratif dan demokratis,” tegas Paun.
Seminar dibuka oleh Wakil Rektor III Unwira Kupang, Drs. Rodriques Servatius, M.Si. Dalam sambutannya, ia berharap agar tema besar yang diusung seminar itu bisa diimplementasikan nantinya.
“Menjadi seorang pemimpin itu harus mampu hidup sederhana. Oleh karena itu, semoga dengan seminar ini kita betul-betul menyukseskan pemilu yang akan mendatang, agar sesuai dengan tema kita pada hari ini yaitu Wujudkan Pemilu 2024 yang Aspiratif dan Demokratis,” ungkap Servas .
Seminar ini membahas tiga fokus materi. Yakni, pertama, Pengawasan Pemilu menyangkut sejarah, definisi dan pengawasan partisipatif. Kedua, kompleksitas Pemilu di Indonesia dan partisipasi masyarakat dalam pemilu serta tahapan-tahapan pemilu. Dan, ketiga, Pemilu sebagai Perwujudan Kedaulatan Rakyat.
Ketua KPU NTT, Thomas Dohu, S.Hut.,M.Si dalam presentasinya menjelaskan bahwa pemilu memberikan kesempatan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk berpartisipasi menggunakan hak politiknya untuk memilih pemimpin. Pemilu, kata dia, harus inklusif. Artinya, semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Selain itu, papar dia, pemilih harus diberikan keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak dibawah tekanan dan akses memperoleh informasi yang luas.
Ketua Bawaslu NTT, Noldi Tadu Hungu sebagai pembicara kedua berpesan bahwa dalam rangka mengawal dan mengawasi proses pemilu dan pilkada 2024, bawaslu perlu dukungan semua pihak.
Oleh karenanya, kata dia, kerjasama, partisipasi dan koordinasi serta sinergitas dan peran mahasiswa, organisasi masyarakat, jurnalis dan pemangku kepentingan, dan tokoh agama sangat penting.
Narasumber terakhir, Nobertus Jegalus selaku dosen filsafat lebih banyak menyoroti pemilu bukan sekedar perwujudan demokrasi kedaulatan rakyat melainkan perwujudan HAM aktif atau hak-hak asasi demokrasi.
“Oleh karena itu, orang yang tidak memilih sendiri, melanggar demokratisnya. Elite politik cenderung memahami pemilu hanya sebagai prosedur atau mekanisme untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat,” ujarnya.
“Karena itu, yang terpenting bagi mereka (elit politik-Red), demokrasi sudah ada bila sudah dilaksanakan pemilu. Pemilu merupakan simbol demokrasi dalam suatu Negara,” tandasnya.
Oleh karena itu, sambung Nobertus Jegalus, partisipasi masyarakat di dalam negara demokrasi merupakan suatu indikator penting dalam menggambarkan proses demokrasi berjalan dengan baik atau tidak. “Dalam artian semakin rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum maka menandakan bahwa proses demokrasi berjalan dengan kurang baik. Begitupun sebaliknya,” tandasnya.
“Oleh sebab itu, partisipasi dari setiap kalangan khususnya Pemilih Pemula sangat diperlukan untuk mendukung terbentuknya sebuah negara demokrasi yang baik,” tutup Nobertus Jegalus. (*/AN-01)